Menyoal Plintiran Ucapan Prabowo Atas Australia

Ahad, 25 November 2018

Faktakini.com

*Menyoal Plintiran Ucapan Prabowo Atas Australia*

Oleh : A Uwais Alatas

Ada satu fakta baru yang menurut saya agak mengagetkan untuk menjadi perdebatan politik sekiranya tidak buru-buru diantisipasi dengan upaya pemaknaan yang lebih kuat dalam menyikapi pernyataan Prabowo perihal rencana Australia untuk memindah kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Seperti dikutip CNN Indonesia, Prabowo mengatakan, bahwa Indonesia harus menghormati keputusan Australia yang berencana memindahkan kedutaan besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Aussie merupakan negara independen dan berdaulat, maka kita harus hargai keputusan mereka," kata Prabowo saat menghadiri kegiatan Indonesia Economic Forum di Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu (21/11).

Pernyataan Prabowo ini, tentunya riskan secara politik, baik pada bangunan afiliasi politik internal dukungan atas pertarungan di Pilpres, maupun bangunan eksternal yang tengah dihadapi Prabowo sendiri dalam kontestasi Pilpres, di mana posisi Presiden Jokowi sebagai petahana dan Prabowo sebagai inkamben.

Dari sisi bangunan afiliasi politik internal, di mana dukungan ulama dan ummat paling kuat saat ini bagi Prabowo, justru menunjukan sikap yang berbeda dengan Prabowo dalam persoalan rencana Australia memindahkan kedubesnya ke Yerusalem.

Sekretaris DPP FPI, Munarman SH dalam satu pernyataannya mengutuk keras rencana Australia itu.

"Kalau Australia memindahkan kedubes ke Yerusalem, maka sikap FPI tetap konsisten, protes keras ke negara yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," ujar Munarman melalui pesan singkat, Jumat (23/11).

"Jadi yang harus diprotes adalah negara yang mengakui dan memindahkan kedubesnya ke Yerusalem. Ini sikap FPI," ujar Munarman.

Sikap Munarwan di atas juga dinyatakan oleh Ketua Persaudaraan Alumni 212, KH Slamet Ma'arif yang menegaskan pihaknya selalu mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.

"Kami menyayangkan dan akan mengecam jika benar rencana Australia memindahkan kedubesnya,".

Mahathir Muhamad, sebagai pemimpin baru Malaysia yang relatif sama dengan Prabowo dalam hal dukungan dan ikatan kuat atas ikatan perjuangan politik ummat Islam untuk kemerdekaan Palestina, juga pada kenyataannya mengecam keras rencana Australia memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Mahathir Mohamad, saat bertemu dengan Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, di sela Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Singapura, mengatakan, "bahwa untuk mengatasi terorisme, kita harus tahu penyebabnya. Menambah penyebab terorisme tidak akan membantu".
Sikap Australia ini, menurut Mahathir justru menyulut isu Palestina kedalam jurang lebih dalam.
Pernyataan Mahathir Muhammad ini disikapi Australia dengan keras.
Menteri keuangan Australia, Josh Frydenberg, langsung menyerang ucapan Mahathir dengan mengingatkan bahwa Mahathir sendiri pernah menyulut ketegangan di kawasan, terutama ketika ia dengan bangga melabeli dirinya anti-Semit dalam pidatonya pada 2013 lalu.

Pemerintah Indonesia sendiri, melalu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi amat keras menanggapi rencana Australia itu dengan langsung memanggil Dubes Australia di Indonesia.
Bagi Indonesia, langkah Australia ini dianggap menyalahi hukum internasional. Retno mengatakan bahwa pihaknya mempertanyakan sekaligus mengungkapkan keprihatinan terkait rencana Australia tersebut.

"Indonesia menyatakan keprihatinan yang sangat serius terkait pengumuman (Australia) dan mempertanyakan kepatutan dari langkah (Australia) tersebut," kata Retno dalam pidatonya di hadapan Menlu Palestina Riad Al Malki usai melakukan pertemuan bilateral.

