Breaking News: Kasus Korupsi E-KTP Setnov Dituntut 16 Tahun Penjara Dan Denda 1 Milyar
Kamis, 29 Maret 2018
Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa korupsi proyek e-KTP, mantan Ketua DPR Setya Novanto dengan hukuman pidana 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidier enam bulan kurungan.
Setnov dinilai terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini agar majelis hakim memutuskan menyatakan terdakwa Setya Novanto bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 3 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP ," ujar jaksa KPK Abdul Basir saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (29/3).
Setnov dianggap bersalah lantaran telah mengintervensi proyek milik Kementerian Dalam Negeri itu dari mulai pembahasan anggaran sampai dengan pengadaan kartu identitas berbasis elektronik itu.
Jaksa juga menuntut menjatuhkan pidana tambahan utk bayar US$7,4 juta dikurangi uang yang telah dikembalikan Rp5 miliar subsider 3 tahun. Selain itu, menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa menduduki jabatan publik selama 5 tahun.
Sementara Setnov menanggapi tuntutan jaksa. Dia menyatakan menghargai tuntutan tersebut dan menyerahkan kepada kuasa hukum. Sidang akan dilanjutkan pada Jumat 13 April mendatang.
Selama proses persidangan, terungkap ada aliran uang proyek e-KTP ke mantan Ketua Umum Partai Golkar itu melalui koleganya yang juga pemilik PT Delta Energy Made Oka Masagung dan keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Uang yang totalnya mencapai US$7,3 juta itu dikirim secara berlapis melalui sejumlah rekening pribadi maupun perusahaan dan money changer yang ada di dalam maupun luar negeri.
Jatah dari proyek e-KTP itu ditransfer oleh Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan almarhum Johannes Marliem, pada akhir Desember 2011 sampai Februari 2012.
Tak hanya itu, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengungkapkan dirinya bersama Johannes Marliem memberikan jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar (kurs rupiah tahun 2012) kepada Setnov.
Jam tangan yang diberikan sebagai kado ulang tahun Setnov pada November 2012, dikatakan Andi sebagai ucapan terima kasih pihaknya lantaran mantan Ketua Fraksi Golkar itu lantaran telah membantu pemulusan anggaran proyek e-KTP tahun 2011-2013.
Meskipun demikian, Setnov tak mengakui telah melakukan korupsi dalam proyek milik Kementerian Dalam Negeri itu. Namun, dia telah mengembalikan uang sekitar Rp5 miliar sebagai bentuk tanggung jawab terhadap Irvanto, yang merupakan keponakannya.
Setnov juga mengungkapkan sejumlah nama yang turut menerima uang panas dari proyek e-KTP, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayan Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Dua politikus PDIP itu masing-masing disebut menerima US$500 ribu.
Sebelumnya jaksa penuntut umum KPK mendakwa mantan Setnov menerima hadiah terkait proyek pengadaan e-KTP berupa uang sebesar US$7,3 juta. Uang itu sebagai jatah lantaran Setnov telah membantu pemulusan anggaran proyek senilai Rp5,8 triliun itu.
Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan Johannes Marliem. Pemberian uang itu dilakukan dalam tiga tahap melalui Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Pemilik OEM Investement, Pte, Ltd, Made Oka Masagung.
Selain uang, Setnov juga mendapat jam tangan merk Richard Mille dari pengusaha Andi Narogong dan Johannes Marliem. Jam seharga miliaran rupiah itu diberikan saat hari ulang tahun Setnov, pada November 2012 lalu.
Setnov juga didakwa memperkaya diri sendiri dan sejumlah pihak yakni Irman dan Sugiharto, Andi Narogong, Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, dan Drajat Wisnu Setiawan serta sejumlah pihak lainnya.
Selain perseorangan, Setnov juga didakwa memperkaya korporasi yakni Manajemen Bersama Konsorsium PNRI, Perum PNRI, PT Sandipala Artha Putra, PT Mega Lestari Unggul, PT LEN Industri, PT Sucofindo, dan PT Quadra Solution. Akibatnya, negara merugi sebesar Rp2,3 triliun.
