Dikira Limbah Tinja Diolah Untuk Diminum, Ini Penyebab Ahokers Gagal Paham


Sabtu, 26 Mei 2018

Faktakini.com, Jakarta - Para Haters Anies - Sandi kembali melakukan pamer kebodohan yang sangat - sangat - sangat paripurna. Karena gagal mengerti soal pengolahan limbah, mereka malah beramai-ramai jadi pamer kebodohan.

Entah karena dalam pikiran mereka memang sudah ngebet ingin minum air hasil pengolahan limbah tinja (kotoran manusia) atau semata karena bodoh saja, mereka kira air limbah tinja itu diolah untuk diminum sehari-hari.

Berikut penjelasan soal tersebut oleh Ismail Fahmi.

Ismail Fahmi

Berita Inovasi Anak Bangsa Diubah Menjadi Noise

Sebelumnya Drone Emprit mengajak pemerintah untuk bisa menangkap sinyal dari berbagai bercakapan warganya yang terdengar seperti noise. Kali ini ada contoh yang kebalikannya. Sebuah inovasi anak bangsa, untuk memecahkan masalah akut di ibu kota, ditanggapi oleh buzzer pemerintah dengan cara yang menarik: mengubah sinyal (inovasi) menjadi noise (serangan).

PROBLEM

Setiap hari IPLT Duri Kosambi menampung 150 kubik limbah tinja. Yang mampu diolah hanya sebanyak 80 meter kubik per hari. Pengolahan ini harus dilakukan agar  kualitas air bekas domestik ini memenuhi syarat sebelum dibuang ke sungai.

INOVASI

Saat ini alat pengolahan limbah ada yang dijual seharga Rp 3 miliar dengan kapasitas 40 meter kubik dalam e-catalog.

Andrich, sebuah alat pengolah limbah karya Andri dan Chairunnas, dua putra dari Sumatera Barat, bisa bekerja lebih efisien dengan harga lebih murah. "Punya kami kapasitasnya 80 meter kubik per hari, dua kali lipatnya, dengan harga setengahnya, sekitar Rp 1,5 miliar," ujar Andri. (Kompas)

Kualitas air hasil olahan sangat bagus, bahkan sampai bisa diminum kalau mau. "Bisa diminum" ini menunjukkan level kualitas air. Bukan berarti akan digunakan sebagai air minum. Namun kalau mau silahkan.

SOLUSI

"Target PD PAL Jaya dan PT MJH Lestari Internasional (Andrich) akan memasang 200 unit untuk 3 tahun ke depan. Betul, kita langsung konkret saja. 200 unit ini karya anak bangsa, perlu dibela. Saya terinspirasi bahwa kalau kita tidak bela, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi," ujar Sandiaga.

"Saya berharap akan menghasilkan 50 meter kubik per hari untuk menyirami 9 hektar lahan hijau dan dua yang ada di sekitar wilayah sini. Mangga, timun suri, pepaya, tadi singkong juga bisa diairi di sini," kata Sandiaga. (Kompas)

RESPONSE WARGANET

Bagaimana warganet meresponse inovasi dan solusi dari problem akut pengolahan limbah di DKI Jakarta ini?

Drone Emprit memonitor kata kunci "tinja, jamban" dan memfilternya dengan "Dki, jakarta, sandiaga, pengolah, minum."

Dari grafik SNA tampak hanya ada 1 cluster besar yang membahas ini. Dari Most retweeted status, bisa dilihat bahwa mereka semua beranggapan kalau air hasil olahan ini nantinya untuk AIR MINUM WARGA DKI.

