Rajin Bantu Sesama, Pedagang Seluler Rugi Setengah Triliun Akibat Aturan Registrasi
Rabu, 27 Februari 2019
Faktakini.com, Jakarta - Pedagang seluler di Indonesia kini sedang nelangsa. Dampak dari pengetatan registrasi prabayar, banyak kartu perdana yang dimiliki sejumlah outlet atau pebisnis konter pulsa hangus.
Bisnis seluler mereka hancur. Jutaan kartu SIM terblokir dampak pembatasan registrasi prabayar. Setidaknya lima juta jiwa warga Indonesia pada 300 ribu outlet yang menggantungkan mata pencahariannya dari bisnis konter pulsa ini merasa gusar.
Taksiran dari asosiasi pedagang seluler Kesatuan Niaga Celluler Indonesia (KNCI) dalam periode 21-23 Februari 2019 saja, jutaan kartu SIM dari pedagang pulsa hangus terdampak dari aturan registrasi. Nilai kerugian yang ditelan tak main-main, mencapai Rp500 miliar alias setengah triliun.
Ketua Umum KNCI, Azni Tubas, heran dan tak habis pikir kenapa pemerintah tidak peduli dengan nasib bisnis pedagang seluler yang merupakan pegiat UKM bidang telekomunikasi.
"Klisenya komitmen pemerintah terhadap UKM di bidang telekomunikasi ini. Mengapa pemerintah ngotot memaksakan pembatasan registrasi? Betulkah ini kepentingan penyehatan operator atau kepentingan pengamanan data?" ujarnya kepada VIVA, Selasa malam, 26 Februari 2019.
Pria yang akrab disapa Abbas ini menuturkan, di sisi lain efektivitas registrasi prabayar dalam menata industri telekomunikasi kurang memuaskan. Bisa dilihat sampai akhir 2018, banyak laporan mengungkapkan registasi prabayar gagal mengatasi masalah penipuan dengan modus menggunakan kartu seluler. Belum lagi pendapatan operator menurun tajam salah satunya karena faktor pemberlakuan pembatasan registrasi prabayar.
"Dan kualitas jaringan layanan jasa telekomunikasi seluler, setahun pasca registrasi (prabayar) sama saja kok," ujarnya.
Abbas mengatakan, pengetatan registrasi prabayar menyulitkan bagi mereka yang terdampak bencana alam. Dia menunjukkan, warga terdampak bencana seperti di Lombok, Palu, Donggala, Banten, Lampung dan wilayah lainnya bakal kesulitan berkomunikasi dengan pengetatan registrasi prabayar tersebut.
"Ratusan ribu penduduk (terdampak bencana) tidak punya NIK KK. Bagaimana cara mereka mengakses layanan telekomunikasi seluler?" katanya.
Abbas menuturkan meski bisnis pedagang seluler hancur dan digencet dengan pengetatan registrasi prabayar, KNCI tetap tak surut bergerak membantu sesama yang terkena korban bencana. KNCI bergerak dengan program tanggap musibah nasional yakni Gerakan Manfaat (GEMA) KNCI.
Merespons gempa yang melanda Lombok tahun lalu, KNCI menyalurkan donasi dari seluruh outlet di Indonesia dengan mengirimkan bantuan senilai hampir Rp400 juta.
KNCI juga turun menggalang donasi untuk korban terdampak Gempa Palu Donggala. Donasi yang disalurkan mencapai lebih dari Rp450 juta. Demikian juga saat gempa mengguncang Banten dan Lampung akhir tahun lalu, pedagang seluler KNCI bergerak dan menyalurkan donasi sekitar kurang lebih Rp250 juta.
Pengumpulan donasi untuk korban bencana itu dilakukan mulai 29 September sampai 8 Oktober 2018. Selanjutnya tim KNCI terjun langsung ke lapangan menyalurkan bantuan logistik mulai 29 September sampai 15 Oktober 2018.
"Artinya kami KNCI ini sebagai UKM punya komitmen yang lebih luas untuk bangsa ini," tuturnya.
