Reuni 212 Dan Politik Senjata Makan Tuan

Rabu, 5 November 2018

Faktakini.com

REUNI 212 DAN POLITIK SENJATA MAKAN TUAN

Dari sudut pandang tertentu reuni 212 menjadi penanda tamatnya riwayat "politik agama" yang dimainkan oleh kubu di sana. Politik tersebut telah berbalik menjadi senjata makan tuan.

Lalu adakah ini artinya R212 merupakan event politik? Tidak perlu dijawab! Mengapa? Karena menjawabnya membuat kita ditarik ke ruang luas perdebatan opini kontra opini yang takkan terselesaikan secara memuaskan bagi semua pihak. Definisikan politik menurut anda, maka saya akan mengemukakan opini saya mengenai apakah itu politik atau bukan.

Jika politik adalah seni, maka jawabannya adalah ya. Jika politik adalah kecerdasan, jawaban juga ya. Jika politik adalah momentum, maka ya dan ya. Pertanyaannya, jika memang ya itu politik lalu kenapa??

Sangat kentara memang ada usaha dari kubu tertentu untuk menderivasi makna R212, mengarahkan pemikiran publik bahwa itu adalah acara politik kubu tertentu. Namun jika kita menyelami benar opini politik yg coba mereka bangun - yang memiliki indikasi kuat agar acara ini dihadapkan dengan pelanggaran pemilu, maka saya kira mereka harus kecewa. Politik bukanlah agenda acara ini. Masyarakat hadir atas kerelaan serta dengan daya dan prakarsa sendiri. Bahwa masyarakat ini memiliki dukungan tertentu dalam konstestasi politik itu tidak ada hubungannya dan tidak boleh kehadiran mereka dituduh berpolitik. Semua orang yang memenuhi syarat memiliki hak politik yang melekat pada dirinya. Berdasarkan batasan ini maka mereka semua adalah manusia-manusia politik. Berpolitikkah mereka di acara tersebut?? Tergantung definisi kita mengenai apa itu politik bukan?

Mengikuti alur berpikir yang mereka bangun, berarti mereka juga harus mengakui  muatan politis yang terdapat dalam acara bagi-bagi sertifikat tanah dengan disertai foto figur tertentu, penggratisan infrastruktur tertentu padahal negara sedang butuh uang, iklan-iklan menggunakan anggaran negara yg jelas hanya  untuk menaikkan pamor figur capres tertentu..

Baiklah, mari kita kunci perdebatan muatan politik dalam acara R212 ini dengan berpegangan pada pernyataan Bawaslu, dimana Bawaslu menilai TIDAK ADA PELANGGARAN. #Clear

Jika politik adalah seni, kecerdasan dan moment untuk menuai manfaat maka moment R212 ini sebenarnya terbuka untuk dimanfaatkan oleh siapapun. Tempat penginapan, tukang jual es, tukang gorengan, wartawan, media, pengusaha transportasi, tokoh agama, politikus, umat beragama, pekerja seni - you name it, semua dapat berpolitik agar mendapat manfaat. Tak terlepas para kontestan pemilu dan kubu masing-masing pun tentu akan berusaha, dan itu wajar.

Singkat kata, jika hendak menuduh bahwa kubu 02 memanfaatkan acara ini untuk mendapat keuntungan politis, apakah kubu 01 sendiri tidak berusaha memanfaatkannya?? Jangan karena imbas acara ini yang dirasakan kedua kubu ternyata berbeda, maka pihak yang satu menjadi iri dan sakit hati lalu nyinyir tiada henti kepada pihak yang lain. Publikasi angka 40 ribu untuk menakar jumlah massa yang hadir merupakan taksiran yg sangat berbau iri dengki melihat kesuksesan acara ini. Secara kasat mata saja bisa ditaksir jumlahnya jutaan. Personel aparat keamanan yang diturunkan minimal 20ribu, jadi apakah 1 personel menjaga 2 orang?? Aneh sekali, apa pentingnya berbohong soal jumlah. 

