Aneh, Pengusutan Curi Star Iklan Kampanye Jokowi-Ma'ruf Dihentikan
Jum'at, 9 November 2018
Faktakini.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan, yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu sebagai penyidik para pelanggar Pemilu, memastikan gugatan pelanggaran kasus curi star kampanye Jokowi-Ma'ruf dihentikan.
"Gakumdu memutuskan bahwa terhadap laporan nomor 05/LP/RI/00.00/X/2018 dan 07/LP/RI/00.00/X/2018 dinyatakan dihentikan," kata Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Pattalolo di gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu 7 November 2018
Sentra Gakumdu mengambil keputusan kasus iklan di harian Media Indonesia yang terbit pada Rabu 17 Oktober 2018, tidak bulat. Bawaslu berbeda pendapat dengan Polri dan Kejaksaan Agung.
"Bawaslu berdasarkan hasil kajian menyimpulkan bahwa iklan di harian Media Indonesia edisi Rabu 17 Oktober 2018, merupakan kampanye di luar jadwal," tegas Ratna.
Keputusan itu berdasarkan pasal 492 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan peraturan KPU nomor 7 tahun 2017, sebagaimana diubah terakhir dengan peraturan KPU nomor 32 tahun 2018.
"Bahwa pihak KPU saat dimintai keterangan oleh Bawaslu pada tanggal 23 Oktober 2018 dan 6 November 2018 menyatakan, bahwa iklan di harian Media Indonesia merupakan kampanye Pemilu. Sesuai peraturan KPU kampanye yang dilakukan sebelum tanggal 24 Maret-13 April 2019 tidak boleh dilakukan," jelasnya.
Hal mengacu pada pasal 276 Undang-undang Pemilu pasal dua, yang menyatakan, kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.
Keputusan Bawaslu juga mengacu pada keterangan pihak Media Indonesia yang dianggap kooperatif. Karena, tidak bersedia menyebutkan siapa yang memesan iklan Jokowi-Ma'ruf..
"Namun, berdasarkan keterangan pihak lain, diketahui bahwa pemesanan iklan tersebut dilakukan oleh tim kampanye nasional pasangan capres-cawapres nomor urut 01, meskipun belum diketahui secara jelas siapa person, atau nama pemesannya," kata Ratna.
Ratna juga menegaskan, pendapat Bawaslu berbeda dengan Polisi dan Kejaksaan. Kepolisian dan Kejaksaan memiliki kesimpulan bahwa peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana Pemilu.
Sementara itu, Kasubdit IV Politik Tipidum, Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Djuhandeni menyatakan alasan polisi mengganggap iklan kampanye di Media Indonesia bukan tindak pidana kampanye. Karena, gugatan ini tidak memenuhi unsur tindak pidana Pemilu.
"Sampai saat ini, KPU belum mengeluarkan jadwal kegiatan kampanye di media masa. Dalam pemeriksaan KPU juga menyatakan akan, artinya nanti akan diterbitkan. Itu yang jadi kesimpulan kita, terutama dari penyidik untuk menyatakan tidak terpenuhinya unsur dalam pasal ini," ucap Djuhandeni.
Hal serupa disampaikan Anggota Satgas Direktorat Kamnit TPUL Jampidum Kejagung, Abdul Rouf.
"Jadi, perlu kami sampaikan bahwa ada beberapa asas dalam penegakan hukum itu yang harus dan tidak boleh dilanggar, pasal 1 ayat 1 KUH pidana. Harus ada undang undang yang mengatur, baru ada kesalahan. Harus ada payung hukum dulu, baru ada perbuatan yang diduga dilanggar," jelasnya.
Dalam kasus ini, menurutnya, sudah ada alat bukti, keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Namun, dari keterangan KPU, sebagai penyelenggara belum mengatur jadwal dari kampanye di media masa.
"Karena belum ditetapkan oleh KPU, maka payung hukumnya belum ada, tapi perbuatan sudah dilakukan. Kembali ke asas legalitas, harus ada dulu aturan, baru ada perbuatan, jadi tidak ujug-ujug kami mengeluarkan keputusan," kata Rouf.
