Norhayati Penghadang FPI Di Tarakan: Kami Tidak Menolak Siapapun Karena Ini NKRI
Ahad, 15 Juli 2018
Faktakini.com, Tarakan - Indonesia adalah negara hukum. Segala sesuatunya harus berlandaskan hukum termasuk melakukan aksi demontrasi dan persekusi di area Bandar Udara atau Airport, hal ini adalah sebuah pelanggaran hukum.
Sangat aneh rasanya melihat Norhayati Andris seorang Kader PDIP dan Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Utara yang seharusnya mengerti hukum, tapi dari video-video yang beredar jelas terlihat ikut terlibat dalam aksi penghadangan terhadap rombongan Dakwah Islam FPI di Bandara Tarakan, Kalimantan Utara pada hari Sabtu (14/7/2018).
Dalam rekaman suara wawancara yang kemudian beredar luas, Norhayati Andris menyatakan:
"Kalau saya mewakili DPRD, dan mungkin masyarakat Kalimantan Utara. Artinya, kita tidak menolak siapa-siapa, karena ini NKRI."
Ini sungguh ucapan yang aneh, mengaku mewakili DPRD, tapi tidak ada keputusan resmi apapun dari DPRD Kalimantan Utara yang memerintahkan untuk melakukan Persekusi terhadap rombongan Ulama dan Kyai FPI pada hari Sabtu (14/7/2018).
Norhayati mengaku mewakili masyarakat Kalimantan Utara ini lebih aneh lagi, karena maksudnya masyarakat Kalimantan Utara yang mana? Pelaku persekusi ini hanya sekitar 30 sampai 40 orang saja sedangkan masyarakat Kalimantan Utara ada ratusan ribu.
Dan sekitar enam bulan lalu rombongan Dakwah Islam FPI antara lain Waketum FPI KH Ja'far Shiddiq, Habib Hanif Alatas dan lain-lain juga baik-baik saja saat mengadakan Tabligh Akbar di Berau yang merupakan tetangga Tarakan, dan tak ada gerombolan preman yang melakukan gangguan apapun.
Pernyataan Norhayati selanjutnya, "Artinya, kita tidak menolak siapa-siapa, karena ini NKRI.", pernyataan Norhayati ini sudah betul tetapi sayangnya hanya di mulut, di perbuatan justru sebaliknya ia malah ikut melakukan penolakan, penghadangan dan persekusi terhadap rombongan Dakwah Islam FPI di Tarakan.
Ucapan Norhayati Andris selanjutnya:
"Kemudian kita melihat kegiatan-kegiatan sosial FPI itu bagus sekali, baik sekali. Tetapi, sangat disayangkan terkadang ada mungkin beberapa oknum yang memakai itu dengan kekuatan, dengan menakut-nakutin atau menggunakan sesuatu yang secara diluar NKRI".
Sungguh pernyataan yang sangat ambigu dan aneh.
Pertama memuji-muji aksi-aksi sosial kemanusiaan FPI yang memang terkenal selalu turun membantu warga miskin, para korban musibah dan bencana alam walau nyaris tidak pernah diliput media.
Lalu kedua menuduh ada oknum dari FPI yang melakukan perbuatan bertentangan dengan NKRI. Oknum tersebut siapa? Harus jelas donk. Apakah "oknum" tersebut ada di dalam pesawat rombongan dakwah FPI ke Tarakan sehingga Norhayati cs menghadangnya?
Apakah Norhayati mau bila ia sendiri ditolak, dihadang dan dipersekusi di daerah-daerah lain dengan alasan adanya "oknum" anggota PDIP yang korupsi, melanggar hukum dan lain-lain?
Dan pernyataan Norhayati selanjutnya hanya mengulang-ulang bahwa ia mewakili aspirasi masyarakat Kalimantan Utara.