Mengapa sangat beralasan jika mereka merasa iri, karena mereka sudah sekuat tenaga membangun narasi dan opini publik bahwa ini merupakan acara politik kubu tertentu. Secara terbuka mereka mengajak masyarakat untuk menolak R212. Kontemplasi 212 sebagai acara tandingan pun digulirkan sayangnya wacana tsbt tidak begitu laku. Hanya rame di sosmed saja. Acara di Istiglal pd hari yg sama yang tadinya menurut kabar akan dihadiri Presiden pun tak kedengaran gaungnya. Peserta R212 tidak mau tertipu, dengan cepat di medsos mereka saling mengingatkan agar jangan terkecoh dan salah masuk tempat acara.

Secara tidak langsung para haters acara R212 justru berperan membuat acara ini sukses. Mereka menyebarkan penolakan dan antipati mereka terhadap acara ini, membuat acara ini semakin trending. Semakin dilarang semakin masyarakat datang. Semakin dilawan semakin mereka militan.

Inilah politik yang berubah menjadi senjata makan tuan untuk mereka. Mereka salah taktik, namun memang ini sudah saatnya apa yang ditabur orang itulah yang dituainya. Kubu disana jelas terjebak dengan politiknya sendiri. Politik yang dengan mudah memberi label makar, radikal dan sejenis itu pada acara-acara yang tidak menguntungkan agenda politik mereka. Mereka lupa, ini negara demokrasi. Hak bersuara, hak berkumpul dijamin dengan konstitusi.

Rakyat sudah cerdas dan suasana kebatinan masyarakat sebenarnya sudah lelah untuk terus berbenturan. Bertahun-tahun propaganda itu terus dipelihara. Narasi-narasi mengenai radikalisme, anti NKRI, anti Pancasila adalah peluru yang terus menerus ditembakkan pada umat beragama tertentu - ini sekaligus menenggelamkan umat yang lain ke dalam paranoia dan ketakutan.

Curiga pada saudara sebangsanya. Sebaliknya sebagian umat Islam juga jadi bersikap defensif dan ekslusif terhadap umat lain karena mereka seolah terus menerus dijadikan tertuduh. Kondisi inilah sebenarnya penyebab keretakan bangsa. Dan pemerintah gagal bersikap bijaksana dalan hal ini untuk menjembatani persatuan.

Slogan 'saya Indonesia saya Pancasila'  justru membuat sebagian orang merasa paling Pancasila dan paling NKRI sementara pihak yang lain diposisikan tidak Pancasila dan diopinikan merong-rong NKRI.  Satu sama lain saudara sebangsa timbul saling curiga.. saling membenci. Dalam air yang keruh itulah kita melihat bagaimana politik rangkul pukul dimainkan pihak tertentu. Rangkul yang mau bergabung dalam agenda politik mereka memenangkan figur tertentu, pukul yang menolak.

Tidak perlu disebutkan pun, mata kita tentu bisa melihat dengan jelas siapa-siapa yang akhirnya bisa dirangkul dan siapa-siapa yang dipukul. Yang dirangkul tentu mendapat bagian dalam politik membagi kue.

Jabatan-jabatan bergaji fantastis dari kas negara, diobral di sini. Tentu politik membagi kue tidak semua dapat ditangkap secara kasat mata. Mirisnya, rakyat disuruh mencukupkan diri dgn belanja 50ribu utk 3 hari.

Baru- baru ini seorang praktisi hukum, ketum partai berbau Islami yang berhasil dirangkul akhirnya menyatakan dukungan politik ke kubu sebelah. Lokomotif yang kemarin melepas gerbong, malu-malu beralasan bahwa ia hanya  melakukan tugas profesional, akhirnya tidak malu lagi untuk nyata-nyata melakukan lompat pagar. Namun ini lebih baik, daripada munafik lebih baik terang benderang. Kalau perlu jangan tanggung-tanggung, untuk urusan ini banyaklah belajar pada orang seperti Ngabalin dan Ampera. Tindakannya menyatakan dukungan secara terbuka sebenarnya tidak berpengaruh pada kubu yang tak didukung. Yang paling kasihan justru kader dan partisannya, tidak semua mereka sanggup menjilat ludah, tidak semua mereka bisa dgn mudah membuang idealisme. Tapi ya sudahlah, sangat dapat dimengerti manuever sebuah partai yang selama 20 tahun tidak pernah lolos. Nama ketumnya sudah pernah masuk bursa cagub/cawagub DKI - akhirnya mentah, sudah pernah masuk bursa cawapres - mentah juga, ketimbang menyinyiri baiklah kita memaklumi dan bersimpati saja. #Senyum

