Jika Jokowi Kalah

Senin, 22 Oktober 2018

Faktakini.com

JIKA JOKOWI KALAH
by  M Rizal Fadillah

Kompetisi Pilpres beberapa bulan lagi. Gaung ganti Presiden semakin kuat. Harapan ada pada kemenangan pasangan Prabowo-Sandi. Sebagai pertahana yang sudah 'invest' banyak di segala bidang, wajar sangat berambisi untuk bertahan. Banyak pihak yang menggantungkan diri pada 'kehidupan' sang Presiden. Tak penting soal kualitas, dedikasi, atau patriotisme.

Kedua pasangan bisa menang atau kalah. Jika Prabowo Sandi kalah, ya kehidupan politik ekonomi dan dinamikanya ya seperti sekarang ini. Ada kegaduhan awal lalu berlanjut pada kebijakan politik yang bergoyang tak pasti. Dapat bertahan lima tahun dinilai hebat. Namun Presiden akan terus   bergerak dan berjalan dalam ketidakpedulian. Imun pada kritik. Sementara sikap kritis akan beradu dengan wajah dingin dan tangan kayu, otoritarian. Variasi tangan dipakai. Hukum pun diayun ayunkan untuk kepentingan politik.

Jika ternyata pemenang adalah Prabowo- Sandi, maka kondisi bagi pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin akan menjadi tragis. Ma'ruf Amin sulit come back sebagai ulama bermartabat. Namanya tercoreng oleh stempel ambisi jabatan dunia. Orang hanya bisa mengurut dada dengan gumaman keprihatinan. Baginya masa akhir yang kurang cemerlang atau bahkan redup. Akan banyak yang mengasihani ulama yang 'bunuh diri' ini.

Sementara nasib Jokowi lebih memilukan. Banyak masalah selama jadi Presiden akan berbuntut. Buntut panjang, buntut pendek.Ada yang menggoreng ada yang menjadikan sop. Dihidangkan hangat hangat.  Dana umat yang dialokasikan untuk infrastruktur baik zakat maupun haji mesti dipertanggungjawabkan. Umat Islam mulai menggugat. BPJS yang kacau balau berujung pada Presiden juga. Trilyunan amburadul. Freeport tak pasti kepemilikan negaranya,  investasi penjajah 'China' menggantung,  lalu reklamasi Jakarta dan Meikarta mulai diobrak abrik. Naga terluka. Jokowi tak bisa diandalkan lagi, tak berdaya, berbaju lusuh berwajah muram. Publik tak takut  lagi mengangkat ke permukaan kasus Solo, Trans Jakarta, atau kasus lain yang terkait dengan jabatan dulu di Solo maupun DKI. Aparat pelindung politik dan hukum sudah pada lari terbirit birit menyelamatkan diri masing masih. Meja hijau ada di depan dan  palu hakim menjadi mimpi buruk. Musim 'semi' datang yaitu semi final lalu final nya anti klimaks,  karir 'meroket' nya sang peramal dan penghayal berakhir...knock out..!

Nyanyian rakyat, ganti Presiden adalah hukuman awal bagi perilaku bebal dan banyak janji abal abal. Jabatan seharusnya bukan prestise tapi sarana untuk membuktikan prestasi. Bukan cuma bisa berkata kerja kerja kerja sambil bingung apa yang mesti dikerjakan. Tak ada hasil yang dapat ditunjukkan. Apalagi yang menggembirakan rakyat.

Kekalahan Jokowi adalah 'sindroma Mc Gregor' yang bertekuk lutut di kaki Khabib. Meremehkan masalah, mengecilkan  kekuatan agama, menista, angkuh, serta jadi tukang teror. Kepasihan ucapan 'Alhamdulillah' akhirnya menjatuhkan sang pecundang yang tak belajar bagaimana cara memuliakan agama.  Betapa memalukannya efek dari sekedar membangun pencitraan.

Jika Jokowi kalah hanya jika. Jokowi yang bukan Presiden tapi Jokowi yang lawan Prabowo. Karena kita tak boleh mengalahkan Presiden. Presiden tak pernah dan tak boleh kalah. Ke depan harus tegas pembedaannya, kalau tidak, semua yang mendukung Prabowo Sandi sama dengan mereka yang merongrong kewibawaan Pemerintah. Presiden kok dibahas bahas. Apalagi dilawan, dikalahkan lagi.

Moga semakin lama bangsa ini semakin cerdas, bukan semakin bodoh. Semakin berani bukan semakin ciut nyali. Semakin mandiri, bukan semakin menjadi budak kompeni. Budak kompeni masa kini, penjajah ekonomi..!

Bandung 20 Oktober 2018