Aksi Jihad Bagi Seorang Ibu
Sabtu, 7 Juli 2018
Faktakini.com
*AKSI JIHAD BAGI SEORANG IBU*
Oleh: Ali Akbar bin Aqil
Menjelang bulan Ramadhan yang lalu kita dikejutkan oleh serangkaian aksi pengeboman yang menyasar sejumlah tempat ibadah. Kejadian ini telah merenggut nyawa manusia yang tak bersalah. Tentu kita semua sebagai sesama umat beragama dan sebagai sesama anak bangsa patut berduka dan menaruh simpati kepada para korban.
Ada yang mengejutkan dari rentetan aksi teror ini ketika seorang pelaku teror adalah seorang ibu rumah tangga. Ia dan dua putrinya yang masih kecil meledakkan diri di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro Surabaya pada Minggu (13/5/2018). Nama si ibu Puji Kuswati dan nama dua putri kecilnya Fadilah Sari (12) dan Pemela Riskika (9).
Usai aksi teror, kata jihad menjadi mengemuka dan menjadi buah bibir banyak orang. Seolah jihad identik dengan penumpahan darah, pencabutan nyawa, dan pembunuhan terhadap sesama. Jihad yang merupakan ajaran Islam yang mulia dan agung disalah artikan menjadi aksi keji yang menghalalkan darah tanpa alasan yang dapat dibenarkan.
Akibatnya, masyarakat yang masih awam menjadi antipati terhadap sejumlah syiar islam. Mereka memandang wanita yang bercadar atau pria yang berjanggut dan bercelana di atas mata kaki sebagai orang yang patut diwaspdai dan dicurigai. Terjadilah terorisasi syiar Islam seperti cadar, celana di atas mata kaki, sarung, kopiah, jilbab lebar, janggut, dan sebagainya.
Puji Kuswati adalah seorang ibu rumah tangga. Ia memiliki empat anak, terdiri dari dua putra dan dua putri. Aksi nekad yang dilakukannya itu terjadi sebagai akibat mengikuti aliran dan ajaran sesat yang mengajarkan kejahatan atas nama agama. Bahkan ia rela mengorbankan darah dagingnya sendiri.
*Dua Macam Jihad*
Dalam Islam, jihad seorang ibu rumah tangga tidak sama dengan jihad bagi kaum laki-laki. Itu sebabnya lapangan jihad sangat luas, tidak sebatas perang mengangkat senjata, dan perang secara fisik melawan orang-orang kafir yang memerangi dan mengusir kaum muslim dari rumah-rumah mereka. Jihad juga bisa dimaknai sebagai upaya sungguh-sungguh dalam menegakkan Islam.
Oleh karena itu, dalam Islam jihad memiliki banyak variasi, terlebih bagi seorang wanita muslimah. Kalau kita telusuri sejumlah riwayat, kita akan menemukan macam-macam jihad bagi seorang muslimah dalam kehidupan di dunia ini. _Pertama,_ jihad seorang wanita dalam bentuk menunaikan Haji dan Umroh. Seorang wanita yang berangkat ke Tanah Suci guna melaksanakan Haji dan Umroh terhitung sebagai aktifitas yang berpahala jihad di jalan Allah SWT.
Pada suatu hari Ibunda Aisyah RA bertanya kepada Rasul SAW, “Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?” Nabi menjawab, “Jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu Haji dan Umrah.” Dari sini kita tahu, jika seorang muslimah dari keluarga kita ingin berjihad, maka lakukan Haji dan Umroh bagi yang mampu menunaikannya. Pahalanya sama seperti berjihad di medan perang bagi kalangan kaum Adam.
_Kedua,_ seorang muslimah dapat meraih pahala jihad dengan cara menyiapkan bekal untuk suami yang berangkat ke medan perang, dan bersikap ikhlas melepas kepergiannya untuk berjuang di jalan Allah. Dengan dukungan moral yang diberikan oleh seorang istri atau ibu rumah tangga kepada suaminya dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Allah, berjihad, berdakwah, menuntut ilmu, maka sang muslimah mendapat pahala seperti pahala yang diperoleh suaminya.
