Kenapa Pelaku Persekusi Terhadap FPI Di Bandara Tarakan Tidak Dihukum?
Sabtu, 14 Juli 2018
Faktakini.com, Jakarta - Peristiwa penghadangan dan Persekusi terhadap Rombongan Dakwah Islam FPI di Tarakan, Kalimantan Utara pada hari Sabtu pagi, 14 Juli 2018 tentu sangat mengundang keprihatinan umat Islam.
Bagaimana tidak, sekelompok massa yang berjumlah sekitar 30 sampai 40 orang nampak begitu bebas dan nyaman "wara wiri" melakukan aksi demo dan persekusi di area Bandara, padahal menurut Hukum yang berlaku di Indonesia area Bandara harus bersih dari aksi-aksi semacam itu.
Hukum menyatakan masyarakat dilarang menyampaikan pendapat atau berdemo di obyek vital transportasi nasional seperti bandara, pelabuhan dan stasiun dan seluruh warga negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk mentaatinya.
Hal itu tercantum dalam Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 18 Mei 2017.
“Penyampaian pendapat di muka umum sebaiknya dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum kecuali di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat dan obyek vital nasional,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, JA Barata dalam keterangannya, Jumat (19/5/2017).
Dalam surat edaran, dijelaskan bahwa bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan terminal angkutan adalah obyek vital transportasi. Sehingga tempat tersebut harus dilindungi dari gangguan keamanan.
Hukum dibuat, adalah untuk dipatuhi, bukan untuk dilanggar. Sungguh aneh rasanya melihat aparat penegak hukum membiarkan sekelompok orang menginjak-injak aturan yang ada.
Dan anehnya sang pelanggar hukum itu bukannya ditangkap dan menerima hukuman tetapi malah dibiarkan dan diberikan ucapan terima kasih seperti tampak dalam video viral Wakapolres Tarakan bersama para pelaku Persekusi terhadap rombongan FPI.
Lebih ironis lagi ketika tersiar kabar bahwa mayoritas dari pelaku persekusi itu bukan umat Islam. Padahal Rombongan FPI adalah para Kyai dan Ustadz seperti KH Ja'far Shiddiq dan Ustadz Haris Ubaidillah.
Dan Kalimantan Utara boleh dibilang sebagai Provinsi Muslim karena umat Islam adalah Mayoritas dengan jumlah 65,75 Persen, sementara pemeluk Kristen Protestan hanya 25,17 Persen dan Katolik lebih sedikit lagi hanya 7,60 Persen.
Aparat harus netral, mengusut tuntas dan menghukum siapapun pihak yang bersalah di mata hukum termasuk aktor intelektual dan para pelaku persekusi di Bandara Tarakan ini.
Apalagi kemudian tersiar kabar adanya keterlibatan seorang anggota DPRD dari salah satu Parpol pro pemerintah dalam aksi persekusi ini.
Foto: Wakapolres Tarakan bersama para pelaku penghadangan dan Persekusi terhadap rombongan Dakwah Islam FPI. Menurut info yang perlu dikonfirmasi lagi kebenarannya, wanita berbaju putih disamping Wakapolres Tarakan adalah Norhayati Andris, kader PDIP yang menjadi Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Utara.