Abbas menuturkan, pada 15 Februari 2019, KNCI menyalurkan bantuan untuk pembangunan SD Jono Oge Palu Sulawesi Tengah, Masjid Annur dan Masjid Syajaratun Thayyibah serta penyerahan bantuan bagi 15 outlet pulsa yang hancur akibat gempa.
Kirim surat
Mengingat kekecewaan tersebut, KNCI mengirim surat kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk mengeluhkan kondisi dan nasib bisnis mereka.
Surat bernomor 09B/DPP/KNCI/II/2019 yang ditujukan kepada komisioner BRTI itu dibuka dengan sindiran yakni kebijakan lembaga tersebut menyengsarakan outlet seluler di Indonesia.
"Kepada Komisioner BRTI di Jakarta. Semoga aktivitas dan kebijakan BRTI yang telah menyengsarakan kami mendapat ampunan dari Tuhan yang Maha Esa," demikian pembuka surat tersebut.
Abbas mengaku bingung dengan nasib pedagang dan outlet seluler ke depan. Sudah beragam upaya dilakukan namun nasib mereka makin tercekik dengan pengetatan registrasi.
"Kami bingung soal harapan ya. Pemerintah dan Kominfo bergeming. Langkah lain tetap kami lakukan. Surat ke BRTI ini menunjukkan bahwa kami tetap melawan. Surat ini sebagai bentuk sikap saja," ujar Abbas.
Berikut sebagian kutipan dari surat KNCI yang ditujukan ke BRTI:
"Kerugian dan kehancuran usaha kami sebagai akibat dari peraturan yang bapak-bapak komisioner BRTI bersama dengan Kominfo, sepertinya tidak menjadi perhatian. Bahkan seolah-olah kami bukan lagi rakyat Indonesia yang menjadi tanggung jawab pekerjaan BRTI dan Kominfo. Mengapa Anda semua bekerja justru untuk kehancuran jutaan kami yang merupakan rakyat Indonesia? kalaulah Anda semua tidak mampu membuat kebijakan dan peraturan yang menguntungkan semua pihak, maka seharusnya Anda jangan membuat peraturan yang menghancurkan (walaupun hanya satu pihak).
Foto: Pedagang seluler KNCI di Garut turun ke jalan.
Sumber: Viva
Faktakini.com, Jakarta - Pedagang seluler di Indonesia kini sedang nelangsa. Dampak dari pengetatan registrasi prabayar, banyak kartu perdana yang dimiliki sejumlah outlet atau pebisnis konter pulsa hangus.
Bisnis seluler mereka hancur. Jutaan kartu SIM terblokir dampak pembatasan registrasi prabayar. Setidaknya lima juta jiwa warga Indonesia pada 300 ribu outlet yang menggantungkan mata pencahariannya dari bisnis konter pulsa ini merasa gusar.
Taksiran dari asosiasi pedagang seluler Kesatuan Niaga Celluler Indonesia (KNCI) dalam periode 21-23 Februari 2019 saja, jutaan kartu SIM dari pedagang pulsa hangus terdampak dari aturan registrasi. Nilai kerugian yang ditelan tak main-main, mencapai Rp500 miliar alias setengah triliun.
Ketua Umum KNCI, Azni Tubas, heran dan tak habis pikir kenapa pemerintah tidak peduli dengan nasib bisnis pedagang seluler yang merupakan pegiat UKM bidang telekomunikasi.
"Klisenya komitmen pemerintah terhadap UKM di bidang telekomunikasi ini. Mengapa pemerintah ngotot memaksakan pembatasan registrasi? Betulkah ini kepentingan penyehatan operator atau kepentingan pengamanan data?" ujarnya kepada VIVA, Selasa malam, 26 Februari 2019.
Pria yang akrab disapa Abbas ini menuturkan, di sisi lain efektivitas registrasi prabayar dalam menata industri telekomunikasi kurang memuaskan. Bisa dilihat sampai akhir 2018, banyak laporan mengungkapkan registasi prabayar gagal mengatasi masalah penipuan dengan modus menggunakan kartu seluler. Belum lagi pendapatan operator menurun tajam salah satunya karena faktor pemberlakuan pembatasan registrasi prabayar.
