Blunder 200 Ulama Rekomendasi Kemenag: Tak Pantas Dan Tak Tepat



Ahad, 20 Mei 2018

Faktakini.com

BLUNDER REKOMENDASI KEMENAG : HAL YANG TIDAK PANTAS DI SAAT YANG TIDAK TEPAT
=================
(Iramawati Oemar)
•••••••

Entah kenapa beberapa Menteri di Kabinet Pak Jokowi ini cenderung suka memberikan pernyataan atau melakukan tindakan maupun mengeluarkan kebijakan yang kontroversial, yang justru berakibat blunder di tengah masyarakat. Bahkan seandainya pernyataan/tindakan/keputusan itu dimaksudkan untuk "just testing the water", secara psikis telah ikut andil "menabung" emosi negatif di hati rakyat. Jangan dikira masyarakat tidak lelah batinnya, jika terus menerus disuguhi kontroversi yang seharusnya tidak perlu  terjadi.

Kali ini Kementrian Agama di bawah Lukman Hakim Syaifudin yang bikin blunder. Bermula dari terbitnya daftar berisi nama 200 orang muballigh/da'i /penceramah agama Islam yang DIREKOMENDASIKAN oleh Kemenag. Ironisnya, beberapa ustadz yang justru namanya sedang berkibar, video ceramahnya jadi trending di jagat maya, gaya ceramahnya disukai ummat dan petuahnya banyak diikuti para jamaah, justru tidak masuk dalam "200 recommended persons" tersebut.

Kenapa Kemenag harus mengeluarkan rekomendasi?!
Alasan Menag, karena pihaknya banyak mendapat pertanyaan dari masyarakat, ormas Islam, yang kebingungan saat mencari penceramah. Sehingga dengan adanya list dari Kemenag akan membuat masyarakat lebih terbantu.

Oh come on!!!
Jangan lagi-lagi MENISTAKAN LOGIKA!
Bangsa ini sudah berumur hampir 73 tahun, dan selama itu pula diberbagai daerah di Indonesia tidak pernah sepi dari ceramah agama.
Entah itu yang diadakan masyarakat di kampung (RT, RW) secara swadaya warga, atau diadakan di instansi-instansi pemerintahan mulai dari level terendah hingga tertinggi, juga kantor/perusahaan swasta, ormas hingga LSM. Jadi amatlah NAIF jika di abad XXI dimana teknologi komunikasi sudah amat canggih, orang masih perlu repot-repot bertanya pada Kemenag.
Tinggal tanya "mbah Google", kita bisa tahu yang mana Ustadz Fulan, yang mana Kyai Polan, seperti apa gaya ceramahnya, semua bisa dicari arsipnya di internet. Bahkan pendakwah agama yang kerap tampil di TV atau aktif bermedsos, lebih mudah lagi dilihat karakternya dalam berdakwah.
Mau tahu caranya mengundang?  Tanya Mbah Google siapa contact person yang biasa mengatur jadwal sang da'i.
It's so simple! Lalu untuk apa masyarakat harus tanya Kemenag?!

Konyolnya lagi, dalam menyusun nama-nama yang direkomendasikan, Kemenag juga seakam hidup di tengah hutan yang tak terhubung dengan informasi dari dunia luar. Nama-nama sekelas Ustadz Abdul Somad, Felix Siauw, Adi Hidayat, Haikal Hassan, Buya Yahya, Tengku Zulkarnaen, dll, seakan tak terdengar infonya oleh Kemenag. Kesannya Kemenag menutup mata dan telinga atas preferensi publik, atas kehendak masyarakat.
Entah berapa banyak masyarakat dan ormas yang diajak menyusun list tersebut oleh Kemenag - sebab Kemenag berdalih 200 nama itu adalah nama yang didapat sebagai masukan dari masyarakat - dibandingkan dengan jumlah viewer dalam setiap tayangan video para Ustadz yang tengah jadi idola masyarakat itu.

Rasanya alasan yang terlalu dicari-cari. Dapatkah Mentri Agama menunjukkan dokumentasi (audio visual) dan arsip notulen rapat selama proses penyusunan 200 nama tersebut?!

Jika benar 200 nama itu masukan dari masyarakat dan ormas, maka sebaiknya dibuktikan kepada publik, ormas dan kelompok masyarakat mana saja yang diajak berdiskusi menyusun daftar rekomendasi tersebut.
Agar publik tahu mana saja kelompok yang diakomodir oleh pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama). Diluar itu, yang tidak diajak atau diminta masukannya untuk menyusun daftar, berarti tidak diakomodir.
Padahal tugas Pemerintah merangkul semua kelompok, bukan malah mengkotak-kotakkan.

*** *** ***

Dengan dirilisnya 200 nama da'i yang direkomendasikan oleh Kemenag, maka mau tak mau ada kesan bahwa diluar 200 nama itu tidak - atau minimal belum - direkomendasikan Kemenag.

Ada 3 kriteria yang dipakai Kemenag untuk menentukan apakah seorang da'i layak direkomendasikan atau tidak. Yaitu : kompetensi ilmu agamanya mumpuni, reputasinya baik, dan punya komitmen kebangsaan yang tinggi.