Padahal Kalimantan Utara boleh dibilang sebagai Provinsi Muslim karena umat Islam adalah Mayoritas dengan jumlah 65,75 Persen, sementara pemeluk Kristen Protestan hanya 25,17 Persen dan Katolik lebih sedikit lagi hanya 7,60 Persen.
Dan berdasarkan data dari Wikipedia Hampir 40% penduduk Kalimantan Utara adalah Suku Jawa yang hampir seluruhnya Muslim melalui program transmigrasi yang merupakan kelompok terbesar, disusul penduduk asal Sulawesi Selatan.
Selebihnya merupakan penduduk asli Kalimantan yaitu Suku Dayak (Lun Bawang / Lun Dayeh , Kenyah , Murut ) , Suku Banjar, Suku Bulungan, Suku Tidung dan Suku Kutai dan secara keseluruhan penduduk Kalimantan Utara umat Islam adalah mayoritas dengan jumlah 65,75 Persen.
Jangan sampai oknum dari sebuah partai politik bisa memaksakan kehendak untuk melarang Warga Negara Indonesia beraktifitas di wilayah Hukum NKRI, apalagi dengan mengatasnamakan bagian masyarakat yang lain.
Apalagi perbuatan melakukan aksi demonstrasi, penghadangan dan persekusi di Bandara Tarakan jelas perbuatan melawan Hukum.
Hukum dengan tegas menyatakan masyarakat dilarang menyampaikan pendapat atau berdemo di obyek vital transportasi nasional seperti bandara, pelabuhan dan stasiun dan seluruh warga negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk mentaatinya.
Hal itu tercantum dalam Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 18 Mei 2017.
“Penyampaian pendapat di muka umum sebaiknya dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum kecuali di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat dan obyek vital nasional,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, JA Barata dalam keterangannya, Jumat (19/5/2017).
Dalam surat edaran, dijelaskan bahwa bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan terminal angkutan adalah obyek vital transportasi. Sehingga tempat tersebut harus dilindungi dari gangguan keamanan.
Hukum dibuat, adalah untuk dipatuhi, bukan untuk dilanggar. Setuju?
Foto: Norhayati Andris
Faktakini.com, Tarakan - Indonesia adalah negara hukum. Segala sesuatunya harus berlandaskan hukum termasuk melakukan aksi demontrasi dan persekusi di area Bandar Udara atau Airport, hal ini adalah sebuah pelanggaran hukum.
Sangat aneh rasanya melihat Norhayati Andris seorang Kader PDIP dan Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Utara yang seharusnya mengerti hukum, tapi dari video-video yang beredar jelas terlihat ikut terlibat dalam aksi penghadangan terhadap rombongan Dakwah Islam FPI di Bandara Tarakan, Kalimantan Utara pada hari Sabtu (14/7/2018).
Dalam rekaman suara wawancara yang kemudian beredar luas, Norhayati Andris menyatakan:
"Kalau saya mewakili DPRD, dan mungkin masyarakat Kalimantan Utara. Artinya, kita tidak menolak siapa-siapa, karena ini NKRI."
Ini sungguh ucapan yang aneh, mengaku mewakili DPRD, tapi tidak ada keputusan resmi apapun dari DPRD Kalimantan Utara yang memerintahkan untuk melakukan Persekusi terhadap rombongan Ulama dan Kyai FPI pada hari Sabtu (14/7/2018).
Norhayati mengaku mewakili masyarakat Kalimantan Utara ini lebih aneh lagi, karena maksudnya masyarakat Kalimantan Utara yang mana? Pelaku persekusi ini hanya sekitar 30 sampai 40 orang saja sedangkan masyarakat Kalimantan Utara ada ratusan ribu.
Dan sekitar enam bulan lalu rombongan Dakwah Islam FPI antara lain Waketum FPI KH Ja'far Shiddiq, Habib Hanif Alatas dan lain-lain juga baik-baik saja saat mengadakan Tabligh Akbar di Berau yang merupakan tetangga Tarakan, dan tak ada gerombolan preman yang melakukan gangguan apapun.
