Zeng Wei Jian: Stupid Political Branding
Senin, 17 Desember 2018
Faktakini.com
STUPID POLITICAL BRANDING
by Zeng Wei Jian
Tim political branding Jokowi terdiri dari para penjilat. Hasilnya; pencitraan excessive dan overcooked branding.
Peneliti Savigny & Temple (2010) menyatakan taktik marketing diadopsi ke dalam political branding. "Indeed, much of political marketing literature to date has been based in traditional marketing & economically motivated approaches".
Study seputar "political branding" pertama kali dilakukan oleh Nakanishi, Cooper & Kassarjian tahun 1974.
Saat ini, "political branding" tidak bisa bisa dipisahkan dari kehidupan politik. Semua politisi melakukan itu. Termasuk Jokowi. "The concept of branding has become so integral to politics that it is now the new permanent campaign," kata Scamell (2007).
"Branding" secara alami bermotif "to add value to product". Kecapnya nomor satu. Namun, bila keterlaluan maka blunder adalah outputnya.
Menurut Forbes, sebuah brand “is what your prospect thinks of when he or she hears your brand name".
Saat nama "Jokowi" disebut, citra tertentu muncul di otak audiens; Pembela Ahok, 66 Janji, masuk got, Jaenudin Ngaciro, planga-plongo, sudut kamera lalu booming, ndeso naik motor gede, impor beras, dollar 15 ribu dan sebagainya.
Jelas, political branding berkepanjangan itu ngga sanggup menciptakan kesan Jokowi sebagai "pragmatic political fixers and problem-solvers” (Azzi and Hillmer). Malah, ada yang sebut dia "raja hutang".
Sumber masalahnya, bagi saya, Jokowi ngga punya "charisma" sebagai seorang pemimpin.
Berdasarkan "Great man theory of heroes", Charisma adalah "natural communication talent that can not be manufactured by image handlers in a free media system".
Sekali pun semua tivi dikuasai, para image handlers penjilat itu tidak bisa memberangus social media attacks.
Di sisi lain, sebagai New Kid on The Block, Jokowi ngga punya reputasi. Semua hal berkaitan dengannya masuk kategori "artificial construct" dan "reinforce impressions".
Sedangkan reputasi itu berkaitan dengan track record dan based on many touchpoints including consumer experiences.
Sekali pun para propagandis penjilat mengatakan Jokowi sejahterakan ekonomi rakyat, tapi emak-emak merasakan betul uang 50 ribu tidak bisa untuk makan 3 hari. Walau pun dikatakan Jokowi hebat di masalah penegakan hukum, tapi rakyat melihat ada jutaan orang turun ke jalan menuntut pengadilan atas Ahok.
THE END
Faktakini.com
STUPID POLITICAL BRANDING
by Zeng Wei Jian
Tim political branding Jokowi terdiri dari para penjilat. Hasilnya; pencitraan excessive dan overcooked branding.
Peneliti Savigny & Temple (2010) menyatakan taktik marketing diadopsi ke dalam political branding. "Indeed, much of political marketing literature to date has been based in traditional marketing & economically motivated approaches".
Study seputar "political branding" pertama kali dilakukan oleh Nakanishi, Cooper & Kassarjian tahun 1974.
Saat ini, "political branding" tidak bisa bisa dipisahkan dari kehidupan politik. Semua politisi melakukan itu. Termasuk Jokowi. "The concept of branding has become so integral to politics that it is now the new permanent campaign," kata Scamell (2007).
"Branding" secara alami bermotif "to add value to product". Kecapnya nomor satu. Namun, bila keterlaluan maka blunder adalah outputnya.
Menurut Forbes, sebuah brand “is what your prospect thinks of when he or she hears your brand name".
Saat nama "Jokowi" disebut, citra tertentu muncul di otak audiens; Pembela Ahok, 66 Janji, masuk got, Jaenudin Ngaciro, planga-plongo, sudut kamera lalu booming, ndeso naik motor gede, impor beras, dollar 15 ribu dan sebagainya.
Jelas, political branding berkepanjangan itu ngga sanggup menciptakan kesan Jokowi sebagai "pragmatic political fixers and problem-solvers” (Azzi and Hillmer). Malah, ada yang sebut dia "raja hutang".
Sumber masalahnya, bagi saya, Jokowi ngga punya "charisma" sebagai seorang pemimpin.
Berdasarkan "Great man theory of heroes", Charisma adalah "natural communication talent that can not be manufactured by image handlers in a free media system".
Sekali pun semua tivi dikuasai, para image handlers penjilat itu tidak bisa memberangus social media attacks.
Di sisi lain, sebagai New Kid on The Block, Jokowi ngga punya reputasi. Semua hal berkaitan dengannya masuk kategori "artificial construct" dan "reinforce impressions".
Sedangkan reputasi itu berkaitan dengan track record dan based on many touchpoints including consumer experiences.
Sekali pun para propagandis penjilat mengatakan Jokowi sejahterakan ekonomi rakyat, tapi emak-emak merasakan betul uang 50 ribu tidak bisa untuk makan 3 hari. Walau pun dikatakan Jokowi hebat di masalah penegakan hukum, tapi rakyat melihat ada jutaan orang turun ke jalan menuntut pengadilan atas Ahok.
THE END