Lembaga Survei Kompak "Menangkan", Jokowo Diprediksi Hanya Menang Di "Hasil Survei" Seperti Ahok

.Selasa, 22 Januari 2019

Faktakini.com, Jakarta -
Menjelang pembebasan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari penjara, Indikator Politik Indonesia agaknya tak mau kalah mewarnai jagat pemberitaan dengan mengeluarkan rilis survei terbarunya menyebutkan pasangan Jokowi-Ma'ruf (Jokmar) mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (PADI).

Berdasarkan hasil survei periode 1 Agustus 2018 dinyatakan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 54,9 persen, sementara Prabowo-Sandiaga di kisaran 34,8 persen.

IPP dikenal lembaga survei yang pernah menjadi pendukung Ahok.

"Ternyata para sindikat survei ini memainkan pola lama susul menyusul merilis keunggulan kandidatnya petahana," ujar pengamat politik dan hukum dari The Indonesian Reform, Martimus Amin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (11/1).

Pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu demikian pula. Namun hasil akhirnya tidak pernah akurat.

"Ahok nyungsep kalah dari pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno," ulas Martimus.

Tragisnya, lanjut Martimus, tidak lama usai pemilihan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta putaran kedua, tepatnya pada tanggal 9 Mei 2017 hakim secara bulat menjatuhkan vonis hukuman penjara dua tahun terhadap Ahok yang terbukti telah melakukan penistaan agama.

Mungkin cerita nasib Ahok akan berkata lain, menurut dia, jika survei lembaga tersebut akurat. Ahok terbukti memenangi Pilkada. Secara politik ini akan menjadi pertimbangan hakim menjatuhkan vonis bebas atau sekadar pidana bersyarat saja terhadap Ahok.

"Ternyata akibat penipuan survei dari lembaga membuat Ahok bernasib sial dangkalan," cetusnya.

Malah kini, para sindikat lembaga survei ditambah Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA yang proposal penawarannya ditolak Prabowo bersatu dengan koor suara sama berusaha mengelabui publik dengan opini-opini rilisnya. Mereka mengklaim petahana Jokmar unggul dan memenangi pertarungan melawan paslon PADI.

"Lembaga survei telah menjadi buta karena duit bayaran. Menafikan data-data akurat terkait pasangan PADI yang selalu dominan dan berjaya mengungguli di seluruh poling media sosial," kritiknya.

Fakta bahwa kampanye pasangan PADI selalu gegap gempita dihadiri ratusan ribu lapisan masyarakat luas sepertinya diabaikan. Sementara kampanye pasangan Jokmar hanya dipenuhi undangan bangku kosong.

"Perlawanan rakyat bangkit di mana-mana pose berani mereka simbol dua jari saat berfoto dalam tiap event acara-acara kampanye Jokowi," tegasnya.

Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf stagnan membuat Ketua Tim Kampanye Nasional, Erick Thohir dan Luhut Binsar Pandjaitan tidak segan-segan mengkambinghitamkan cawapres nomor urut 01 itu tidak maksimal berkampanye.

"Sungguh menggelikan. Padahal kiai Ma'ruf awalnya dirayu Jokowi mendampinginya agar ia tidak dianggap jauh dari umat Islam. Ternyata semua itu hanya alat pencitraan belaka. Sebagaimana halnya jokowi menyewa ustaz khusus bisa tampil iman salat," sindirnya.

Ia melihat semua upaya kini dilakukan petahana untuk memenangkan dirinya. Mesin kekuasaan digerakkan dari tingkat atas sampai bawah.

"Polisi, BIN, birokrasi, KPU, dana desa, dana lurah, dana bantuan sosial, dana camat, dana bupati, dana gubernur, dana menteri, sampai dana korupsi, digunakan untuk memenangi pertarungan," tuturnya.

Namun ia meyakini pada akhirnya jua kejahatan pasti akan kalah.

"Sekarang ini Jokmar bukan lagi melawan pasangan PADI, tapi telah berhadapan dengan kekuatan gerakan rakyat semesta. Peran lembaga-survei tidak hanya akan menjerumuskannya dalam kekalahan mengenaskan, tetapi juga menjadikan nasibnya sama seperti Ahok masuk penjara," tutupnya.

Sumber: