Tegas! Fadli Zon: Kalau Hasil Survei Petahana Dibilang 52 Persen, Aslinya 42 Persen
Rabu, 9 Januari 2019
Faktakini.com, Jakarta - Saat menjelang Pilgub DKI 2017, lembaga-lembaga survei pesanan silih berganti mengeluarkan "hasil survei" Yang isinya Ahok - Djarot unggul telak melawan Anies - Sandi.
Bahkan LSI - Denny JA pernah menyatakan Anies - Sandi tersingkir di putaran pertama Pilgub DKI 2017.
Namun itu semua ternyata lebih terasa seperti gertakan dan penggiringan opini belaka dengan tujuan untuk memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa Ahok - Djarot paslon yang paling disukai masyarakat dan pasti akan menang.
Faktanya, saat pertempuran sesungguhnya "hasil survei" Yang dikeluarkan oleh mereka meleset patah, bagaikan coretan kopong yang tidak lebih berbobot daripada coret-coretan seorang anak Balita berusia 1 tahun.
Karena faktanya, pada Pilgub DKI 2017 Anies - Sandi yang "menurut hasil survei' kalah, faktanya malah unggul sangat telak dengan meraih 57,96 Persen suara, sementara Ahok - Djarot hancur lebur hanya meraih 42,04 Persen suara.
Apakah "Modus serupa" Kembali digunakan oleh lembaga-lembaga survei tersebut menjelang Pilpres 2019 ini?
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menanggapi survei Indikator soal Jokowi masih mengungguli Prabowo. Ia mengklaim Januari 2019, Prabowo akan mampu mengejar elektabilitas Jokowi.
"Kami yakin bulan Januari ini sudah terlampaui. Dalam bulan Januari ini Pak Prabowo-Sandi sudah melampaui petahana," kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 9 Januari 2019.
Ia mencontohkan kalau dalam survei, petahana berada dalam kisaran 52-53 persen, maka angkanya sebenarnya dikurangi 10 persen. Berarti elektabilitas Jokowi sebenarnya sudah di bawah.
"Jangankan 3 bulan, bulan ini juga sudah pasti terkejar. Bulan ini akan semakin terkejar dan bulan Maret akan semakin solid dan akan semakin kompak. Saya kira ini akan memperkuat kemenangan pak Prabowo-Sandi," kata Fadli.
Apalagi, ia menjelaskan, saat ini petahana hanya bicara hal yang 'itu-itu' saja. Lalu banyak juga janji yang tak dipenuhi yang menyangkit kesulitan langsung yang dirasakan masyarakat.
"Sehingga tak bisa diberikan harapan-harapan karena harapan-harapan yang disampaikan 2014 itu harapan palsu. Jadi saya kira masyarakat semakin cerdas untuk melihat petahana," kata Fadli.
Wakil Ketua DPR itu mengklaim tren elektabilitas petahana dalam survei sudah menurun. Sehingga seolah-olah elektabilitasnya tinggi padahal sudah rendah.
"Jadi kalau kita lihat sih sudah kalah," kata Fadli.
Ia menambahkan saat ini banyak survei juga yang tak akurat. Karena itu, metodologi survei dianggap perlu dievaluasi. Sebab dalam masyarakat kini banyak sekali mendapatkan informasi melalui media sosial.
"Kalau lihat dalam pilkada Jabar misalnya Sudrajat-Syaikhu 6-7persen tapi (suara pemilih) 29 persen, begitu juga di Jateng Pak Sudirman 10 persen tapi 42 persen. Jadi harusnya mereka ini malu lembaga-lembaga survei ini. Karena mereka gagal-gagal terus. Kalau di luar negeri sudah membubarkan diri," kata Fadli.
Apalagi, ia melanjutkan, tak jelas siapa yang membayar lembaga survei tersebut. Deklarasi yang mendanai lembaga survei pun menjadi penting.
"Lembaga-lembaga survei itu perlu ada aturan lah. Selama ini tidak memberikan info yang akurat," kata Fadli.