Berkenaan jihad kedua ini terdapat sebuah riwayat yang berisi dialog antara seorang sahabat wanita bernama Asma binti Yazid al-Anshariyah. Dia datang menemui Nabi untuk menyampaikan kegelisahan kaum muslimah kala itu karena mereka merasa tersisihkan dari medan jihad. Mereka merasa dianak-tirikan dengan kelebihan laki-laki yang bisa berperang dengan mendapat pahala yang besar. Mereka juga ingin beramal kebaikan agar mendapatkan kebaikan seperti kaum pria.
Asma berkata, “Saya adalah utusan para wanita yang ditunjuk untuk menemuimu. Allah mengutusmu kepada seluruh kaum laki-laki dan wanita, maka kami beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu. Tapi kami kaum wanita berada dalam keterbatasan, sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat dan mengandung anak-anak kalian. Sementara kalian kaum pria memiliki keunggulan dengan shalat jumat, shalat berjama`ah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari itu adalah jihad di jalan Allah. Jika seorang dari kalian pergi Haji atau Umroh atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang menenun pakaian kalian, yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan kebaiakn sama seperti kalian?”
Setelah puas menyampaikan aspirasi kaum hawa kepada nabi yang didasari pada kecemburuan soal ibadah, Nabi menoleh dengan seluruh wajahnya ke arah para sahabat. Para sahabat sama sekali tidak menduga akan muncul pertanyaan cerdas seperti itu. Nabi menegok kepada Asma dan berkata, “Ibu, pahamilah dan beritahukan kepada para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridhanya serta kepatuhannya terhadap keinginannya, menyamai semua itu.” Mendengar jawaban Nabi, wanita yang bertanya ini pulang dengan wajah berseri-seri.
Ini berarti bahwa semua aktifitas yang disebutkan oleh si wanita yang menunjukkan keunggulan kaum laki atas wanita, bisa disamai oleh kaum wanita dengan amalan yang disebutkan oleh Nabi SAW, yakni taat kepada suami, meraih ridha suami, dan patuh kepada suami selama dalam kebaikan.
Jihad seorang wanita adalah mengurus rumah dan membesarkan anak, mengandung lalu melahirkan anak, taat kepada suami dan mengakui hak-haknya, atau melaksanakan Haji dan Umroh. Semua ini adalah amalan-amalan bagi seorang ibu rumah tangga yang setara dengan amalan jihad.
Wanita yang taat kepada suaminya, menaati segala perintahnya selain perintah maksiat, akan mendapat garansi surga. Nabi SAW bersabda, _“Apabila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, patuh terhadap suami serta menjaga kehormatannya dari tindak perselingkuhan, niscaya dia masuk surga.”_ (HR. Ibnu Hibban).
Islam datang sebagai agama yang mendatangkan kehidupan ideal di dunia dan akhirat. Islam berpihak kepada semua kalangan. Kaum pria dan wanita yang beriman memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam menegakkan Islam. Tidak ada ajaran dalam Islam yang hanya menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain. Buktinya, jihad yang mungkin hanya bisa dilakukan oleh kaum pria, ternyata dapat dilakukan oleh kaum muslimah dalam bentuk yang lain dan dengan pahala yang sama seperti jihad itu sendiri.
Semoga ke depan tidak ada lagi pihak-pihak yang mengatas namakan agama melakukan aksi keji berupa perusakan dan pengeboman yang tidak pada tempatnya, terlebih yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga yang seharusnya berjihad dengan cara-cara yang sudah diajarkan oleh Rasul SAW.
