Para Ulama Diserang, Kapolri Mengaku Telah Perintahkan Polda-Polda Untuk Jaga Ulama Dan Masjid

Kamis, 15 Februari 2018

Jakarta - Kapolri Tito Karnavian mengatakan, kepolisian akan melakukan upaya pencegahan pascaterjadinya penyerangan terhadap pemuka agama dalam beberapa waktu terakhir. Kapolri mengklaim telah menginstruksikan jajaran kepolisian daerah (Polda) di berbagai wilayah untuk meningkatkan pengamanan di tempat-tempat ibadah.

"Kita tetap akan melakukan langkah-langkah pencegahan. Saya sudah mengingatkan polda-polda untuk lebih mendekat pada tempat ibadah dan ulama," ujar Tito ketika di temui di Kantor Wakil Presiden, Rabu (14/2).

Terkait pelaku penyerangan yang sudah tertangkap, kepolisian akan melakukan pendalaman kasus untuk mengetahui apakah satu kasus dan lainnya memiliki keterkaitan.

"Kemudian, yang sudah tertangkap kita akan
interview lebih dalam, mendalami apakah ada koneksi satu kasus ke kasus lainnya," kata Tito.
Beberapa waktu terakhir, terdapat sejumlah serangan terhadap pemuka agama.

Serangan pertama menimpa pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Emon Umar Basyri, Sabtu (27/1). Serangan kedua terjadi pada 1 Februari 2018 dengan korban Ustaz Prawoto, komandan Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis).

Prawoto meninggal dunia oleh serangan yang dilakukan oknum tetangga yang diduga alami gangguan kejiwaan. Ada juga seorang pria yang bermasalah dengan kejiwaannya bersembunyi di atas Masjid at-Tawakkal, Kota Bandung, mengacung-acungkan pisau.

Sedangkan pada Ahad (11/2), pendeta dan jemaat Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, DIY, diserang. Empat jemaat luka-luka dan pendeta yang memimpin ibadah pun terluka akibat serangan menggunakan pedang. Keesokan harinya, terjadi perusakan masjid di Sukabumi dan Tuban.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Martinus Sitompul mengklaim, Polri sudah berupaya melakukan fungsi memelihara keamanan masyarakat. Meski begitu, ia menganggap wajar munculnya asumsi pengaitan serentetan kejadian penyerangan dengan fungsi intelijen maupun polisi yang paling dekat dengan masyarakat, dalam hal ini Bhabinkamtibmas.

"Bila ada yang memperhatikan itu, mengait-kaitkan dengan pelaksanaan tugas kepolisian Bhabinkamtibmas atau intelijen, itu tentu sah saja," kata Martinus di PTIK, Jakarta, Rabu (14/2). Meski begitu, ia membantah jika fungsi intelijen maupun komunikasi Bhabinkamtibmas tidak berjalan sesuai fungsinya.

Menurut dia, intelijen kepolisian juga sudah melakukan analisis. "Analisis yang ada itu dikonsumsi oleh internal untuk dilakukan kajian. Tetap dilakukan analisis, tapi analisis itu kepentingan internal," ucap Martinus.

Terkait dengan serangan-serangan terhadap pemuka agama ini, pada Selasa (13/2) lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada kepolisian. "Siapa yang ingin berpolitik dengan membuat perpecahan biar polisi menyelidiki apa yang terjadi di situ," ujar Jusuf Kalla.

Sementara itu, sekitar 300 ulama perwakilan pondok pesantren se-Priangan Timur yang tergabung adlam Forum Masyarakat Peduli Situasi (FMPS) menghadiri rapat di Ponpes an-Nur Jarnauziyyah, Rabu (14/2). Hasilnya, mereka menyepakati enam poin dalam menyikapi potensi serangan ke ulama dan ponpes di wilayah Priangan Timur yang meliputi Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan Pangandaran.

Pada poin pertama dalam kesepakatan FMPS ialah mendesak pemerintah, termasuk kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN), guna menangkap dalang pelaku penyerangan terhadap tokoh agama yang meresahkan masyarakat. Poin kedua, FMPS mendesak DPR membuat aturan mengenai jaminan keamanan bagi warga negara dari segala ancaman.

"Di poin ketiga, kami akan meningkatkan pengamanan di lingkungan masing-masing dengan pemuda setempat supaya pemuka agama bisa fokus melakukkan aktivitas pengajian," kata Ketua FMPS KH Aminuddin Bustomi selepas rapat kemarin.

Kemudian, FMPS juga meminta pengusutan secara tuntas dan transparan sejak awal proses hingga selesai agar masyarakat mengetahui rangkaian peristiwa yang terjadi.

Sebab, mereka mengkhawatirkan ada rekayasa kasus ketika tidak dipublikasikan ke masyarakat. Pada poin selanjutnya, FMPS meminta semua warga negara diperlakukan sama di mata hukum.

Adapun pada poin terakhir, FMPS meminta pemerintah dan penegak hukum hadir dan aktif dalam menyikapi masalah yang terjadi di masyarakat. Hal ini dibutuhkan guna mencegah korban terus bertambah.
"Harus proaktif dalam mengambil langkah nyata menyikapi masalah ini agar tidak menambah kebingungan dan korban umat," ujar Kiai Aminuddin.

Wakil Ketua Komisi I DPR Ahmad Hanafi Rais berharap, pihak intelijen bisa memberikan penjelasan ke Komisi I terkait merebaknya kasus kekerasan dan intoleransi kepada tokoh agama dan rumah ibadah, yang terjadi di beberapa tempat di Tanah Air. Penjelasan ini penting untuk memperjelas apakah benar ada dalang di balik semua rentetan kejadian kekerasan terhadap tokoh agama belakangan.

Sumber: Republika