Pernyataan Norhayati selanjutnya, "Artinya, kita tidak menolak siapa-siapa, karena ini NKRI.", pernyataan Norhayati ini sudah betul tetapi sayangnya hanya di mulut, di perbuatan justru sebaliknya ia malah ikut melakukan penolakan, penghadangan dan persekusi terhadap rombongan Dakwah Islam FPI di Tarakan.
Ucapan Norhayati Andris selanjutnya:
"Kemudian kita melihat kegiatan-kegiatan sosial FPI itu bagus sekali, baik sekali. Tetapi, sangat disayangkan terkadang ada mungkin beberapa oknum yang memakai itu dengan kekuatan, dengan menakut-nakutin atau menggunakan sesuatu yang secara diluar NKRI".
Sungguh pernyataan yang sangat ambigu dan aneh.
Pertama memuji-muji aksi-aksi sosial kemanusiaan FPI yang memang terkenal selalu turun membantu warga miskin, para korban musibah dan bencana alam walau nyaris tidak pernah diliput media.
Lalu kedua menuduh ada oknum dari FPI yang melakukan perbuatan bertentangan dengan NKRI. Oknum tersebut siapa? Harus jelas donk. Apakah "oknum" tersebut ada di dalam pesawat rombongan dakwah FPI ke Tarakan sehingga Norhayati cs menghadangnya?
Apakah Norhayati mau bila ia sendiri ditolak, dihadang dan dipersekusi di daerah-daerah lain dengan alasan adanya "oknum" anggota PDIP yang korupsi, melanggar hukum dan lain-lain?
Dan pernyataan Norhayati selanjutnya hanya mengulang-ulang bahwa ia mewakili aspirasi masyarakat Kalimantan Utara.
Padahal Kalimantan Utara boleh dibilang sebagai Provinsi Muslim karena umat Islam adalah Mayoritas dengan jumlah 65,75 Persen, sementara pemeluk Kristen Protestan hanya 25,17 Persen dan Katolik lebih sedikit lagi hanya 7,60 Persen.
Dan berdasarkan data dari Wikipedia Hampir 40% penduduk Kalimantan Utara adalah Suku Jawa yang hampir seluruhnya Muslim melalui program transmigrasi yang merupakan kelompok terbesar, disusul penduduk asal Sulawesi Selatan.
Selebihnya merupakan penduduk asli Kalimantan yaitu Suku Dayak (Lun Bawang / Lun Dayeh , Kenyah , Murut ) , Suku Banjar, Suku Bulungan, Suku Tidung dan Suku Kutai dan secara keseluruhan penduduk Kalimantan Utara umat Islam adalah mayoritas dengan jumlah 65,75 Persen.
Jangan sampai oknum dari sebuah partai politik bisa memaksakan kehendak untuk melarang Warga Negara Indonesia beraktifitas di wilayah Hukum NKRI, apalagi dengan mengatasnamakan bagian masyarakat yang lain.
Apalagi perbuatan melakukan aksi demonstrasi, penghadangan dan persekusi di Bandara Tarakan jelas perbuatan melawan Hukum.
Hukum dengan tegas menyatakan masyarakat dilarang menyampaikan pendapat atau berdemo di obyek vital transportasi nasional seperti bandara, pelabuhan dan stasiun dan seluruh warga negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk mentaatinya.
Hal itu tercantum dalam Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 18 Mei 2017.
“Penyampaian pendapat di muka umum sebaiknya dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum kecuali di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat dan obyek vital nasional,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, JA Barata dalam keterangannya, Jumat (19/5/2017).
Dalam surat edaran, dijelaskan bahwa bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan terminal angkutan adalah obyek vital transportasi. Sehingga tempat tersebut harus dilindungi dari gangguan keamanan.
Hukum dibuat, adalah untuk dipatuhi, bukan untuk dilanggar. Setuju?
Foto: Norhayati Andris