Ngabalin: Mardani, Dhani, dan Neno Warisman Orang Berperadaban Rendah!
Rabu, 29 Agustus 2018
Faktakini.com, Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin menyerang para pentolan gerakan #2019GantiPresiden, Mardani Ali Sera, Ahmad Dhani dan Neno Warisman. Ia menyebut ketiganya orang berperadaban rendah.
"Jadi orang-orang yang tidak punya pengetahuan, kelas-kelas seperti Neno Warisman, kelas seperti Ahmad Dhani, sekarang kita lihat, mana PKS-PKS itu? Kalau #2019gantipresiden itu kan dimulai dari kalau masyarakat biasa kita tidak banyak cerita. Tapi ini kan datang dari partai-partai politik pendukung calon presiden, Mardani Ali Sera," kata Ali Mochtar Ngabalin, Selasa (28/8).
"Padahal dia DPR, dia punya partai. Sekarang mana? Mana makhluk-makhluk itu semua? Setelah mereka lepaskan bom untuk siap diledakkan, ditinggalkan di tengah-tengah masyarakat gitu. Itulah yang saya sebut dengan manusia-manusia peradaban rendah, tidak punya moral," lanjut dia.
Bahkan Ngabalin mengungkapkan mereka adalah orang yang tidak punya tanggung jawab dalam berdemokrasi. Seharusnya, lanjut dia, lebih mengedukasi publik.
"Coba Anda pakai pemikiran yang normal terhadap pandangan saya ini. Nah dari situlah saya berkali-kali bilang, bung kalau orang menggunakan #2019gantipresiden, itu artinya pada pukul 00.00 Januari 2019 ganti presiden dengan cara apapun akan dilakukan," ucap Ngabalin.
Ngabalin lalu menegaskan gerakan ini adalah makar. Apalagi pemerintahan saat ini sah secara de facto dan de jure.
"Artinya apa itu? Artinya Anda melakukan makar terhadap sebuah pemerintahan yang sah secara de facto dan de jure. Sederhanakan penjelasannya? Gitu," tuturnya.
Gerakan #2019GantiPresiden semakin gencar dilakukan di sejumlah daerah. Namun di setiap deklarasi gerakan tersebut selalu ada penolakan dari pendukung penguasa dan aparat, terakhir aksi di Pekanbaru, Pontianak dan Surabaya.
Padahal KPU dan Bawaslu sudah menyatakan Deklarasi #2019 Ganti Presiden tidak melanggar aturan.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menyatakan deklarasi #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode atau sejenisnya tidak termasuk kampanye. Kegiatan deklarasi tersebut boleh dilaksanakan saat ini dan tidak termasuk kampanye di luar jadwal.
"Baik #2019GantiPresiden atau #Jokowi2Periode itu bukan termasuk media atau metode kampanye," tutur Wahyu di kantornya, Jakarta, Senin (27/8).
Wahyu mengatakan acara deklarasi #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode tidak termasuk definisi kampanye yang diatur dalam Peraturan KPU No. 24 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Dalam PKPU tersebut, lanjut Wahyu, ada beberapa metode kampanye, di antaranya pertemuan tatap muka, pertemuan terbatas, dan rapat umum.
Acara deklarasi #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode cenderung dekat dengan definisi rapat umum karena sama-sama melibatkan banyak orang di tempat umum. Namun, deklarasi #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode tidak memaparkan visi dan misi pasangan calon, sehingga tidak dapat disebut sebagai kampanye.
"Itu diluar regulasi yang telah dibuat KPU meski ada kaitannya," kata Wahyu.
Wahyu menegaskan bahwa masyarakat dapat menggelar deklarasi semacam itu. Wahyu menilai hal tersebut merupakan hak kebebasan menyatakan pendapat yang dimiliki setiap warga negara.
Sementara itu Bawaslu secara tegas juga menyatakan Deklarasi #2019GantiPresiden bukan pelanggaran.
"Tidak melanggar aturan," ujar anggota Bawaslu Rahmat Bagja saat dihubungi detikcom, Rabu (28/8/2018).
Saat ini, menurut Bagja, belum ada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang resmi ditetapkan sehingga aksi itu tidak melanggar aturan. Bawaslu pun, disebut Bagja, belum dapat melakukan tindakan apa pun.
"Belum ada pasangan calon presiden, belum masa kampanye, jadi belum bisa ditindak," ujar Bagja.
Ia mengatakan penyampaian pendapat di hadapan umum bisa dilakukan. Namun dia menegaskan itu harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Semua kegiatan harus sesuai dengan UU menyampaikan pendapat di muka umum," tuturnya.