Sumber: Viva
Faktakini.com, Jakarta - Saat menjelang Pilgub DKI 2017, lembaga-lembaga survei pesanan silih berganti mengeluarkan "hasil survei" Yang isinya Ahok - Djarot unggul telak melawan Anies - Sandi.
Bahkan LSI - Denny JA pernah menyatakan Anies - Sandi tersingkir di putaran pertama Pilgub DKI 2017.
Namun itu semua ternyata lebih terasa seperti gertakan dan penggiringan opini belaka dengan tujuan untuk memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa Ahok - Djarot paslon yang paling disukai masyarakat dan pasti akan menang.
Faktanya, saat pertempuran sesungguhnya "hasil survei" Yang dikeluarkan oleh mereka meleset patah, bagaikan coretan kopong yang tidak lebih berbobot daripada coret-coretan seorang anak Balita berusia 1 tahun.
Karena faktanya, pada Pilgub DKI 2017 Anies - Sandi yang "menurut hasil survei' kalah, faktanya malah unggul sangat telak dengan meraih 57,96 Persen suara, sementara Ahok - Djarot hancur lebur hanya meraih 42,04 Persen suara.
Apakah "Modus serupa" Kembali digunakan oleh lembaga-lembaga survei tersebut menjelang Pilpres 2019 ini?
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menanggapi survei Indikator soal Jokowi masih mengungguli Prabowo. Ia mengklaim Januari 2019, Prabowo akan mampu mengejar elektabilitas Jokowi.
"Kami yakin bulan Januari ini sudah terlampaui. Dalam bulan Januari ini Pak Prabowo-Sandi sudah melampaui petahana," kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 9 Januari 2019.
Ia mencontohkan kalau dalam survei, petahana berada dalam kisaran 52-53 persen, maka angkanya sebenarnya dikurangi 10 persen. Berarti elektabilitas Jokowi sebenarnya sudah di bawah.
"Jangankan 3 bulan, bulan ini juga sudah pasti terkejar. Bulan ini akan semakin terkejar dan bulan Maret akan semakin solid dan akan semakin kompak. Saya kira ini akan memperkuat kemenangan pak Prabowo-Sandi," kata Fadli.
Apalagi, ia menjelaskan, saat ini petahana hanya bicara hal yang 'itu-itu' saja. Lalu banyak juga janji yang tak dipenuhi yang menyangkit kesulitan langsung yang dirasakan masyarakat.
"Sehingga tak bisa diberikan harapan-harapan karena harapan-harapan yang disampaikan 2014 itu harapan palsu. Jadi saya kira masyarakat semakin cerdas untuk melihat petahana," kata Fadli.
Wakil Ketua DPR itu mengklaim tren elektabilitas petahana dalam survei sudah menurun. Sehingga seolah-olah elektabilitasnya tinggi padahal sudah rendah.
"Jadi kalau kita lihat sih sudah kalah," kata Fadli.
Ia menambahkan saat ini banyak survei juga yang tak akurat. Karena itu, metodologi survei dianggap perlu dievaluasi. Sebab dalam masyarakat kini banyak sekali mendapatkan informasi melalui media sosial.
"Kalau lihat dalam pilkada Jabar misalnya Sudrajat-Syaikhu 6-7persen tapi (suara pemilih) 29 persen, begitu juga di Jateng Pak Sudirman 10 persen tapi 42 persen. Jadi harusnya mereka ini malu lembaga-lembaga survei ini. Karena mereka gagal-gagal terus. Kalau di luar negeri sudah membubarkan diri," kata Fadli.
Apalagi, ia melanjutkan, tak jelas siapa yang membayar lembaga survei tersebut. Deklarasi yang mendanai lembaga survei pun menjadi penting.
"Lembaga-lembaga survei itu perlu ada aturan lah. Selama ini tidak memberikan info yang akurat," kata Fadli.
Sumber: Viva