Jokowi Gencar Serang Prabowo, Peneliti LIPI: Panik Karena Dahsyatnya Sandiaga Uno Effect

Ahad, 3 Februari 2019

Faktakini.com, Jakarta - Pesona Cawapres "utusan Generasi Milennial" si Tampan mempesona Haji Sandiaga Shalahuddin Uno sungguh jauh lebih dahsyat dari yang diduga.

Kemanapun Sandi melangkah, ribuan orang selalu berebut untuk mendatangi, menyalami dan memeluknya, terutama kalangan Emak-Emak dan remaja putri, sehingga elektabilitas Prabowo - Sandi pun terus meroket.

Karena itu Capres petahana terus melancarkan serangan bertubi-tubi terhadap rivalnya, Prabowo Subianto.

Selain diduga itu akibat elektabilitasnya yang mangkrak, Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, memaparkan sejumlah analisis mengenai serangan Jokowi tersebut.

Siti menyebut Jokowi saat ini konsisten menyerang kubu lawan, setidaknya mulai dari debat pilpres perdana.

"Iya kayanya Pak Jokowi konsisten untuk menyerang, dari perdebatan pertama dia mengatakan dengan lantangnya bahwa dia tidak punya masalah masa lalu, melanggar HAM, dan hal-hal seperti itu. Lalu ketua umum tandatangan caleg-caleg yang bermasalah karena pernah napi dan sebagainya," kata Siti saat berbincang dengan detikcom, Sabtu(2/2/2019) malam.

Siti mengatakan serangan Jokowi itu bisa jadi disebabkan oleh posisi dia yang berbeda drastis dengan Pilpres 2014. Jokowi, disebut Siti, mempunyai efek yang begitu kuat saat Pilpres 2014.

Namun, menurut Siti, Jokowi effect itu luntur menjelang Pilpres 2019. Siti menyatakan justru efek tersebut malah beralih ke kubu lawan, yakni cawapres Sandiaga Uno.

Siti Zuhro mengatakan popularitas petahana sudah luntur di 2019.

"Ini yang tidak muncul 2019 ini, malah yang muncul Sandiaga Uno effect, jadi gendang itu malah ditabuh oleh Sandiaga, dengan titik-titik yang ribuan mengatakan sudah ke sana. Ya mungkin titiknya tingkat RT RW, kecamatan, ke daerah memang seribu," sambung dia.

Terlepas dari itu, Siti mengatakan kontestasi Pilpres 2019 ini masih jauh dari perdebatan program dan gagasan. Bagi dia, saat ini para kandidat baru bicara soal kelemahan dari kubu masing-masing.

"Jadi ini sudah memasuki kontestasi cuman kan masih bukan di program. Ini toh programku, mana programmu, baru hal-hal yang sifatnya dianggap lawan tanding yang negatifnya apa, itu yang diracing, yang dikuliti, jadi masih di situ, bukan untuk di level nasional, kepemimpinan nasional itu memang ada semacam tanggung jawab moral lebih ke level seyogianya bagaimana seorang pemimpin nasional menyampaikan gagasan brilian-briliannya apalagi petahana untuk next periode-nya," ujarnya.

Sumber: Detik