Sumber: Kumparan
Faktakini.com, Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin menyerang para pentolan gerakan #2019GantiPresiden, Mardani Ali Sera, Ahmad Dhani dan Neno Warisman. Ia menyebut ketiganya orang berperadaban rendah.
"Jadi orang-orang yang tidak punya pengetahuan, kelas-kelas seperti Neno Warisman, kelas seperti Ahmad Dhani, sekarang kita lihat, mana PKS-PKS itu? Kalau #2019gantipresiden itu kan dimulai dari kalau masyarakat biasa kita tidak banyak cerita. Tapi ini kan datang dari partai-partai politik pendukung calon presiden, Mardani Ali Sera," kata Ali Mochtar Ngabalin, Selasa (28/8).
"Padahal dia DPR, dia punya partai. Sekarang mana? Mana makhluk-makhluk itu semua? Setelah mereka lepaskan bom untuk siap diledakkan, ditinggalkan di tengah-tengah masyarakat gitu. Itulah yang saya sebut dengan manusia-manusia peradaban rendah, tidak punya moral," lanjut dia.
Bahkan Ngabalin mengungkapkan mereka adalah orang yang tidak punya tanggung jawab dalam berdemokrasi. Seharusnya, lanjut dia, lebih mengedukasi publik.
"Coba Anda pakai pemikiran yang normal terhadap pandangan saya ini. Nah dari situlah saya berkali-kali bilang, bung kalau orang menggunakan #2019gantipresiden, itu artinya pada pukul 00.00 Januari 2019 ganti presiden dengan cara apapun akan dilakukan," ucap Ngabalin.
Ngabalin lalu menegaskan gerakan ini adalah makar. Apalagi pemerintahan saat ini sah secara de facto dan de jure.
"Artinya apa itu? Artinya Anda melakukan makar terhadap sebuah pemerintahan yang sah secara de facto dan de jure. Sederhanakan penjelasannya? Gitu," tuturnya.
Gerakan #2019GantiPresiden semakin gencar dilakukan di sejumlah daerah. Namun di setiap deklarasi gerakan tersebut selalu ada penolakan dari pendukung penguasa dan aparat, terakhir aksi di Pekanbaru, Pontianak dan Surabaya.
Padahal KPU dan Bawaslu sudah menyatakan Deklarasi #2019 Ganti Presiden tidak melanggar aturan.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menyatakan deklarasi #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode atau sejenisnya tidak termasuk kampanye. Kegiatan deklarasi tersebut boleh dilaksanakan saat ini dan tidak termasuk kampanye di luar jadwal.
"Baik #2019GantiPresiden atau #Jokowi2Periode itu bukan termasuk media atau metode kampanye," tutur Wahyu di kantornya, Jakarta, Senin (27/8).
Wahyu mengatakan acara deklarasi #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode tidak termasuk definisi kampanye yang diatur dalam Peraturan KPU No. 24 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Dalam PKPU tersebut, lanjut Wahyu, ada beberapa metode kampanye, di antaranya pertemuan tatap muka, pertemuan terbatas, dan rapat umum.
Acara deklarasi #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode cenderung dekat dengan definisi rapat umum karena sama-sama melibatkan banyak orang di tempat umum. Namun, deklarasi #2019GantiPresiden dan #Jokowi2Periode tidak memaparkan visi dan misi pasangan calon, sehingga tidak dapat disebut sebagai kampanye.
"Itu diluar regulasi yang telah dibuat KPU meski ada kaitannya," kata Wahyu.
Wahyu menegaskan bahwa masyarakat dapat menggelar deklarasi semacam itu. Wahyu menilai hal tersebut merupakan hak kebebasan menyatakan pendapat yang dimiliki setiap warga negara.
Sementara itu Bawaslu secara tegas juga menyatakan Deklarasi #2019GantiPresiden bukan pelanggaran.
"Tidak melanggar aturan," ujar anggota Bawaslu Rahmat Bagja saat dihubungi detikcom, Rabu (28/8/2018).
Saat ini, menurut Bagja, belum ada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang resmi ditetapkan sehingga aksi itu tidak melanggar aturan. Bawaslu pun, disebut Bagja, belum dapat melakukan tindakan apa pun.
"Belum ada pasangan calon presiden, belum masa kampanye, jadi belum bisa ditindak," ujar Bagja.
Ia mengatakan penyampaian pendapat di hadapan umum bisa dilakukan. Namun dia menegaskan itu harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Semua kegiatan harus sesuai dengan UU menyampaikan pendapat di muka umum," tuturnya.
Sumber: Kumparan