*(Tulisan ini telah dimuat di Majalah Cahaya Nabawiy Edisi No. 172 Syawal-Dzul Qa'dah 1439 H / Juli 2018 M, Rubrik Nisaa'una)*
Faktakini.com
*AKSI JIHAD BAGI SEORANG IBU*
Oleh: Ali Akbar bin Aqil
Menjelang bulan Ramadhan yang lalu kita dikejutkan oleh serangkaian aksi pengeboman yang menyasar sejumlah tempat ibadah. Kejadian ini telah merenggut nyawa manusia yang tak bersalah. Tentu kita semua sebagai sesama umat beragama dan sebagai sesama anak bangsa patut berduka dan menaruh simpati kepada para korban.
Ada yang mengejutkan dari rentetan aksi teror ini ketika seorang pelaku teror adalah seorang ibu rumah tangga. Ia dan dua putrinya yang masih kecil meledakkan diri di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro Surabaya pada Minggu (13/5/2018). Nama si ibu Puji Kuswati dan nama dua putri kecilnya Fadilah Sari (12) dan Pemela Riskika (9).
Usai aksi teror, kata jihad menjadi mengemuka dan menjadi buah bibir banyak orang. Seolah jihad identik dengan penumpahan darah, pencabutan nyawa, dan pembunuhan terhadap sesama. Jihad yang merupakan ajaran Islam yang mulia dan agung disalah artikan menjadi aksi keji yang menghalalkan darah tanpa alasan yang dapat dibenarkan.
Akibatnya, masyarakat yang masih awam menjadi antipati terhadap sejumlah syiar islam. Mereka memandang wanita yang bercadar atau pria yang berjanggut dan bercelana di atas mata kaki sebagai orang yang patut diwaspdai dan dicurigai. Terjadilah terorisasi syiar Islam seperti cadar, celana di atas mata kaki, sarung, kopiah, jilbab lebar, janggut, dan sebagainya.
Puji Kuswati adalah seorang ibu rumah tangga. Ia memiliki empat anak, terdiri dari dua putra dan dua putri. Aksi nekad yang dilakukannya itu terjadi sebagai akibat mengikuti aliran dan ajaran sesat yang mengajarkan kejahatan atas nama agama. Bahkan ia rela mengorbankan darah dagingnya sendiri.
*Dua Macam Jihad*
Dalam Islam, jihad seorang ibu rumah tangga tidak sama dengan jihad bagi kaum laki-laki. Itu sebabnya lapangan jihad sangat luas, tidak sebatas perang mengangkat senjata, dan perang secara fisik melawan orang-orang kafir yang memerangi dan mengusir kaum muslim dari rumah-rumah mereka. Jihad juga bisa dimaknai sebagai upaya sungguh-sungguh dalam menegakkan Islam.
Oleh karena itu, dalam Islam jihad memiliki banyak variasi, terlebih bagi seorang wanita muslimah. Kalau kita telusuri sejumlah riwayat, kita akan menemukan macam-macam jihad bagi seorang muslimah dalam kehidupan di dunia ini. _Pertama,_ jihad seorang wanita dalam bentuk menunaikan Haji dan Umroh. Seorang wanita yang berangkat ke Tanah Suci guna melaksanakan Haji dan Umroh terhitung sebagai aktifitas yang berpahala jihad di jalan Allah SWT.
Pada suatu hari Ibunda Aisyah RA bertanya kepada Rasul SAW, “Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?” Nabi menjawab, “Jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu Haji dan Umrah.” Dari sini kita tahu, jika seorang muslimah dari keluarga kita ingin berjihad, maka lakukan Haji dan Umroh bagi yang mampu menunaikannya. Pahalanya sama seperti berjihad di medan perang bagi kalangan kaum Adam.
_Kedua,_ seorang muslimah dapat meraih pahala jihad dengan cara menyiapkan bekal untuk suami yang berangkat ke medan perang, dan bersikap ikhlas melepas kepergiannya untuk berjuang di jalan Allah. Dengan dukungan moral yang diberikan oleh seorang istri atau ibu rumah tangga kepada suaminya dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Allah, berjihad, berdakwah, menuntut ilmu, maka sang muslimah mendapat pahala seperti pahala yang diperoleh suaminya.
