"Faktor Ma'ruf" Merupakan Closing Kehancuran Jokowi Di Pilpres

Sabtu, 29 Desember 2018

Faktakini.com

"FAKTOR MARUF"
by Zeng Wei Jian

"Menurut WHO", kata Kyai Maruf Amin, "Usia saya paruh baya, bukan tua".

George R.R. Martin (A Game of Thrones-A Song of Ice and Fire) menyatakan, "Most men would rather deny a hard truth than face it."

Denny JA dan teman-temannya membangun narasi nyama-nyama'in Kyai Maruf Amin dengan Tun Mahathir Muhammad. Sekilas ada benarnya. But somehow, it does not feel right. Rasanya ada yang keliru. Similar but not the same.

Jokowi is in trouble. Janji-janji kampanye 2014 seperti buka 10 juta lapangan kerja, dollar 10 ribu, stop import, stop utang, tidak naikan BBM dan sebagainya tidak terealisasi.

Pengikutnya berkilah. Ngeles. Alasan ini itu. Masalahnya kenapa obral janji at the first place.

Karena lemah di masalah "obral janji", mereka genjot tema infrastruktur. Menurut Kwik Kian Gie, Pola Infrastruktur pemerintah ngawur. Tidak tepat sasaran. Terlalu dipaksakan. Ada daerah yang tidak butuh, tapi dipaksakan dibangun.

"Faktor Maruf" merupakan closing kehancuran Jokowi di Pilpres. Canggih Cak Imin. Nanti dia bisa berkata, see I told you. Jika cawapresnya bukan Muhaimin Iskandar, Jokowi Kalah.

Kyai Maruf lebih muda dari Mahathir. Tapi Mahathir tampak lebih fresh dan sanggup criss-crossing berkampanye di pelosok negeri. Orasinya keras melawan Status quo. Bahkan dia ikut aksi demonstrasi dan candlelight vigils.

Aktifitas dan usianya jadi inspirasi. Secara khusus, Harian The Strait Times menayangkan topik ini. Di mana-mana Tun Mahathir Muhamad jadi perhatian.

Sekali pun demikian, Tun Mahathir mengakui tidak benar-benar sehat. Dia ngga bohong dan menyangkal. Dia ngga pura-pura 100% prima.

"Maybe, I am like a monkey," katanya. "I am not completely healthy. I had heart problems, I had some pneumonia at one time and I have periods when I get bad coughs when the lungs get infected."

Nah, di sini beda antara Kyai Maruf dan Tun Mahathir Muhammad.

THE END