Puisi Neno Dituding "Mengancam Allah", Ini Penjelasan Buya Yahya

Senin, 25 Februari 2019l

Faktakini.com, Jakarta - Puisi Hajjah Neno Warisman menuai kontroversi. Puisi berjudul Munajat 212 itu dibacakan Neno di acara malam Munajat 212, di Kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis malam, 21 Februari 2019.

Sejumlah kalangan, utamanya kubu pasangan calon presiden-wakil presiden 02, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, menuding puisi Neno menantang dan mengancam-ancam Allah. Sl

Sementara mayoritas umat Islam menilai tidak ada masalah dengan puisi Neno itu, karena bagian dari doa yang dipanjatkan umat kepada Sang Khalik.

Sepenggal kalimat pada puisi Neno yang menuai polemik yakni, “Dan jangan, jangan Engkau tinggalkan kami, dan menangkan kami. Karena jika Engkau tidak menangkan, kami khawatir ya Allah, kami khawatir ya Allah, tak ada lagi yang menyembah-Mu”.

Menyoal polemik puisi Neno, KH Yahya Zainul Ma'arif, atau biasa disapa Buya Yahya, menjelaskan sepenggal kalimat yang dipersoalkan itu.

Buya Yahya menilai, kalimat yang dipersoalkan itu bukan mengancam Allah. Sebab, Nabi Muhammad juga pernah berdoa seperti itu saat Perang Badar 17 Ramadhan 2 Hijriah. Hal ini tercantum dalam Hadits Riwayat Muslim 3/1384 hadits nomor 1763.

"Tentang kalimat itu, 'jika Engkau tidak memenangkan kami, maka kami khawatir tidak ada yang menyembahMu di muka bumi. Jawabannya adalah, bukan mengancam Allah. Kalau mengancam Allah begini, 'ya Allah, kalau Engkau tidak memenangkan kami, kami tidak akan menyembahMu. Itu kurang ajar. Akan tetapi dia mengatakan, 'ya Allah jika Engkau tidak memenangkan kami, maka kami takut tidak ada yang menyembahMu. Kalimat ini bukan kalimat ancaman, bukan mengancam Allah. Akan tetapi ini rasa khawatir. Kalimat ini siapa yang pertama mengucapkan? Ini yang pertama mengucapkan adalah Baginda Nabi Besar Muhammad waktu di Perang Badar," ujar Buya Yahya dalam video di Youtube.

Video penjelasan Buya Yahya yang diunggah Al-Bahjah TV dipublikasikan pada 24 Februari 2019. Saat berita ini ditayangkan, video sudah ditonton 91.484 kali dan di-like 3,5 ribu orang.

Buya menjelaskan, saat Perang Badar, pasukan Nabi Muhammad hanya sekitar 300 orang melawan pasukan kafir Quraisy seribu lebih. Perang yang tidak seimbang secara jumlah. Di saat itulah, Nabi meminta kepada Allah untuk mengabulkan janjiNya.

"Nabi mengadu ke Allah, ya Allah penuhi janjiMu. Nabi serius berjuang di jalan Allah, maka sesuai janji Allah, Allah akan menolongnya. Maka Nabi tagih janji Allah. Ini bukan berarti mengancam Allah. Akan tetapi rasa kekhawatiran Nabi, karena Nabi ingin setiap pojok rumah ada orang sujud, setiap sejengkal tanah ada orang sujud. Karena kalau orang Islam kalah, kemudian orang kafir tidak ada yang sujud. Akhirnya bumi ini tempat bermaksiat semuanya," ujar Buya.

Buya menegaskan, penjelasannya ini hanya untuk menerangkan makna kalimat yang menjadi poleik di tengah masyarakat. Dia tidak ingin penjelasannya ini diasumsikan mendukung atau membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lainnya.

"Ini zamannya zaman fitnah. Dipotong begini, dipikir nanti kita memusuhi ini atau mendukung ini. Kita bicara tentang ilmiah permasalahan. Terlepas siapa yang ngomong. Bapakku, anakku, keponakanku, sama."

"Kami hanya mengomentari kalimat ini. Itu bukan menantang Allah," pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah ini menekankan.

Sumber: Viva