Duel Kubu 212 vs 412 Diprediksi Kembali Terjadi Di Pemilu 2019
Sabtu, 24 Maret 2018
Oleh: Abu Hana
Makin mendekati Pemilu 2019, "harum semerbak nan mewangi" kata 212 makin masif digunakan oleh berbagai pihak, termasuk oleh pihak yang sebelumnya berseberangan dengan kubu 212 yaitu kubu 412. Kubu 412 kini sudah tidak malu-malu lagi untuk menyematkan label 212 di kubu mereka.
Sebagaimana kita ketahui 212 merujuk pada tanggal Aksi Bela Islam pada tanggal 2 Desember 2016 yang dilakukan oleh para Ulama, umat Islam dan warga masyarakat yang menuntut agar Ahok sang penghujat Kitab Suci Al-Qur'an segera dihukum melalui proses pengadilan dan dikalahkan di Pilgub DKI 2017.
Motor Aksi Super Damai 212 ini adalah Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab beserta GNPF - MUI (Kini GNPF - Ulama), para Ulama yang istiqomah, serta berbagai elemen Islam dan masyarakat.
Sementara 412 merujuk pada "aksi tandingan" atau kontra terhadap Aksi 212. Aksi 412 ini dilakukan oleh kubu pendukung Ahok tepat dua hari setelah Aksi 212 yaitu pada tanggal 4 Desember 2016. Aksi 412 alias Aksi Bela Ahok ini mereka namakan Aksi Parade Kita Indonesia.
Motor Aksi 412 ini adalah para pendukung Ahok terutama Parpol yang mengusung Ahok-Djarot di Pilgub DKI 2017 seperti PDIP, Nasdem, Golkar dan Hanura beserta para Loyalis Ahok, kalangan Liberalis dan anti Islam.
Aksi 212 menjadi aksi terbesar di dunia dan dikagumi orang sedunia. Aksi dahsyat ini dihadiri oleh delapan juta umat yang datang dari mana-mana. Semua yang hadir ikhlas datang lillahi ta'ala, tanpa ada yang membayar tapi justru merogoh kocek sendiri, semuanya semata demi untuk membela agama Allah. Aksi pun berlangsung dengan tertib, damai dan membius dunia.
Aksi 212 juga menjadi Sholat Jum'at terbesar di dunia dengan Habib Rizieq Shihab sebagai Khatib dan KH Nasir Zein sebagai Imam Sholat.
Ketika hujan mengguyur saat Sholat Jum'at dilakukan di tempat terbuka, tak satupun jama'ah dari jutaan jama'ah yang hadir untuk bergeser dari tempatnya. Aksi 212 memang benar-benar terlalu indah untuk dilukiskan dengan kata-kata. Subhanallah...
Sebaliknya Aksi 412 malah jadi bahan tertawaan masyarakat karena sepinya massa yang hadir, teramat sangat jauh lebih kecil dari jutaan Massa yang menghadiri Aksi 212.
Selain itu diantara massa yang hadir pada Aksi 412 banyak yang sengaja didatangkan dari daerah Jawa Barat dan bahkan ada dugaan mendapat bayaran.
Tak sampai disitu, dari berbagai bukti dokumentasi foto dan video terlihat jelas rumput dan tanaman banyak yang rusak diinjak-injak dan massa peserta Aksi 412 yang kemudian seperti orang kelaparan berebutan nasi bungkus.
Sampah juga bertebaran dimana-mana dan sebagai pelengkap penderitaan finalnya angin puting beliung menghancurkan tenda-tenda Aksi 412!.
Melihat berbagai kejadian "tragis" itu maka memang sangat wajar apabila kemudian kata "412" bagaikan sebuah aib yang teramat hina untuk digunakan oleh para pendukung Ahok khususnya yang mengikuti Aksi 412 tersebut.
Para Alumni 412 nampak sangat malu untuk mengakui keikutsertaan mereka pada Aksi 412, sebaliknya mereka justru sangat mengagumi Aksi 212 sampai label 212 pun coba mereka bajak dan plesetkan.
Kekompakan Massa Alumni 212 hingga hari ini juga masih terjaga terbukti dengan sangat ramainya Aksi-Aksi Damai yang diikuti oleh para Alumni 212 seperti Aksi Bela Palestina, Reuni Akbar Alumni 212, dan lain-lain. Semuanya tetap atas Komando Habib Rizieq Shihab.
