UU Ormas Baru Pertama Kalinya Digunakan dan Gagal untuk Menjerat Aktivis FPI


Senin, 21 Mei 2018

Faktakini.com

Pers Release:

UU Ormas Baru Pertama Kalinya Digunakan dan Gagal untuk Menjerat Aktivis FPI

Untuk pertama kalinya di Indonesia aktivis Islam dituntut menggunakan UU Ormas yang baru, yaitu UU No 16 tahun 2017. Dalam Tuntutannya di PN Klaten Jaksa menuntut 8 bulan pidana penjara kepada 4 aktivis simpatisan FPI, Klaten. Jaksa meyakini bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 82a  terkait dengan pasal 59 ayat (3) huruf d UU No 16 tahun 2017, "Ormas dilarang melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan
wewenang penegak hukum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan."

Di dalam pledoinya para Penasehat Hukum aktivis Islam tersebut mendalilkan bahwa sesuai dengan fakta persidangan, unsur dalam pasal 59 ayat (3) huruf d tidak terpenuhi karena pasal tersebut sesuai dengan Penjelasannya mempunyai syarat, yaitu "Yang dimaksud dengan "kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum" adalah tindakan
penangkapan, penahanan dan membatasi kebebasan
bergerak seseorang karena latar belakang etnis, agama
dan kebangsaan yang bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku."
 Harus karena latar belakang" etnis, agama
dan kebangsaan". Terbukti di dalam persidangan perbuatan para Terdakwa bukan karena latar belakang etnis, agama
dan kebangsaan.

Dakwaan tersebut sangat jelas dan meyakinkan tidak terbukti. Sehingga para Terdakwa terlepas dari satu-satunya tuntutan Jaksa tersebut. Jadilah UU Ormas yang baru gagal menjerat aktivis Islam.

Namun drama belum berakhir, ternyata Majelis Hakim memvonis dengan sesuatu yang jarang terjadi di dunia peradilan, menggunakan pasal yang tidak dituntut oleh Jaksa. Hakim menilai bahwa para tamu Hotel Srikandi yang ternyata bukan pasangan suami isteri dan telah terbukti bersalah dengan putusan Pengadilan Negeri Klaten melakukan perbuatan asusila, mereka merasa ketakutan karena didatangi oleh orang yang menggunakan pakaian FPI. Sehingga oleh karenanya Majelis Hakim menjatuhkan hukuman percobaan dengan 5 bulan kurangan penjara jika dalam masa 6 bulan melakukan perbuatan pidana lagi, sesuai pasal 335 KUHP.

Penasehat Hukum mempunyai bukti fakta persidangan bahwa para saksi korban ketakutan bukan karena datangnya orang berbaju FPI, tetapi mereka takut jika ketahuan keluarganya. Bahkan salah satu Hakim sempat menasihati sebaiknya keluarganya diberitahu agar para saksi korban atau pelaku asusila tidak mengulangi lagi berbuat zina/selingkuh.
Semua fakta persidangan tersebut dan fakta-fakta yang lain terekam semua dengan baik, maka Penasehat Hukum akan melakukan upaya hukum dengan mengajukan banding atau kasasi terhadap putusan Majelis Hakim tersebut.

Upaya ini dilakukan demi menjaga kehormatan amar makruf nahi munkar serta demi menyelamatkan generasi muda yang kondisi sosialnya sudah sangat memprihatinkan di kawasan Prambanan.

Penasehat Hukum/TPAI

MS KALONO
(0818256979)
AVIK ANSHORI (082325218778)