Kembali ke soal reuni 212 dan politik senjata makan tuan. Kubu di sana jelas salah mengambil sikap. Padahal bicara politik moment, R212 adalah moment sangat baik yang juga dapat mereka manfaatkan jika mereka memainkan seni politik yang cerdas. Tapi mereka termakan oleh narasi yang diciptakan mereka sendiri sejak awal, gagal melihat bahwa narasi itu sudah tidak laku, orang sudah bosan, lelah dan muak.
Jika kubu petahana jeli membaca situasi, maka seharusnya pihak mereka dan media-media yang menjadi kendaraan mereka juga politikus mereka menjadikan ini sbg moment pemulihan citra. Seharusnya mereka dengan ramah menyuarakan dukungan, memberikan support penuh, diaturkan agar President atau Wakilnya dapat hadir dan memberikan pidato. Isi pidato dikonsep smart, berisi apresiasi pada semua pihak dan mengajak semua elemen bersatu dalam kebhinekaan. Sampaikan agar acara seperti itu dijaga agar tetap berorientasi kebangsaan, himbau supaya jangan menjadi event politik. Tunjukkan kemesraan hubungan dengan capres yang lain. Tunjukkan bahwa Presiden adalah ikon pemersatu bangsa yang mendukung acara-acara silaturahmi kebangsaan yang digagas rakyat.

Jika itu yang terjadi maka WOW.. saya sangat yakin acara ini akan berefek besar pada citra dan elektabilitas petahana. Jika itu yang terjadi maka para haters dan kampreters akan sulit sekali menggoreng apapun. Dan bayangkan indahnya headline-headline yang bisa ditulis di media-media mainstream, gemanya akan sampai ke luar negeri. Kalau itu yang terjadi maka status saya ini takkan pernah ditulis seperti ini, karena sulit untuk tidak mengapresiasi jika memang hal itu yang mereka lakukan.

Namun sayang seribu sayang, kita tau bukan itu yang terjadi. Usaha-usaha menolak dan mendiskreditkan acara reuni 212 justru datang dari pihak2 pendukung pemerintah. Moment sempurna itu lewat. Alangkah seni politik yang bodoh dan memakan diri sendiri.

Selama dilakukan dalam koridor yang tidak melanggar hukum, jangan pernah halangi eforia manusia yang dibakar oleh cintanya pada agamanya, itu hanya akan menyuburkan perlawanan pada mereka yang menghalanginya.

R212 merupakan event agama yang dengan cerdas dijadikan ajang silaturahmi bangsa. Umat Islam sudah lelah terus diradikalkan, seolah mereka tak cinta NKRI dan Pancasila. Acara inipun sejak awal gaungnya terus mengusung tema kebangsaan, non muslim turut dirangkul diajak bersatu sebagai NKRI, sikap prejudice, saling curiga harus dihilangkan. Kunci utama kemajuan adalah persatuan.

Minim liputan media, kurang mendapat dukungan pemerintah, toh acara ini sangat sukses. Tolak ukur bukan hanya persoalan jumlah massa yang hadir walau angkanya pun signifikan, tapi apresiasi setingginya juga kpd panitia, peserta dan aparat krn acara ini berlangsung aman, tertib, damai, tidak ada kerusakan dan kekacauan dan yang terpenting acara ini juga menjadi ajang persatuan. Sebagian non muslim yang turut hadir tentu setuju bahwa bersaudara dalam perbedaan itu indah dan tidak mustahil diwujudkan. Menuju Indonesia Adil dan makmur, daripada membangun tembok lebih baik membangun jembatan.

Salam persatuan - With Love to All Indonesian Races & Religion #CN