Apabila kini ada beberapa kelompok yang mengklaim sebagai kelompok Wadah Alumni 212, tetap saja masyarakat tau bahwa yang resmi dan direstui oleh Habib Rizieq Shihab beserta para Ulama hanyalah Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) yang diketuai oleh KH. Slamet Ma'arif.
Dilain pihak Massa kubu 412 juga tetap solid. Walau mereka nampaknya masih menghindari melakukan Aksi Massa lagi karena kapok dengan sepi dan hancur leburnya Aksi 412.
Mereka kubu 412 ini belakangan juga menghindari menyebut-nyebut nama Ahok. Namun sampai kapanpun umat Islam tak akan pernah lupa siapa saja kelompok yang mendukung Ahok sang penista agama Islam.
Dan di Pemilu 2019 nanti baik Pileg maupun Pilpresnya diprediksi akan kembali terjadi pertarungan antara Kubu 212 (anti Ahok) vs Kubu 412 (pro Ahok) seperti di Pilgub DKI 2017 lalu.
Pada Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2017 Kubu 212 yang mendukung pasangan Anies-Sandi memperoleh total 57,96 persen suara atau 3.240.987 suara dari 5.591.353 suara sah.
Sementara, Kubu 412 yang mendukung Ahok-Djarot hanya memperoleh total 42,04 persen suara atau 2.350.366 suara.
Kemenangan super telak Anies-Sandi yang didukung Kubu 212 ini menjungkirbalikan opini banyak orang yang memprediksi Ahok-Djarot akan menang mudah satu putaran karena memiliki begitu banyak keuntungan.
Karena Ahok-Djarot adalah pasangan Incumbent, didukung oleh koalisi gemuk PDIP dan parpol besar lainnya, gencar diopinikan positif setiap hari oleh jaringan media raksasa Metro TV dan Kompas cs, didukung dana kampanye tak terbatas, "dimenangkan" oleh opini lembaga-lembaga survey sejak jauh-jauh hari sebelumnya dan berbagai keuntungan lainnya.
Namun semuanya runtuh begitu saja oleh Kubu 212 yang dikomando oleh Habib Rizieq dan para Ulama.
Apakah pada Pemilu 2019 kembali terulang?
Oleh: Abu Hana
Makin mendekati Pemilu 2019, "harum semerbak nan mewangi" kata 212 makin masif digunakan oleh berbagai pihak, termasuk oleh pihak yang sebelumnya berseberangan dengan kubu 212 yaitu kubu 412. Kubu 412 kini sudah tidak malu-malu lagi untuk menyematkan label 212 di kubu mereka.
Sebagaimana kita ketahui 212 merujuk pada tanggal Aksi Bela Islam pada tanggal 2 Desember 2016 yang dilakukan oleh para Ulama, umat Islam dan warga masyarakat yang menuntut agar Ahok sang penghujat Kitab Suci Al-Qur'an segera dihukum melalui proses pengadilan dan dikalahkan di Pilgub DKI 2017.
Motor Aksi Super Damai 212 ini adalah Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab beserta GNPF - MUI (Kini GNPF - Ulama), para Ulama yang istiqomah, serta berbagai elemen Islam dan masyarakat.
Sementara 412 merujuk pada "aksi tandingan" atau kontra terhadap Aksi 212. Aksi 412 ini dilakukan oleh kubu pendukung Ahok tepat dua hari setelah Aksi 212 yaitu pada tanggal 4 Desember 2016. Aksi 412 alias Aksi Bela Ahok ini mereka namakan Aksi Parade Kita Indonesia.
Motor Aksi 412 ini adalah para pendukung Ahok terutama Parpol yang mengusung Ahok-Djarot di Pilgub DKI 2017 seperti PDIP, Nasdem, Golkar dan Hanura beserta para Loyalis Ahok, kalangan Liberalis dan anti Islam.
Aksi 212 menjadi aksi terbesar di dunia dan dikagumi orang sedunia. Aksi dahsyat ini dihadiri oleh delapan juta umat yang datang dari mana-mana. Semua yang hadir ikhlas datang lillahi ta'ala, tanpa ada yang membayar tapi justru merogoh kocek sendiri, semuanya semata demi untuk membela agama Allah. Aksi pun berlangsung dengan tertib, damai dan membius dunia.
