Bertemu Satu Pesawat Dengan Sandiaga Uno, Yayah Khisbiyah Kagumi Keramahan Sang Cawapres Milenial

Selasa, 5 Februari 2019

Faktakini.com

Yayah Khisbiyah

Bertemu Sandiaga Uno di penerbangan terakhir Garuda dari Solo (Sabtu malam ini ke Jakarta jam 18.50), untuk saya lanjutkan ke Manado esok subuh.

Sandi rupanya naik kelas ekonomi juga. Saya melihatnya sudah duduk di deretan ketiga kursi ekonomi.

Saya duduk 2 nomor di depannya, paling depan, nomor 21K. Ia nomor 23K.

Penumpang tak dikenal di sebelah kursi saya, emak2 juga, bilang, "Nanti minta foto bareng yuk Bu." Saya tak terbiasa berburu foto dengan tokoh dan selebriti, merespon: "Enggak ah Bu, malu... gimana cara mintanya?"

Setelah mendarat, saya agak kesulitan menarik kopor di kabin karena nyangkut ke kopor penumpang lain. Seorang lelaki membantu menurunkannya, saya berterima kasih.

Ia lewat mendahului saat saya menarik tuas lalu mendorong kopor menuju anak tangga pesawat (pramugari sebelumnya mengumumkan bahwa tak ada garbarata kali ini karena pesawat parkir kejauhan dari terminal).

Tiba2 seseorang persis di belakang saya berucap, "Mari saya bawakan Bu." Saya menoleh dan ternyata dia Sandi. Tahu2 kok jadi di belakang saya, padahal tadi ada beberapa penumpang lain. Saya bilang ooh gapapa saya bisa, tapi ia sigap mengangkat kopor, dari atas sampai ke bawah.

Saya tak kenal secara personal dengannnya, belum pernah bertemu. Setiba di bawah, saya mengucap terima kasih, dan ia tetap berjalan di samping saya menuju bus bandara. "Boleh saya minta foto?" keluar juga akhirnya permintaan "memalukan" itu. Ayok nanti di bus ya, jawabnya. Saya dari UMS, celetuk saya mengisi kekosongan beberapa detik. Wajahnya langsung berbinar, "Ooh ya, saya pernah di UMS!" Ya saya tahu, dengan Bang Zul kan, jawab saya.

Obrolan jadi dinamis. Ia memilih berdiri di bus, tidak duduk. Padahal masih banyak kursi kosong karena baru sedikit yang masuk bus. Ia menyilakan saya berdiri di sampingnya. Obrolan makin lancar saat kami menyebut beberapa nama yang dikenal bersama walau dari walks of life dan "lintasan2 sejarah" yang berbeda2. Ia gentleman, keramahannya nampak tulus, auranya positif-sejuk, santun, dan low profile.

Saat beberapa penumpang lain berebut minta selfie dan welfie, ia layani dengan senyum, tapi sambil tetap ngobrol fokus dengan saya tentang soal2 ringan bangsa dan sosial-politik. Saat bus berhenti, saya memaksa mempersilakannya turun dahulu. Ia pasti lelah dalam kesibukan padatnya menyiapkan kampanye Capres-Cawapres, sehingga lebih butuh istirahat dari saya. Cerita agak diringkas, sekian. Hehe 😊

Sumber:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10216178708532671&id=1600316131