Sikap keras pemerintah Indonesia atas rencana Australia ini memunculkan reaksi balik dari pemerintah Australia, walaupun dalam pertemuan PM Australia, Scott Marrison dengan Presiden Jokowi, Australia memberikan penjelasan, bahwa pemindahan kantor kedubes ke Yerusalem baru sebatas wacana. "Belum ada kepastian untuk itu", ujar Scott.

Menanggapi sikap Retno, Senator Australia untuk wilayah Tasmania, Eric Abetz, meminta pemerintahan Scott Morrison mempertimbangkan pencabutan bantuan kepada Indonesia jika Jakarta terus "mendikte" Canberra soal pemindahan kedutaan Israel ke Yerusalem.

Abetz menuturkan Australia harus berpikir dua kali untuk meneruskan aliran bantuan senilai US$360 juta (Rp5,3 triliun) setiap tahunnya menyusul langkah Indonesia yang dinilainya berupaya mendikte politik luar negeri Negeri Kangguru.

Menilai reaksi keras yang datang dari bangunan afiliasi politik internal dari pihak FPI, PA 212 dan juga sikap resmi dari PM Malaysia, Mahathir Muhamad, dan juga bangunan afiliasi eksternal, dari sikap pemerintahan Presiden Jokowi sebagai petahana, tentunya pernyataan Prabowo ini menjadi target plintiran untuk "terlihat berbeda", sehingga akan memberi beban politis terhadap Prabowo dalam pertarungan Pilpres kali ini..

Di sini kita bisa nilai, kepentingan politik dibalik disinformasi diarahkan untuk dua hal. Pertama, menjatuhkan pamor seorang Prabowo terhadap isu Palestina. Kedua, melakukan adu-domba terhadap bangunan afiliasi politik Prabowo sendiri.

Ada dua sikap utama yang mengindikasikan pernyataan Prabowo ini diplintir, seperti yang dikutip dari pernyataan Andre Rosiade, juru bicara BPN di harian Republika.

👉🏾 Pernyataan Prabowo mencoba menghormati sikap tetangga kita, diplintir seolah tidak ada hubungan atas sikap, pembelaan dan komitmen perjuangan Prabowo soal Palestina selama ini yang demikian kuat dan tidak perlu diragukan.

Poin ini faktanya diperkuat oleh ucapan Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz N Mehdawi, seperti dikutip FaktaKini.com, yang blak-blakan menyebutkan, bahwa Prabowo Subianto pernah sumbangkan uang sebesar setengah Milyar rupiah untuk rakyat Palestina, dan itu bukan uang negara tetapi uang dari kocek pribadinya. Tanpa gembar-gembor dan publikasi

👉🏾 Pernyataan Prabowo diplintir seolah melupakan kecaman Prabowo atas pemindahan ibukota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Saya sendiri menilai, pernyataan Prabowo bisa dipahami, satu sisi sebagai sikap menghormati hak bersuara negara lain, tetapi pada sisi lain, negara lain juga wajib menghormati suara kita, misalnya di forum Internasional..

Dalam konteks hubungan internasional, prinsip demikian menjadi sikap unggulan. Memberikan semacam "barriere diplomacy". Membangun koridor diplomasi, bahwa sepanjang relasi antar negara, hak bersuara suatu negara wajib dihormati, selama dalam bangunan relasi diplomasi tanpa tekanan, ancaman,  hingga mengganggu kedaulatan negara kita.

Satu lagi mestinya harus dipahami, bahwa dalam diplomasi, menghormati suara negara lain, bukan berarti kita bersepakat dengan apa yang disuarakan negara lain..

Karena itu, dalam dunia diplomasi sikap Prabowo menghormati keputusan Australia memindahkan kedubesnya ke Yerusalem memberikan sinyal kuat, bahwa keputusan pemerintahan Prabowo nanti, jika terpilih sebagai Presiden Indonesia atas komitmennya menolak solusi "Dua Negara" bagi Palestina dan Israel, maka Australia pun wajib hormati.

*Abdullah Uwais Alatas*
#SILA_*Silaturahmi Anak Bangsa (SILABNA)*