Fenomena Pilkada 2018: Membidik Kotak Kosong

Sabtu, 30 Juni 2018

Faktakini.com

*FENOMENA PILKADA 2018 : MEMBIDIK KOTAK KOSONG*

Di Pilkada Serentak 2018, ada 16 calon yang bertarung melawan kotak kosong untuk pemilihan wali kota dan bupati. Masing-masing diantaranya Padang Lawas Utara Sumatera Utara, Prabumulih Sumatera Selatan, Kabupaten Tangerang Banten, Kota Tangerang Banten, Tapin Kalimantan Selatan, Mamasa Sulawesi Barat, Minahasa Tenggara Sulawesi Utara.

Lalu ada pula Mamberamo Tengah Papua, Jayawijaya Papua, Kabupaten Puncak Papua. Selain itu Deli Serdang Sumatera Utara, Lebak Banten, Pasuruan Jawa Timur, Enrekang Sulawesi Selatan, dan Bone Sulawesi Selatan.

Di Ibu Kota SULSEL, Pemilihan Wali Kota Makassar sendiri berlangsung seru. Dua kubu yaitu pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) dan kubu kotak kosong lain mengklaim kemenangan lewat hasil quick count atau hitung cepat.

Lantas bagaimana jika nantinya hasil real count KPU menyatakan calon tunggal kalah melawan kotak kosong? Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada. Lebih rinci lagi dijabarkan pada Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018 tentang pilkada dengan Satu Pasangan Calon.

PKPU Nomor 13 Tahun 2018 mengatur, Pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh suara sah lebih dari 50 persen. Jika tak sampai, Pilkada ditunda ke Pilkada selanjutnya yang ditetapkan KPU sesuai ketentuan perundang-undangan, yakni tahun 2020. Pasangan calon yang kalah boleh mencalonkan diri kembali.

Karena Pilkada ditunda, maka ada kekosongan kekuasaan. Untuk mengantisipasi pemerintah dalam hal ini Kemendagri akan menugaskan penjabat untuk menjalankan pemerintahan sampai ada kepala daerah hasil pilkada.

Kotak Kosong telah menjadi pilihan dan mengeluarkan taking nya, manakala  SOSOK PASLON yang tersedia tidak memenuhi aspirasi RAKYAT.

_Ternyata benar bahwa KOTAK KOSONG NYARING BUNYINYA !_ 😉

*BAIM TAN [ ]*
*)Dari Berbagai Sumber