Masalahnya : SIAPA yang layak menilai seberapa tingkat kompetensi ilmu agama seseorang?!
Ibaratnya kalau dalam ajang kompetensi menyanyi maka jurinya adalah para penyanyi kawakan yang paham betul seni suara. Jadi, kalau ajang kompetensi ilmu agama, siapa jurinya?!

Lalu soal reputasi, apa ukuran reputasi seorang da'i baik atau buruk? Reputasi baik dari "kacamata" siapa?! Jika masyarakat secara umum menganggap reputasi seorang ulama baik namun dimata Kemenag tidak baik, apakah kemudian yang "menang" adalah reputasi menurut sudut pandang Kemenag?!

Begitupun soal komitmen kebangsaan. Apa ukurannya?! Ustadz Abdul Somad, misalnya, banyak membantu masyarakat tak berpunya di pedalaman yang untuk datang kesana saja .  tidak mudah.
Habib Rizieq Shihab dan FPI-nya, banyak terlibat dalam setiap penanggulangan bencana di berbagai daerah. Dan masih banyak da'i lainnya yang berkiprah di tengan masyarakat di pedalaman, sehari-hari berjibaku bersama rakyat miskin, membersamai mereka untuk membantu wong cilik tanpa pamrih dan tanpa maksud politis.
Apakah kerja-kerja nyata para da'i seperti itu masih diragukan komitmen kebangsaannya?!

Meski Mentri Agama berkilah bahwa ini hanya tahap pertama dan nanti bisa saja ada revisi sesuai masukan masyarakat, namun tetap saja ada perbedaan "kasta" antara 200 orang yang tahap pertama dengan yang baru dimasukkan pada tahap berikutnya.
Apalagi kalau kesannya beberapa nama baru dimasukkan setelah ada "tekanan" opini publik.

Yang ada justru beberapa nama penceramah yang sudah masuk dalam daftar rekomendasi Kemenag, kini meminta namanya dicoret saja.
Sabtu pagi di TV One,  seorang Ustadz yang menurut pengakuannya setahun lalu pernah jadwal ceramahnya di sebuah BUMN mendadak dibatalkan dengan alasan "perintah dari atas", ternyata kini namanya masuk dalam "the 200 recommended". Akhirnya, secara terbuka beliau meminta kepada Menteri Agama agar namanya dikeluarkan dari daftar.

Sebaliknya, para ulama dan da'i yang namanya tidak masuk dalam daftar 200 itu, justru tidak ingin namanya dimasukkan.
Nah, bukankah ini malah jadi tamparan keras bagi Kemenag?!
Yang namanya sudah masuk daftar merasa tidak nyaman dan minta dikeluarkan dari daftar. Sedangkan yang namanya belum masuk daftar, ogah dimasukkan.
Jadi, revisi macam apa yang bisa dibuat Kemenag?! Alih-alih dari 200 nama naik jadi 300 nama, yang ada malah berkurang dari 200.
Kalau sudah begini, siapa yang malu?!
Ya jelas KEMENAG sendiri.

Tak perlulah Pemerintah mencoba mengarahkan selera masyarakat terhadap penceramah agama. Toh kalau seorang da'i  ceramahnya tidak baik, cara penyampaiannya tidak menarik, dengan sendirinya masyarakat tak akan suka dan lama-lama ditinggalkan.
Merekomendasikan sejumlah da'i dan tidak merekomendasikan lainnya hanya akan memecah belah ummat. Disadari atau tidak, akan tercipta kesan ada Ustadz pro pemerintah dan yang tidak pro.
Pemerintah sendirilah yang menciptakan DIKOTOMI ini.

Adapun opini yang berkembang di masyarakat, justru makin mempertajam perpecahan. Ada kelompok yang mungkin mendukung dikeluarkannya daftar penceramah terekomendasi tersebut. Tapi yang kontra lebih banyak. Sebab para penggemar ustadz-ustadz yang namanya tidak masuk daftar pasti merasa marah dan kecewa dengan keputusan Kemenag yang sangat tidak tepat ini.

Langkah yang tidak sepantasnya dilakukan itu makin tidak mengundang simpati karena dikeluarkan disaat yang tidak tepat. Yaitu disaat ummat Islam sedang disudutkan karena issu bom. Keluarnya rilis dari Kemenag itu seolah mendukung penyudutan kepada sekelompok pendakwah.

*** *** ***

Sudahlah Pak Menteri Agama, masa bhakti anda hanya tinggal tak sampai satu setengah tahun lagi. Ketimbang mengeluarkan list 200 penceramah agama yang direkomendasikan, lebih baik mengeluarkan list nama-nama travel biro umroh dan haji yang tidak direkomendasikan.
Itu akan jauh lebih bermanfaat dan lebih mendesak bagi ummat Islam. Sebab membantu ummat Islam menyaring mana travel biro umroh dan haji yang potensial bermasalah.
Tampaknya Kemenag perlu merumuskan skala prioritas, mana yang membawa maslahat bagi ummat dan mana yang justru menimbulkan mudharat karena menyebabkan perpecahan di kalangan ummat Islam.

#penulis adalah sahabat aki di kompasiana dan kritikus yang fb-nya berkali2 diblokir fb indonesia karena sikap kritisnya