Akmal Nasution: Demi Kerukunan Bekasi Dan Keadilan, Bebaskan Moh Suherman


Senin, 16 Juli 2018

Faktakini.com

*DEMI KERUKUNAN KOTA BEKASI, TEGAKKAN KEADILAN, BEBASKAN MOH. SUHERMAN*

Oleh:
*Akmal Kamil Nasution, SH*
_(LBH Pelita Umat Korwil Kepri)_

 *Moh Suherman* diduga melakukan tindak pidana penyebaran ujaran provokatif di media sosial _whatsup_ Setelah sebelumnya ada laporan pendeta Yohanes Nur atas sebaran photo/gambar yang berisi dugaan perjanjian antara Drs. H. Rahmad Effendi (Wali Kota Bekasi) dengan Pdt. Joskusport Silalahi.,SH (persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Setempat Kota Bekasi), Romo Yustinus Kasaryanto.Pr (Gereja Dekenat Katolik Bekasi), Pdt. Yohanes Nur,STh (Badan Musyawarah Antar Gereja Lembaga  Kristen Indonesia/BAMAGLKKI Kota Bekasi) dan Pdt. Dr.Subagio Sulistyo (Persekutian Gereja-Gereja Pentakosta Indonesia/PGPI Kota Bekasi).

Pada photo/gambar itu diduga ada perjanjian terkait Pilkada dengan isi perjanjian:

1). _Pihak pertama (Dr. H. Rahmat Efendi yang saat ini Walikota terpilih) akan memberikan perlakuan yang adil dan bijaksana kepada pihak ke dua (para Pendeta/Romo di atas) beserta umat Kristen dan Katolik Kota Bekasi. Salah satu bentuk keadilan tersebut adalah pihak pertama akan memberikan kemudahan kepada pihak kedua untuk mendirikan rumah ibadah (gereja) disemua wilayah kota Bekasi dengan target 500 gereja selama 5 tahun_.

2). _Pihak Pertama akan mejaga kebinekaan dan toleransi beragama secara terus menerus di kota Bekasi. Jika ada masyarakat mayoritas muslim kota Bekasi melakukan intoleransi beragama kepada pihak kedua maka pihak pertama akan menindak tegas susuai dengan aturan hukum yang berlaku_.

3). _Pihak kedua bersama umat Kristen dan Katolik kota Bekasi akan memberikan dukungan politik kepada pihak pertama. Bentuk dukungan berupa suplay logistik disetiap TPS dan dukungan suara dalam pencoblosan di TPS pada tanggal 27 Juni 2018_.

4). _Pihak Kedua akan membantu mengkampanyekan pihak pertama kepada masyarakat kota Bekasi melalui gereja-gereja dan aksi sosial lainnya_

Sebelumnya Moh. Suherman mendapatkan kiriman gambar/photo itu dari orang lain, sehingga dipastikan bukanlah dari beliau sumber pertama photo/gambar itu, setelah ia terima ia teruskan ke lima nomor _whatsApp_ yang ada di _handphone_ beliau tanpa ada kalimat tambahan apapun apalagi ujaran provokatif SARA.

Penyebaran photo/gambar hanya kepada lima nomor _whastApp_ tidak keseluruh nomor _whatsApp_ yang ada di _handphone_ beliau menunjukkan bahwa tindakan itu tidak lebih hanya untuk *konfirmasi/minta pendapat bukan untuk memprovokasi*. Padahal bisa saja bagi Moh. Suherman menambahkan kalimat di bawah photo/gambar itu misalnya dengan kalimat _"jangan pilih calon Gubernur pro Kristen"_ atau _"minoritas kristen semakin melunjak, hancurkan gereja-gereja, bunuh pendeta-pendeta ini"_ dsb. Padahal pilihan penambahan kalimat dibawah photo/gambar tersedia diaplikasi _whatsApp_ namun Moh. Suherman tidak melakukannya.

Kelima nomor _whatsApp_ yang di share oleh Moh. Suherman tidak ada satupun yang melaporkan beliau ke Polisi, justru Pendeta Yohanes Nur yang membuat laporan yang sebelumnya tidak dikenal oleh Moh. Suherman sehingga menjadi tanda tanya bagi tim Pengacara Moh. Suherman kenapa Pendeta Yohanes Nur yang melaporkan ?, kenapa tidak pemilik 5 nomor _whatsApp_ yang dishare Moh. Suherman yang melaporkan ? Kenapa Yohanes Nur tidak melaporkan orang yang mengirim photo/gambar itu kepada dirinya ?. Apakah Moh. Suherman memang sudah di Target ?.

