Partai Koalisi Kecewa Cawapres Jokowi Dari Luar, Prabowo Makin Diyakini Menang
Selasa, 23 Juli 2018
Faktakini.com, Jakarta - Kasihan! Pedih! Apa mau dikata? Jika Joko Widodo lebih memilih "tokoh lain" untuk mendampinginya maju pada Pilpres 2019, tak memilih salah satu sosok yang diajukan oleh enam Partai pendukungnya.
Pada Selasa 24 Juli 2018 di Istana Kepresidenan Bogor, Jokowi melakukan pertemuan dengan Enam Ketum Partai pendukungnya, yaitu; Megawati Soekarnoputri (Ketum PDI-P), Airlangga Hartarto (Ketum Partai Golkar), Muhaimin Iskandar (Ketum PKB), Surya Paloh (Ketum Partai Nasdem), Muhammad Romahurmuziy (Ketum PPP), dan Oesman Sapta Odang (Ketum Partai Hanura).
Pertemuan yang berlangsung kurang lebih sekitar 4 (empat) jam tersebut, digadang-gadang telah menyepakati satu nama Cawapres pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019.
Namun, ada hal menarik yang ingin saya sampaikan terkait pertemuan tersebut.
Secara psikologis, rasa-rasanya sangat jelas terlihat ekspresi ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan di wajah Ketum PDIP Megawati dan Ketum PKB Muhaimin.
Di depan kamera mereka tersenyum, namun senyum mereka adalah senyum ketidakpuasan terhadap pilihan Cawapres Joko Widodo. Hanya Ketum PPP Romahurmuziy yang terlihat lebih santai, karena siapapun yang jadi Cawapres Jokowi saya duga PPP akan mendapat "kompensasi-kompensasi", mungkin dalam bentuk dana partai maupun jaminan posisi di Kabinet.
PDI-P misalnya, mereka sudah "jatuh bangun" mengantarkan Jokowi menang pada Pilpres 2014. Namun, keinginan Megawati tidak terwujud untuk menjadikan Puan Maharani atau Budi Gunawan sebagai Cawapres 2019. Lalu, PKB yang memiliki basis massa Nahdlatul Ulama (NU) dan sejak awal sebagai pendukung Joko Widodo akhirnya harus gigit jari, ketika Muhaimin tidak dipilih Joko Widodo sebagai Cawapres 2019.
Saya sangat yakin, ada kekecewaan dan ketidakpuasan yang dirasakan Ketum PDI-P Megawati dan Ketum PKB Muhaimin.
Menyakitkan bagi Megawati, karena ini untuk kedua kalinya gagal menjadikan Puan Maharani sebagai Cawapres. Apalagi tidak ada jaminan bila Joko Widodo memenangkan Pilpres 2019, kader PDI-P di kabinet akan menempati Kementerian/Lembaga strategis.
Pedih pula bagi Muhaimin, karena telah gencar mendeklarasikan dirinya sebagai Cawapres dengan membentuk Posko Jokowi-Muhaimin (JOIN), ditambah lagi dengan terpampangnya reklame besar wajahnya di mana-mana sebagai Cawapres. Padahal, peran PKB yang memiliki basis massa Nahdlatul Ulama (NU) sangat signifikan.
Saya sangat memahami bila Megawati merasa kecewa dan tidak puas Joko Widodo tidak memilih Puan Maharani atau Budi Gunawan, begitu pula dengan Muhaimin yang namanya "ditolak" oleh Jokowi.
Ya, inilah politik. Dalam politik kita harus siap mendapatkan apa-apa, sampai tidak mendapatkan apa-apa.
Saran untuk enam Ketum Partai pendukung Jokowi, seperti apa yang dikatakan Sun Tzu, “Biarkan rencanamu tidak terlihat, agar saat kamu bergerak, rencanamu akan jatuh seperti petir.”
Faktakini.com, Jakarta - Kasihan! Pedih! Apa mau dikata? Jika Joko Widodo lebih memilih "tokoh lain" untuk mendampinginya maju pada Pilpres 2019, tak memilih salah satu sosok yang diajukan oleh enam Partai pendukungnya.
Pada Selasa 24 Juli 2018 di Istana Kepresidenan Bogor, Jokowi melakukan pertemuan dengan Enam Ketum Partai pendukungnya, yaitu; Megawati Soekarnoputri (Ketum PDI-P), Airlangga Hartarto (Ketum Partai Golkar), Muhaimin Iskandar (Ketum PKB), Surya Paloh (Ketum Partai Nasdem), Muhammad Romahurmuziy (Ketum PPP), dan Oesman Sapta Odang (Ketum Partai Hanura).
Pertemuan yang berlangsung kurang lebih sekitar 4 (empat) jam tersebut, digadang-gadang telah menyepakati satu nama Cawapres pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019.
Namun, ada hal menarik yang ingin saya sampaikan terkait pertemuan tersebut.
Secara psikologis, rasa-rasanya sangat jelas terlihat ekspresi ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan di wajah Ketum PDIP Megawati dan Ketum PKB Muhaimin.
Di depan kamera mereka tersenyum, namun senyum mereka adalah senyum ketidakpuasan terhadap pilihan Cawapres Joko Widodo. Hanya Ketum PPP Romahurmuziy yang terlihat lebih santai, karena siapapun yang jadi Cawapres Jokowi saya duga PPP akan mendapat "kompensasi-kompensasi", mungkin dalam bentuk dana partai maupun jaminan posisi di Kabinet.
PDI-P misalnya, mereka sudah "jatuh bangun" mengantarkan Jokowi menang pada Pilpres 2014. Namun, keinginan Megawati tidak terwujud untuk menjadikan Puan Maharani atau Budi Gunawan sebagai Cawapres 2019. Lalu, PKB yang memiliki basis massa Nahdlatul Ulama (NU) dan sejak awal sebagai pendukung Joko Widodo akhirnya harus gigit jari, ketika Muhaimin tidak dipilih Joko Widodo sebagai Cawapres 2019.
Saya sangat yakin, ada kekecewaan dan ketidakpuasan yang dirasakan Ketum PDI-P Megawati dan Ketum PKB Muhaimin.
Menyakitkan bagi Megawati, karena ini untuk kedua kalinya gagal menjadikan Puan Maharani sebagai Cawapres. Apalagi tidak ada jaminan bila Joko Widodo memenangkan Pilpres 2019, kader PDI-P di kabinet akan menempati Kementerian/Lembaga strategis.
Pedih pula bagi Muhaimin, karena telah gencar mendeklarasikan dirinya sebagai Cawapres dengan membentuk Posko Jokowi-Muhaimin (JOIN), ditambah lagi dengan terpampangnya reklame besar wajahnya di mana-mana sebagai Cawapres. Padahal, peran PKB yang memiliki basis massa Nahdlatul Ulama (NU) sangat signifikan.
Saya sangat memahami bila Megawati merasa kecewa dan tidak puas Joko Widodo tidak memilih Puan Maharani atau Budi Gunawan, begitu pula dengan Muhaimin yang namanya "ditolak" oleh Jokowi.
Ya, inilah politik. Dalam politik kita harus siap mendapatkan apa-apa, sampai tidak mendapatkan apa-apa.
Saran untuk enam Ketum Partai pendukung Jokowi, seperti apa yang dikatakan Sun Tzu, “Biarkan rencanamu tidak terlihat, agar saat kamu bergerak, rencanamu akan jatuh seperti petir.”