Sumber: Viva
Faktakini.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan, yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu sebagai penyidik para pelanggar Pemilu, memastikan gugatan pelanggaran kasus curi star kampanye Jokowi-Ma'ruf dihentikan.
"Gakumdu memutuskan bahwa terhadap laporan nomor 05/LP/RI/00.00/X/2018 dan 07/LP/RI/00.00/X/2018 dinyatakan dihentikan," kata Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Pattalolo di gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu 7 November 2018
Sentra Gakumdu mengambil keputusan kasus iklan di harian Media Indonesia yang terbit pada Rabu 17 Oktober 2018, tidak bulat. Bawaslu berbeda pendapat dengan Polri dan Kejaksaan Agung.
"Bawaslu berdasarkan hasil kajian menyimpulkan bahwa iklan di harian Media Indonesia edisi Rabu 17 Oktober 2018, merupakan kampanye di luar jadwal," tegas Ratna.
Keputusan itu berdasarkan pasal 492 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan peraturan KPU nomor 7 tahun 2017, sebagaimana diubah terakhir dengan peraturan KPU nomor 32 tahun 2018.
"Bahwa pihak KPU saat dimintai keterangan oleh Bawaslu pada tanggal 23 Oktober 2018 dan 6 November 2018 menyatakan, bahwa iklan di harian Media Indonesia merupakan kampanye Pemilu. Sesuai peraturan KPU kampanye yang dilakukan sebelum tanggal 24 Maret-13 April 2019 tidak boleh dilakukan," jelasnya.
Hal mengacu pada pasal 276 Undang-undang Pemilu pasal dua, yang menyatakan, kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.
Keputusan Bawaslu juga mengacu pada keterangan pihak Media Indonesia yang dianggap kooperatif. Karena, tidak bersedia menyebutkan siapa yang memesan iklan Jokowi-Ma'ruf..
"Namun, berdasarkan keterangan pihak lain, diketahui bahwa pemesanan iklan tersebut dilakukan oleh tim kampanye nasional pasangan capres-cawapres nomor urut 01, meskipun belum diketahui secara jelas siapa person, atau nama pemesannya," kata Ratna.
Ratna juga menegaskan, pendapat Bawaslu berbeda dengan Polisi dan Kejaksaan. Kepolisian dan Kejaksaan memiliki kesimpulan bahwa peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana Pemilu.
Sementara itu, Kasubdit IV Politik Tipidum, Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Djuhandeni menyatakan alasan polisi mengganggap iklan kampanye di Media Indonesia bukan tindak pidana kampanye. Karena, gugatan ini tidak memenuhi unsur tindak pidana Pemilu.
"Sampai saat ini, KPU belum mengeluarkan jadwal kegiatan kampanye di media masa. Dalam pemeriksaan KPU juga menyatakan akan, artinya nanti akan diterbitkan. Itu yang jadi kesimpulan kita, terutama dari penyidik untuk menyatakan tidak terpenuhinya unsur dalam pasal ini," ucap Djuhandeni.
Hal serupa disampaikan Anggota Satgas Direktorat Kamnit TPUL Jampidum Kejagung, Abdul Rouf.
"Jadi, perlu kami sampaikan bahwa ada beberapa asas dalam penegakan hukum itu yang harus dan tidak boleh dilanggar, pasal 1 ayat 1 KUH pidana. Harus ada undang undang yang mengatur, baru ada kesalahan. Harus ada payung hukum dulu, baru ada perbuatan yang diduga dilanggar," jelasnya.
Dalam kasus ini, menurutnya, sudah ada alat bukti, keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Namun, dari keterangan KPU, sebagai penyelenggara belum mengatur jadwal dari kampanye di media masa.
"Karena belum ditetapkan oleh KPU, maka payung hukumnya belum ada, tapi perbuatan sudah dilakukan. Kembali ke asas legalitas, harus ada dulu aturan, baru ada perbuatan, jadi tidak ujug-ujug kami mengeluarkan keputusan," kata Rouf.
Sumber: Viva