"Dan kualitas jaringan layanan jasa telekomunikasi seluler, setahun pasca registrasi (prabayar) sama saja kok," ujarnya.
Abbas mengatakan, pengetatan registrasi prabayar menyulitkan bagi mereka yang terdampak bencana alam. Dia menunjukkan, warga terdampak bencana seperti di Lombok, Palu, Donggala, Banten, Lampung dan wilayah lainnya bakal kesulitan berkomunikasi dengan pengetatan registrasi prabayar tersebut.
"Ratusan ribu penduduk (terdampak bencana) tidak punya NIK KK. Bagaimana cara mereka mengakses layanan telekomunikasi seluler?" katanya.
Abbas menuturkan meski bisnis pedagang seluler hancur dan digencet dengan pengetatan registrasi prabayar, KNCI tetap tak surut bergerak membantu sesama yang terkena korban bencana. KNCI bergerak dengan program tanggap musibah nasional yakni Gerakan Manfaat (GEMA) KNCI.
Merespons gempa yang melanda Lombok tahun lalu, KNCI menyalurkan donasi dari seluruh outlet di Indonesia dengan mengirimkan bantuan senilai hampir Rp400 juta.
KNCI juga turun menggalang donasi untuk korban terdampak Gempa Palu Donggala. Donasi yang disalurkan mencapai lebih dari Rp450 juta. Demikian juga saat gempa mengguncang Banten dan Lampung akhir tahun lalu, pedagang seluler KNCI bergerak dan menyalurkan donasi sekitar kurang lebih Rp250 juta.
Pengumpulan donasi untuk korban bencana itu dilakukan mulai 29 September sampai 8 Oktober 2018. Selanjutnya tim KNCI terjun langsung ke lapangan menyalurkan bantuan logistik mulai 29 September sampai 15 Oktober 2018.
"Artinya kami KNCI ini sebagai UKM punya komitmen yang lebih luas untuk bangsa ini," tuturnya.
Abbas menuturkan, pada 15 Februari 2019, KNCI menyalurkan bantuan untuk pembangunan SD Jono Oge Palu Sulawesi Tengah, Masjid Annur dan Masjid Syajaratun Thayyibah serta penyerahan bantuan bagi 15 outlet pulsa yang hancur akibat gempa.
Kirim surat
Mengingat kekecewaan tersebut, KNCI mengirim surat kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk mengeluhkan kondisi dan nasib bisnis mereka.
Surat bernomor 09B/DPP/KNCI/II/2019 yang ditujukan kepada komisioner BRTI itu dibuka dengan sindiran yakni kebijakan lembaga tersebut menyengsarakan outlet seluler di Indonesia.
"Kepada Komisioner BRTI di Jakarta. Semoga aktivitas dan kebijakan BRTI yang telah menyengsarakan kami mendapat ampunan dari Tuhan yang Maha Esa," demikian pembuka surat tersebut.
Abbas mengaku bingung dengan nasib pedagang dan outlet seluler ke depan. Sudah beragam upaya dilakukan namun nasib mereka makin tercekik dengan pengetatan registrasi.
"Kami bingung soal harapan ya. Pemerintah dan Kominfo bergeming. Langkah lain tetap kami lakukan. Surat ke BRTI ini menunjukkan bahwa kami tetap melawan. Surat ini sebagai bentuk sikap saja," ujar Abbas.
Berikut sebagian kutipan dari surat KNCI yang ditujukan ke BRTI:
"Kerugian dan kehancuran usaha kami sebagai akibat dari peraturan yang bapak-bapak komisioner BRTI bersama dengan Kominfo, sepertinya tidak menjadi perhatian. Bahkan seolah-olah kami bukan lagi rakyat Indonesia yang menjadi tanggung jawab pekerjaan BRTI dan Kominfo. Mengapa Anda semua bekerja justru untuk kehancuran jutaan kami yang merupakan rakyat Indonesia? kalaulah Anda semua tidak mampu membuat kebijakan dan peraturan yang menguntungkan semua pihak, maka seharusnya Anda jangan membuat peraturan yang menghancurkan (walaupun hanya satu pihak).
Foto: Pedagang seluler KNCI di Garut turun ke jalan.
Sumber: Viva