Tegas! Kuasa Hukum: Habib Bahar Bin Smith Korban Diskriminasi Rezim

Jum'at, 7 Desember 2018

Faktakini.com, Jakarta - Kuasa hukum Habib Bahar bin Ali bin Smith, Aziz Yanuar, menyebut kliennya merupakan korban tindak diskriminasi dari institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan rezim pemerintahan yang berjalan saat ini.

Menurutnya, Polri selalu menerapkan perlakuan yang berbeda dalam menangani kasus dengan terlapor pihak atau oknum pendukung Presiden Joko Widodo seperti Ade Armando, Victor Bungtilu Laiskodat, Permadi Arya alias Abu Janda, dan Sukmawati Soekarnoputri.

"Secara lugas kami kuasa hukum menyatakan bahwa justru klien kami adalah korban perlakuan diskriminasi dari rezim yang sedang menguasai dan membajak negara," kata Aziz dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (6/12).

Dia pun menyatakan proses hukum terhadap Habib Bahar dalam kasus dugaan tindak pidana kejahatan terhadap penguasa dan ujaran kebencian terkesan dipaksakan dan sengaja dipercepat. Menurutnya, hal ini seolah-olah menunjukkan keinginan pihak tertentu agar Habib Bahar segera dipenjara.

Hal ini, lanjutnya, juga seolah-olah ingin membungkam Habib Bahar untuk berdakwah.

Menurutnya, perlakuan yang diterima Habib Bahar tidak bisa lepas dari posisi yang merap mengkritik rezim yang melakukan kezaliman.

"Perlakuan diskriminatif yang dilakukan Polri atas pilihan politik merupakan tindakan diskriminasi yang nyata yang bertentangan dengan UUD (Undang-undang Dasar) 1945," ucap Aziz.

Dia menambahkan, perilaku diskriminatif seperti yang dialami Habib Bahar sebelumnya telah dialami sejumlah tokoh yang berseberangan dengan pemerintah, seperti Habib Rizieq Shihab, Habib Haidar bin Abdurrahman BSA, Habib Mahdi Shahab, dan Habib Syukri Baraqbah.

Laporan terhadap Habib Bahar muncul akibat pernyataannya dalam sebuah video di media sosial. Dia dilaporkan oleh Jokowi Mania. Laporan itu diterima dengan nomor : LP/B/1551/XI/2018/Bareskrim tanggal 28 November 2018.

Dalam video itu, Habib Bahar menyebut Jokowi sebagai pengkhianat negara dan rakyat. Dia juga menyebut Jokowi sebagai seorang banci.

Habib Bahar dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 dan Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sementara itu, Habib Bahar juga dilaporkan dengan tuduhan serupa di Polda Metro Jaya oleh Muannas Alaidid. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor : LP/6519/XI/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 28 November 2018.

Habib Bahar sebelumnya mengatakan ceramahnya saat itu terkait dengan adanya aksi 4 November 2016 atau Aksi 411. Dia menilai Jokowi sebagai presiden RI saat itu tak merespons keresahan umat.

"Saya mengatakan Jokowi presiden banci karena waktu aksi 411 jutaan umat Islam mendatangi depan Istana untuk bertemu dengannya untuk meminta keadilan penegakan hukum. Dia sebagai presiden malah lari dari tanggung jawab dan lebih memilih urusan yang tidak penting daripada jutaan umat Islam yang ingin menemuinya. Malah para habaib, kiai, dan ulama diberondong dengan gas air mata," kata Habib Bahar.

Habib Bahar mengakui dalam ceramahnya dia menyebut Jokowi pengkhianat bangsa. Sebab, menurut dia, Jokowi telah memberi janji palsu karena tidak bisa membuat seluruh rakyat Indonesia sejahtera.

"Rakyat menderita, susah, kehausan, kelaparan, yang makmur China, Barat, yang makmur perusahaan-perusahaan asing, kita pribumi Indonesia menjadi budak di negara kita sendiri," ujarnya.

Soal dirinya yang dilaporkan ke polisi terkait dengan ceramahnya, Habib Bahar bin Smith mengaku tak gentar. Dia mengaku siap dipenjara demi membela rakyat.

"Kalau mereka mendesak saya minta maaf maka demi Allah saya lebih baik memilih busuk dalam penjara daripada harus minta maaf," ujarnya.

Foto: Kuasa hukum Habib Bahar bin Ali bin Smith, Aziz Yanuar saat berdiskusi dengan Habib Bahar

Sumber: CNNI