Sudah 500 Hari Kasusnya Tak Diungkap, Novel Baswedan Protes Jokowi
Kamis, 1 November 2018
Faktakini.com, Jakarta - Sudah 500 hari, teror penyerangan air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan dibiarkan tak terungkap. Dalih polisi yang mengklaim kasus ini masih terus diselidiki semakin menambah kabur bukti dan fakta yang bisa diungkap. Mengingat, tidak ada progres apapun dari apa yang dilakukan polisi.
Novel mengatakan, tugas memberantas korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab, ancaman serta teror psikis dan fisik muncul seiring dengan upaya penindakan terhadap kasus korupsi. Setidaknya, ada lima kasus teror dan intimidasi yang diterima pegawai KPK oleh oknum tertentu.
"Saya ingin ceritakan bahwa, di KPK yang diserang itu bukan cuma saya, banyak. Saya bilang banyak karena lebih dari lima, banyak yang diserang juga. Saya baru tau kemarin ketika berbicara dengan beberapa rekan di KPK," kata Novel dalam diskusi yang bertema #500HariNovelDibiarkanButa: Urgensi Perlindungan Penggiat Keadilan, di kantor KPK, Kamis, 1 November 2018.
Menurut Novel, teror dan intimidasi yang dialami oleh rekan-rekannya di KPK tak kalah kejamnya dari apa yang dia alami, yakni disiram air keras. Serangan dan intimidasi yang dialami pegawai KPK seperti penyerbuan dan teror terhadap fasilitas KPK, ancaman bom bahkan sampai ada yang diculik, ditangkap ketika bertugas dan diancam pembunuhan.
"Pernah safe house KPK itu diserbu, dengan tanpa aturan hukum, pernah pegawai KPK diculik. Saya penyidik, saya paham bagaimana penangkapan, lalu saya bilang diculik, terus banyak lagi hal-hal lain. Rumahnya dipasangin bom, walaupun setelah dicek bom itu palsu. Bagaimana dengan mobil pegawai KPK yang disiram air keras, lalu ancaman pembunuhan lainnya. Dan itu sampai sekarang dibiarkan. Terakhir terjadi di akhir 2017, saat itu saya sedang sakit di Singapura," papar Novel.
Novel juga tetap berkeyakinan bahwa kasus penyerangan dan teror air keras yang dia alami sengaja tak mau diungkap Kepolisian. Seperti yang telah ia katakan 15 bulan lalu di beberapa media.
"Jadi bila seumpama diterangkan bahwa ada proses yang berlangsung, saya katakan proses itu (hanya) formalitas. Kemudian saya mendengar masukan-masukan yang saya dapat dari senior-senior di Mabes Polri, mereka sarankan sebaiknya dibentuk TGPF (tim gabungan pencari fakta)," ujar Novel.
Itu pun, tekan Novel, dirinya telah menyampaikan sejak awal pasca penyerangan, namun sampai hari ini belum juga diakomodir oleh penguasa.
Sumber: Viva
Faktakini.com, Jakarta - Sudah 500 hari, teror penyerangan air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan dibiarkan tak terungkap. Dalih polisi yang mengklaim kasus ini masih terus diselidiki semakin menambah kabur bukti dan fakta yang bisa diungkap. Mengingat, tidak ada progres apapun dari apa yang dilakukan polisi.
Novel mengatakan, tugas memberantas korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab, ancaman serta teror psikis dan fisik muncul seiring dengan upaya penindakan terhadap kasus korupsi. Setidaknya, ada lima kasus teror dan intimidasi yang diterima pegawai KPK oleh oknum tertentu.
"Saya ingin ceritakan bahwa, di KPK yang diserang itu bukan cuma saya, banyak. Saya bilang banyak karena lebih dari lima, banyak yang diserang juga. Saya baru tau kemarin ketika berbicara dengan beberapa rekan di KPK," kata Novel dalam diskusi yang bertema #500HariNovelDibiarkanButa: Urgensi Perlindungan Penggiat Keadilan, di kantor KPK, Kamis, 1 November 2018.
Menurut Novel, teror dan intimidasi yang dialami oleh rekan-rekannya di KPK tak kalah kejamnya dari apa yang dia alami, yakni disiram air keras. Serangan dan intimidasi yang dialami pegawai KPK seperti penyerbuan dan teror terhadap fasilitas KPK, ancaman bom bahkan sampai ada yang diculik, ditangkap ketika bertugas dan diancam pembunuhan.
"Pernah safe house KPK itu diserbu, dengan tanpa aturan hukum, pernah pegawai KPK diculik. Saya penyidik, saya paham bagaimana penangkapan, lalu saya bilang diculik, terus banyak lagi hal-hal lain. Rumahnya dipasangin bom, walaupun setelah dicek bom itu palsu. Bagaimana dengan mobil pegawai KPK yang disiram air keras, lalu ancaman pembunuhan lainnya. Dan itu sampai sekarang dibiarkan. Terakhir terjadi di akhir 2017, saat itu saya sedang sakit di Singapura," papar Novel.
Novel juga tetap berkeyakinan bahwa kasus penyerangan dan teror air keras yang dia alami sengaja tak mau diungkap Kepolisian. Seperti yang telah ia katakan 15 bulan lalu di beberapa media.
"Jadi bila seumpama diterangkan bahwa ada proses yang berlangsung, saya katakan proses itu (hanya) formalitas. Kemudian saya mendengar masukan-masukan yang saya dapat dari senior-senior di Mabes Polri, mereka sarankan sebaiknya dibentuk TGPF (tim gabungan pencari fakta)," ujar Novel.
Itu pun, tekan Novel, dirinya telah menyampaikan sejak awal pasca penyerangan, namun sampai hari ini belum juga diakomodir oleh penguasa.
Sumber: Viva