Berkenaan jihad kedua ini terdapat sebuah riwayat yang berisi dialog antara seorang sahabat wanita bernama Asma binti Yazid al-Anshariyah. Dia datang menemui Nabi untuk menyampaikan kegelisahan kaum muslimah kala itu karena mereka merasa tersisihkan dari medan jihad. Mereka merasa dianak-tirikan dengan kelebihan laki-laki yang bisa berperang dengan mendapat pahala yang besar. Mereka juga ingin beramal kebaikan agar mendapatkan kebaikan seperti kaum pria.
Asma berkata, “Saya adalah utusan para wanita yang ditunjuk untuk menemuimu. Allah mengutusmu kepada seluruh kaum laki-laki dan wanita, maka kami beriman kepadamu dan kepada Tuhanmu. Tapi kami kaum wanita berada dalam keterbatasan, sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat dan mengandung anak-anak kalian. Sementara kalian kaum pria memiliki keunggulan dengan shalat jumat, shalat berjama`ah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari itu adalah jihad di jalan Allah. Jika seorang dari kalian pergi Haji atau Umroh atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang menenun pakaian kalian, yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan kebaiakn sama seperti kalian?”
Setelah puas menyampaikan aspirasi kaum hawa kepada nabi yang didasari pada kecemburuan soal ibadah, Nabi menoleh dengan seluruh wajahnya ke arah para sahabat. Para sahabat sama sekali tidak menduga akan muncul pertanyaan cerdas seperti itu. Nabi menegok kepada Asma dan berkata, “Ibu, pahamilah dan beritahukan kepada para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridhanya serta kepatuhannya terhadap keinginannya, menyamai semua itu.” Mendengar jawaban Nabi, wanita yang bertanya ini pulang dengan wajah berseri-seri.
Ini berarti bahwa semua aktifitas yang disebutkan oleh si wanita yang menunjukkan keunggulan kaum laki atas wanita, bisa disamai oleh kaum wanita dengan amalan yang disebutkan oleh Nabi SAW, yakni taat kepada suami, meraih ridha suami, dan patuh kepada suami selama dalam kebaikan.
Jihad seorang wanita adalah mengurus rumah dan membesarkan anak, mengandung lalu melahirkan anak, taat kepada suami dan mengakui hak-haknya, atau melaksanakan Haji dan Umroh. Semua ini adalah amalan-amalan bagi seorang ibu rumah tangga yang setara dengan amalan jihad.
Wanita yang taat kepada suaminya, menaati segala perintahnya selain perintah maksiat, akan mendapat garansi surga. Nabi SAW bersabda, _“Apabila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, patuh terhadap suami serta menjaga kehormatannya dari tindak perselingkuhan, niscaya dia masuk surga.”_ (HR. Ibnu Hibban).
Islam datang sebagai agama yang mendatangkan kehidupan ideal di dunia dan akhirat. Islam berpihak kepada semua kalangan. Kaum pria dan wanita yang beriman memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam menegakkan Islam. Tidak ada ajaran dalam Islam yang hanya menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain. Buktinya, jihad yang mungkin hanya bisa dilakukan oleh kaum pria, ternyata dapat dilakukan oleh kaum muslimah dalam bentuk yang lain dan dengan pahala yang sama seperti jihad itu sendiri.
Semoga ke depan tidak ada lagi pihak-pihak yang mengatas namakan agama melakukan aksi keji berupa perusakan dan pengeboman yang tidak pada tempatnya, terlebih yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga yang seharusnya berjihad dengan cara-cara yang sudah diajarkan oleh Rasul SAW.
*(Tulisan ini telah dimuat di Majalah Cahaya Nabawiy Edisi No. 172 Syawal-Dzul Qa'dah 1439 H / Juli 2018 M, Rubrik Nisaa'una)*