"Sabar sabar... Rumah DP 0 persen masih belum jadi. Sementara minum air tinja dulu ya..." -- Dennysiregar7

"Usul aja nih pak @sandiuno , apa tdk lebh baik disurvey dulu masyarakt mau gak minum air yg diproses dr tinja? Biar gak mubazir nanti mesin2 dah diinstall sementara masyarakt TDK mau , kecuali memang dr awal warga OKOC dengan ide ini. Mhn dipertimbangkan" -- dr_tompi

"warga jabar dapat bandara baru, warga DKI dapat air sulingan dari Tinja 🤣
#HaturNuhunJokowi" -- permadiaktivis

"Wadoohh...dalam waktu kedepan warga Dki akan bisa menikmati air minum dr hasil olahan Tinja.
Saya rasa ada baiknya sebagai uji coba alirkan saja kerumah" pendukung anda 58%, kami yg 42% ingin lihat hasilnya spt apa dan lebih pilih air mineral. 😂😂" -- embah72

"Innalilahi mau jadi apa Jakarta ini ya Alloh warganya mulai dikampanyekan minum air olahan TINJA...Bukannya Alloh menciptakan air tiada batas Merupakan Sunnatuloh yg turun ke tanah...@aniesbaswedan dan @sandiuno masih ingat antum?" -- AaJymi

"Air limbah tinja mau di olah menjadi air minum..
Seketika 1 DKI mulutnya pada bau Tokai..
Kayak mulut "orang2" yang duduk di senayan." -- Airin_NZ

Dan masih banyak lagi.

Anggapan ini berdasarkan dari headline berita yang diambil dari Kompas "DKI Kini Bisa Ubah Limbah Tinja Jadi Air Siap Minum dalam Setengah Jam." Jika hanya melihat judul2 yang dibuat media mainstream ini, memang mereka tidak salah.

Hanya satu orang di peta SNA itu yang berusaha meluruskan:

"Ini toh yg diributkan Kacungers..
Telan judul, lupa ngunyah paragraf terakhir ya Cung?
DKI Kini Bisa Ubah Limbah Tinja Jadi Air Siap Minum dalam Setengah Jam http://kom.ps/AFy3Tx " -- mbahUyok

Di dalam paragraph yang discreenshot, dijelaskan sebagai berikut:

"Saya berharap akan menghasilkan 50 meter kubik per hari untuk menyirami 9 hektar lahan hijau dan dua yang ada di sekitar wilayah sini. Mangga, timun suri, pepaya, tadi singkong juga bisa diairi di sini," kata Sandiaga. (Kompas)

Dirut PD PAL Jaya Subekti mengatakan air bersih tersebut bukan ditujukan menjadi air minum. Air tersebut menurutnya lebih ditekankan untuk penggunaan sehari-hari.

"Memang kalau air bersih, ini lah. Pokoknya dia bisa menjadi air bersih. Bukan air minum lah. Jadi memang air bersih yang bisa digunakan untuk utilitas. Untuk nyuci mobil gitu-gitu, gitu-gitu lah," jelas Subekti saat dihubungi, Jumat (25/5/2018). (Detik)

CLOSING: INOVASI MENJADI NOISE

Bagaimana mungkin sebuah headline berita tentang inovasi dan solusi atas masalah IPAL menjadi pembicaraan  warganet yang negatif sentimennya? Salah satunya karena mereka hanya membaca headline Kompas yang memang mengasosiasikan alat pengolah ini dengan air minum, dan mereka tidak membaca sampai detail paragraph di dalamnya.

Jika ini dilakukan oleh warganet biasa, tentu tidak terlalu masalah. Tapi dari peta SNA, tampak narasi negatif ini secara masif dan aktif dilakukan oleh sebuah cluster yang dikenal sebagai pendukung pemerintah, dengan tingkat interaksi yang tinggi.

Alih-alih mengubah noise menjadi sinyal, ini malah sebaliknya, mengubah sinyal menjadi noise.

Mendekati 2019, saya kira bukan hanya presiden yang harus punya prestasi baik dan dibangun citra baiknya. Namun para pendukungnya juga perlu menunjukkan kemampuan menjadi 'telinga' bagi pemerintah. Bukan sebaliknya malah menjadi 'buzzer' atau 'pembuat bising'.

Sekedar saran aja, mereka harus membangun citra positif, sehingga publik merasa tenang dan senang bahwa pendapat publik akan didengar oleh para pendukung ini, dan diteruskan kepada pemerintah. Mereka perlu menggunakan pendekatan "kita", bukan "kami" - "kalian".