Jokowi "Diajari" Beda Grasi dan Amnesti di Kasus Baiq Nuril, Netizen: Hadeuh!...

Rabu, 21/11/2018

Faktakini.com, Jakarta -- Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menjanjikan pemberian grasi kepada mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun atas dugaan melanggar Pasal 27 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menuai kritik.

Direktur Eksekutif ICJR Anggara menegaskan Nuril tidak dapat diberikan grasi karena syarat grasi salah satunya hanya untuk kasus yang dijatuhi pidana lebih dari 2 (dua) tahun.

"Sedangkan Ibu Nuril dipidana dengan pidana 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta. Itu mengapa ICJR masih tetap mendorong Presiden untuk memberikan amnesti. Pemberian grasi tidak tepat," kata Anggara melalui keterangan tertulis, Rabu (21/11).

Sebelumnya Jokowi mengatakan bersedia mempertimbangkan pemberian grasi apabila Peninjauan Kembali (PK) Nuril ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut Anggara, UU No 22 Tahun 2002 tentang Grasi Pasal 2 ayat (2) mengatur bahwa grasi hanya dapat dilakukan terhadap putusan pemidanaan berupa pidana mati, pidana seumur hidup, penjara paling rendah dua tahun.

ICJR masih mendorong Jokowi untuk memberikan amnesti pada Nuril. Amnesti sendiri merupakan hak dari presiden yang diberikan berdasarkan Pasal 14 (2) UUD NRI Tahun 1945. Amnesti adalah satu-satunya jalan bagi Nuril untuk memperoleh keadilan atas pidana yang timbul dari perbuatan yang bahkan tidak dilakukannya, tanpa harus menunggu dalam waktu yang sangat lama dan kondisi yang tidak pasti.

Kejaksaan Agung RI sendiri telah meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram untuk menunda eksekusi Baiq Nuril. Langkah ini diambil oleh Jaksa Agung setelah melihat respons masyarakat yang menuntut keadilan untuk Nuril. Kejagung menyatakan akan menunda eksekusi terhadap Nuril hingga proses Peninjauan Kembali berakhir.

ICJR berharap Kejagung dapat menjaga komitmennya untuk tidak melaksanakan eksekusi sampai kasus Nuril diputus di tingkat PK. Namun demikian, ICJR ingin mengingatkan bahwa proses PK ini akan sangat panjang dan akan memakan waktu sangat lama. Selama proses ini, ICJR menilai bahwa Nuril dan keluarganya masih akan berada dalam kondisi tekanan psikologis karena lamanya proses dan ketidakjelasan akan nasibnya.

Maka dari itu, ICJR mendorong agar Jokowi segera memberikan Nuril amnesti, agar dia tidak perlu berada dalam kondisi ketidakpastian selama menunggu proses Peninjauan Kembali berakhir dan putusan PK keluar.

Sumber: CNNI