Dari kelima nomor _whatsApp_ yang dikirim oleh Moh. Suherman, perlu dibuktikan apakah kelima pemilik nomor tersebut terprovokasi dengan adanya kiriman Moh. Suherman ?, apabila benar maka terprovokasinya dalam bentuk apa ? kalau tidak maka semakin teranglah Moh. Suherman bukan untuk memprovokasi, tapi hanya meminta pendapat (konfirmasi).

Dari kiriman photo/gambar Moh. Suherman harus juga dibuktikan oleh pendeta Yohanes Nur, bahwa ada *kerugian secara langsung* yang dirasakan/diderita atas kiriman itu, kalau tidak ada maka dapat dikatakan bahwa Moh. Suherman bukanlah orang yang tepat untuk dilaporkan atau diproses secara pidana.

Dikarenakan photo/gambar itu dijadikan sebagai bukti, maka photo/gambar itu harus diuji fuslabfor untuk membuktikan kebenarannya. Sehingga publik dapat mengetahui kebenaran/keaslian photo/gambar itu dengan terang benderang. Sebab banyak publik menduga photo/gambar itu memang benar, ada tanda tangan, stempel basah dan redaksi perjanjian yang tampak dibuat dengan profesional.

Semua pihak yang disebutkan dalam perjanjian harusnya diperiksa oleh polisi dan nantinya akan dihadapkan didepan majelis hakim untuk diminta keterangan, sehingga bagi publik semakin terang benderang benar atau tidaknya perjanjian itu.

Dikarenakan masalah ini adalah masalah keumatan, berkenaan dengan umat kristen dan Islam maka dapat dipastikan akan disorot oleh publik, baik media maupun yang akan hadir dipersidangan dan pembahasan perjanjian itu akan diulang-ulang karena tidak cukup satu kali pemeriksaan. Persoalan ini, akan berpotensi menimbulkan kontraksi hubungan umat Islam dan Kristen akan. Selain perkara sumir, sebaiknya perkara ini dihentikan untuk menghindari gejolak. Karenanya, sepatutnya kasus ini ditutup karena memang tidak terpenuhi unsur pidana sebagaimana termaktub dalam pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Sisi lain, apabila kasus ini tetap dilanjutkan akan menjadi penegasan bagi publik bahwa Kepolisian tidak adil, tegas dan sigap terhadap umat Islam dan lamban terhadap pihak yang menghina Islam, seperti Sukma Wati, Viktor Laiskodat, Joshua, Cornelis dsb.

Umat akan menilai, bagi mereka yang berada dibarisan umat Islam seperti Ust. Alfian Tanjung, Jonru Ginting, Asma Dewi, Rini Sulistiawati dll Polri begitu sigap, tapi mereka yang melukai hati umat Islam, proses hukum begitu lamban padahal bukti sudah ada, ujaran penghinaan/penodaan terhadap ajaran agama Islam jelas. Tidak tampak kelanjutan proses hukum, ada yang diproses seperti Sukmawati tapi Polri malah memberikan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Dalam kasus ini, Jangankan memberikan SP3 kepada Moh. Suherman permohonan penangguhan penahanan saja Polri belum mengabulkan.

Dari kiriman Moh. Suherman tidak terjadi konflik antar umat beragama, yang Penulis khawatirkan justru konflik itu akan terjadi *setelah  adanya laporan Pendeta Yohanes Nur* karena yang melaporkan berstatus Pendeta dan Umat Islam tidak akan tinggal diam.

Apalagi umat Islam saat ini menilai penyelesaian masalah melalui jalur hukum akan sulit mendapatkan keadilan, apabila berlarut maka akan berpotensi terjadinya konflik Islam dan Kristen, apalagi di Bekasi itu banyak jawara yang siap mengorbankan apapun untuk agamanya. Awalnya memang di Bekasi tapi itu akan merembet. Untuk menghindari itulah kasus Moh. Suherman sepatutnya di tutup.

Wallahua'lam. [].

Sumber:

https://lbh-pelitaumat.com/2018/07/15/demi-kerukunan-tegakkan-keadilan-bebaskan-moh-suherman/