Setnov didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: CNNi
Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa korupsi proyek e-KTP, mantan Ketua DPR Setya Novanto dengan hukuman pidana 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidier enam bulan kurungan.
Setnov dinilai terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini agar majelis hakim memutuskan menyatakan terdakwa Setya Novanto bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 3 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP ," ujar jaksa KPK Abdul Basir saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (29/3).
Setnov dianggap bersalah lantaran telah mengintervensi proyek milik Kementerian Dalam Negeri itu dari mulai pembahasan anggaran sampai dengan pengadaan kartu identitas berbasis elektronik itu.
Jaksa juga menuntut menjatuhkan pidana tambahan utk bayar US$7,4 juta dikurangi uang yang telah dikembalikan Rp5 miliar subsider 3 tahun. Selain itu, menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa menduduki jabatan publik selama 5 tahun.
Sementara Setnov menanggapi tuntutan jaksa. Dia menyatakan menghargai tuntutan tersebut dan menyerahkan kepada kuasa hukum. Sidang akan dilanjutkan pada Jumat 13 April mendatang.
Selama proses persidangan, terungkap ada aliran uang proyek e-KTP ke mantan Ketua Umum Partai Golkar itu melalui koleganya yang juga pemilik PT Delta Energy Made Oka Masagung dan keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Uang yang totalnya mencapai US$7,3 juta itu dikirim secara berlapis melalui sejumlah rekening pribadi maupun perusahaan dan money changer yang ada di dalam maupun luar negeri.
Jatah dari proyek e-KTP itu ditransfer oleh Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan almarhum Johannes Marliem, pada akhir Desember 2011 sampai Februari 2012.
Tak hanya itu, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengungkapkan dirinya bersama Johannes Marliem memberikan jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar (kurs rupiah tahun 2012) kepada Setnov.
Jam tangan yang diberikan sebagai kado ulang tahun Setnov pada November 2012, dikatakan Andi sebagai ucapan terima kasih pihaknya lantaran mantan Ketua Fraksi Golkar itu lantaran telah membantu pemulusan anggaran proyek e-KTP tahun 2011-2013.
Meskipun demikian, Setnov tak mengakui telah melakukan korupsi dalam proyek milik Kementerian Dalam Negeri itu. Namun, dia telah mengembalikan uang sekitar Rp5 miliar sebagai bentuk tanggung jawab terhadap Irvanto, yang merupakan keponakannya.
Setnov juga mengungkapkan sejumlah nama yang turut menerima uang panas dari proyek e-KTP, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayan Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Dua politikus PDIP itu masing-masing disebut menerima US$500 ribu.
Sebelumnya jaksa penuntut umum KPK mendakwa mantan Setnov menerima hadiah terkait proyek pengadaan e-KTP berupa uang sebesar US$7,3 juta. Uang itu sebagai jatah lantaran Setnov telah membantu pemulusan anggaran proyek senilai Rp5,8 triliun itu.
Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan Johannes Marliem. Pemberian uang itu dilakukan dalam tiga tahap melalui Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Pemilik OEM Investement, Pte, Ltd, Made Oka Masagung.
Selain uang, Setnov juga mendapat jam tangan merk Richard Mille dari pengusaha Andi Narogong dan Johannes Marliem. Jam seharga miliaran rupiah itu diberikan saat hari ulang tahun Setnov, pada November 2012 lalu.
Setnov juga didakwa memperkaya diri sendiri dan sejumlah pihak yakni Irman dan Sugiharto, Andi Narogong, Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, dan Drajat Wisnu Setiawan serta sejumlah pihak lainnya.
Selain perseorangan, Setnov juga didakwa memperkaya korporasi yakni Manajemen Bersama Konsorsium PNRI, Perum PNRI, PT Sandipala Artha Putra, PT Mega Lestari Unggul, PT LEN Industri, PT Sucofindo, dan PT Quadra Solution. Akibatnya, negara merugi sebesar Rp2,3 triliun.
Setnov didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: CNNi