Aksi 212 juga menjadi Sholat Jum'at terbesar di dunia dengan Habib Rizieq Shihab sebagai Khatib dan KH Nasir Zein sebagai Imam Sholat.
Ketika hujan mengguyur saat Sholat Jum'at dilakukan di tempat terbuka, tak satupun jama'ah dari jutaan jama'ah yang hadir untuk bergeser dari tempatnya. Aksi 212 memang benar-benar terlalu indah untuk dilukiskan dengan kata-kata. Subhanallah...
Sebaliknya Aksi 412 malah jadi bahan tertawaan masyarakat karena sepinya massa yang hadir, teramat sangat jauh lebih kecil dari jutaan Massa yang menghadiri Aksi 212.
Selain itu diantara massa yang hadir pada Aksi 412 banyak yang sengaja didatangkan dari daerah Jawa Barat dan bahkan ada dugaan mendapat bayaran.
Tak sampai disitu, dari berbagai bukti dokumentasi foto dan video terlihat jelas rumput dan tanaman banyak yang rusak diinjak-injak dan massa peserta Aksi 412 yang kemudian seperti orang kelaparan berebutan nasi bungkus.
Sampah juga bertebaran dimana-mana dan sebagai pelengkap penderitaan finalnya angin puting beliung menghancurkan tenda-tenda Aksi 412!.
Melihat berbagai kejadian "tragis" itu maka memang sangat wajar apabila kemudian kata "412" bagaikan sebuah aib yang teramat hina untuk digunakan oleh para pendukung Ahok khususnya yang mengikuti Aksi 412 tersebut.
Para Alumni 412 nampak sangat malu untuk mengakui keikutsertaan mereka pada Aksi 412, sebaliknya mereka justru sangat mengagumi Aksi 212 sampai label 212 pun coba mereka bajak dan plesetkan.
Kekompakan Massa Alumni 212 hingga hari ini juga masih terjaga terbukti dengan sangat ramainya Aksi-Aksi Damai yang diikuti oleh para Alumni 212 seperti Aksi Bela Palestina, Reuni Akbar Alumni 212, dan lain-lain. Semuanya tetap atas Komando Habib Rizieq Shihab.
Apabila kini ada beberapa kelompok yang mengklaim sebagai kelompok Wadah Alumni 212, tetap saja masyarakat tau bahwa yang resmi dan direstui oleh Habib Rizieq Shihab beserta para Ulama hanyalah Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) yang diketuai oleh KH. Slamet Ma'arif.
Dilain pihak Massa kubu 412 juga tetap solid. Walau mereka nampaknya masih menghindari melakukan Aksi Massa lagi karena kapok dengan sepi dan hancur leburnya Aksi 412.
Mereka kubu 412 ini belakangan juga menghindari menyebut-nyebut nama Ahok. Namun sampai kapanpun umat Islam tak akan pernah lupa siapa saja kelompok yang mendukung Ahok sang penista agama Islam.
Dan di Pemilu 2019 nanti baik Pileg maupun Pilpresnya diprediksi akan kembali terjadi pertarungan antara Kubu 212 (anti Ahok) vs Kubu 412 (pro Ahok) seperti di Pilgub DKI 2017 lalu.
Pada Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2017 Kubu 212 yang mendukung pasangan Anies-Sandi memperoleh total 57,96 persen suara atau 3.240.987 suara dari 5.591.353 suara sah.
Sementara, Kubu 412 yang mendukung Ahok-Djarot hanya memperoleh total 42,04 persen suara atau 2.350.366 suara.
Kemenangan super telak Anies-Sandi yang didukung Kubu 212 ini menjungkirbalikan opini banyak orang yang memprediksi Ahok-Djarot akan menang mudah satu putaran karena memiliki begitu banyak keuntungan.
Karena Ahok-Djarot adalah pasangan Incumbent, didukung oleh koalisi gemuk PDIP dan parpol besar lainnya, gencar diopinikan positif setiap hari oleh jaringan media raksasa Metro TV dan Kompas cs, didukung dana kampanye tak terbatas, "dimenangkan" oleh opini lembaga-lembaga survey sejak jauh-jauh hari sebelumnya dan berbagai keuntungan lainnya.
Namun semuanya runtuh begitu saja oleh Kubu 212 yang dikomando oleh Habib Rizieq dan para Ulama.
Apakah pada Pemilu 2019 kembali terulang?