Waduh! Sudah Terlanjur Disombongkan, Ternyata Freeport Bantah Telah Sepakat Divestasi 51 Persen Saham
Senin, 22 Oktober 2018
Faktakini.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia menyatakan, hingga saat ini masih belum ada kesepakatan dengan pemerintah ihwal divestasi sebesar 51 persen. Perusahaan menyebut, sampai saat ini perundingan dengan pemerintah masih berlangsung.
Juru Bicara Freeport Riza Pratama mengungkapkan, masalah divestasi merupakan satu dari empat poin negosiasi yang tengah dilakukan dengan pemerintah. Adapun, tiga poin lainnya yakni masalah kelanjutan operasional, pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter), dan stabilisasi investasi dalam bentuk kebijakan fiskal.
"Seperti yang pernah kami sampaikan sebelumnya, semua poin dalam negosiasi adalah satu paket kesepakatan. Divestasi adalah salah satu dari empat poin negosiasi," ujar Riza kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/8).
Sampai saat ini, lanjut Riza, negosiasi dengan pemerintah masih berlangsung dengan baik. "Masih berlangsung (negosiasinya)," jelasnya.
Pernyataan ini bertentangan dengan ucapan Menteri ESDM Ignasius Jonan yang menyebut bahwa perusahaan asal Amerika Serikat tersebut telah sepakat untuk melakukan divestasi sebesar 51 persen.
"51 persen (divestasi saham) sudah sepakat. Tinggal nanti acaranya segala macam. Ini mau negosiasi final," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.
Negosiasi yang dilakukan pemerintah dan Freeport ditujukan untuk menentukan masa depan operasional perusahaan pasca terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
Sebab, di dalam peraturan tersebut, Freeport yang memiliki status Kontrak Karya (KK) harus berganti ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) agar bisa ekspor konsentrat.
Tak hanya masalah ekspor, Freeport pun diwajibkan untuk divestasi sebesar 51 persen jika nantinya sudah berubah menjadi IUPK sesuai peraturan tersebut.
Namun, Freeport bersikukuh bahwa pemerintah tak dapat mengubah ketentuan hukum dan fiskal yang telah berlaku dalam KK menjadi IUPK. Perusahaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, di mana KK dinyatakan tetap sah berlaku hingga jangka waktunya berakhir.
Oleh karenanya, perundingan tersebut akan dilakukan dan dijadwalkan selesai pada Oktober mendatang. Sembari menunggu negosiasi selesai, pemerintah tetap menghormati ketentuan kontrak Freeport dengan memberikan IUPK sementara hingga 10 Oktober 2017.
Sumber: CNNI
Faktakini.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia menyatakan, hingga saat ini masih belum ada kesepakatan dengan pemerintah ihwal divestasi sebesar 51 persen. Perusahaan menyebut, sampai saat ini perundingan dengan pemerintah masih berlangsung.
Juru Bicara Freeport Riza Pratama mengungkapkan, masalah divestasi merupakan satu dari empat poin negosiasi yang tengah dilakukan dengan pemerintah. Adapun, tiga poin lainnya yakni masalah kelanjutan operasional, pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter), dan stabilisasi investasi dalam bentuk kebijakan fiskal.
"Seperti yang pernah kami sampaikan sebelumnya, semua poin dalam negosiasi adalah satu paket kesepakatan. Divestasi adalah salah satu dari empat poin negosiasi," ujar Riza kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/8).
Sampai saat ini, lanjut Riza, negosiasi dengan pemerintah masih berlangsung dengan baik. "Masih berlangsung (negosiasinya)," jelasnya.
Pernyataan ini bertentangan dengan ucapan Menteri ESDM Ignasius Jonan yang menyebut bahwa perusahaan asal Amerika Serikat tersebut telah sepakat untuk melakukan divestasi sebesar 51 persen.
"51 persen (divestasi saham) sudah sepakat. Tinggal nanti acaranya segala macam. Ini mau negosiasi final," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.
Negosiasi yang dilakukan pemerintah dan Freeport ditujukan untuk menentukan masa depan operasional perusahaan pasca terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
Sebab, di dalam peraturan tersebut, Freeport yang memiliki status Kontrak Karya (KK) harus berganti ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) agar bisa ekspor konsentrat.
Tak hanya masalah ekspor, Freeport pun diwajibkan untuk divestasi sebesar 51 persen jika nantinya sudah berubah menjadi IUPK sesuai peraturan tersebut.
Namun, Freeport bersikukuh bahwa pemerintah tak dapat mengubah ketentuan hukum dan fiskal yang telah berlaku dalam KK menjadi IUPK. Perusahaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, di mana KK dinyatakan tetap sah berlaku hingga jangka waktunya berakhir.
Oleh karenanya, perundingan tersebut akan dilakukan dan dijadwalkan selesai pada Oktober mendatang. Sembari menunggu negosiasi selesai, pemerintah tetap menghormati ketentuan kontrak Freeport dengan memberikan IUPK sementara hingga 10 Oktober 2017.
Sumber: CNNI