Saatnya Mengakhiri Rezim Hoaks
Sabtu, 23 Februari 2019
Faktakini.com, Jakarta - Hoaks adalah senjata pendukung petahana untuk membela diri. Padahal mereka sendirilah yang gemar memproduksinya.
Rocky Gerung, seorang filsof liberal lulusan sekaligus pernah mengajar di Universitas Indonesia, belakangan sangat popular. Kehadirannya menarik perhatian publik. Di Medan, Sumatera Utara, kedatangan Rocky dalam sebuah diskusi disambut bak seorang artis hendak bernyanyi. Beberapa kampus Muhammadiyah juga mengundangnya untuk mengisi kuliah umum.
Dalam situasi normal, akan sulit seorang Rocky dapat seiring berjalan dengan kelompok-kelompok Islam. Sebab jika dihadapkan vis a vis antara Islam versus Liberal, tentu Rocky berada di barisan Liberal. Tengok saja, dia adalah salah satu anggota Badan Pendiri Setara Institute. Lembaga yang selalu berseberangan dengan kelompok Islam.
Namun, karena menghadapi rezim yang ‘tidak sehat’, bertemulah akal sehat Rocky dengan akal sehat kelompok Islam. Sama-sama kritis terhadap penguasa. Sebaliknya, dengan kawan-kawannya yang bukan saja seagama, tapi juga seideologi, Rocky akhirnya berhadapan.
Salah satu gagasan Rocky yang menarik publik adalah mengenai hoaks alias berita bohong. Hoaks, kata Rocky, pelakunya dua: penguasa dan rakyat. Penguasa membuat hoaks demi keperluan berhias. Sementara hoaks dari rakyat sinyal kuat ketidakpercayaan pada penguasa.
Dari dua pelaku hoaks itu, kata Rocky, yang memiliki kemampuan paling dahsyat dalam memproduksi hoaks adalah penguasa. “Hoax terbaik adalah hoax versi penguasa. Peralatan mereka lengkap: statistik, intelijen, editor, panggung, media, Lu tambah sendiri deh,” ujar Rocky.
Pertanyaannya, apakah rezim berkuasa saat ini produsen hoaks?. Istilah hoaks, dalam praktiknya, adalah senjata andalan penguasa untuk menyerang lawan politiknya. Kalah berdebat, adu data, mereka akan menyerang dengan menggunakan kata hoaks. Namun, belakangan ternyata hoaks itu benar-benar diproduksi penguasa.
Hoaks terbaru yang diciptakan oleh pemimpin rezim ini adalah tentang propaganda Rusia. Maksud hati ingin menyerang kubu Capres 02, tetapi malah membuka tabir sendiri. Hoaks teriak hoaks.
Jokowi menyebut ‘propaganda Rusia’ saat kampanye di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada awal Februari lalu. Karena menyebut nama negara lain, kontan hal itu menuai protes dari si empunya Negara. Kedubes Rusia di Jakarta langsung merespon melalui akun Twitter mereka.
Setelah ada pernyataan dari Kedubes Rusia, Jokowi ngeles. Kata dia, istilah itu hanya terminologi dari artikel yang dia baca di Rand Corporation. Wuih, hebat sekali orang yang hobi membaca komik tiba-tiba membaca dokumen Rand Corporation, lembaga think-tank dari Amerika Serikat.
Tak cukup lewat Twitter, Dubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, kemudian menggelar press briefing di kediamannya, Jl Karet Pedurenan No 1, Jakarta Selatan, Rabu (13/2/2019). Dia menegaskan Rusia tidak mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia, termasuk soal pemilu.
Vorobieva mengatakan, istilah ‘propaganda Rusia’ tidak berdasar dan bukan hal yang nyata. Dia menjelaskan istilah itu tidak bersumber dari Rusia, melainkan buatan Amerika Serikat. Istilah itu juga disebutnya tidak berdasarkanrealitas. “Istilah ini diperkenalkan secara salah,” tegasnya.
Bila Kedubes Rusia membantah tuduhan Jokowi secara serius, hal itu tidak dilakukan kubu 02. Capres Prabowo Subianto bahkan menjawab serangan itu hanya dengan nge-vlog bersama Koordinator Jurubicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzhar Simanjuntak. Sambil tertawa, Prabowo mengatakan isu tersebut tidak benar. Prabowo membenarkan candaan Dahniel bila gaya kampanye meraka hanya ala-ala Bojongkoneng.
Sebaliknya, ternyata terungkap, justru yang pernah menggunakan konsultan Amerika Serikat dalam kampanye adalah Jokowi sendiri. Stanley Greenberg namanya. Disebutkan dalam laman political-strategist.com bila Greenberg telah bertindak sebagai ahli jajak pendapat dan ahli strategi politik untuk: Presiden Clinton, Presiden Nelson Mandela, Wakil Presiden Al Gore, Perdana Menteri Tony Blair, Senator A. John Kerry, Kanselir Jerman Gerhard Shroder, Joko Widodo, Presiden Indonesia. Namun, klaim ini belakangan dibantah oleh kubu Jokowi.
Dari hoaks ke hoaks
Wakil Ketua DPR Fadli Zon, pada November 2014 lalu telah menulis sebuah buku “100 Janji Jokowi-JK”. Jika janji-janji rezim berkuasa saat ini ditagih, tinggal lihat buku itu saja. Mana janji yang ditepati dan mana pula janji-janji yang tidak terlaksana atau bahkan diingkari.
Di antara hoaks yang paling ramai digunakan oleh pendukung oposisi, adalah mengenai produksi mobil Esemka. Ingat, pada 2012 lalu, mobil Esemka inilah yang mengantarkan Jokowi ke Jakarta.
Dalam talkshow Economic Challenges di Metro TV Februari 2012 lalu, Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai Walikota Solo mengatakan, sudah lebih dari enam ribu unit mobil Esemka dipesan. Dia bahkan dengan pede-nya memprediksi bila pihaknya sudah memegang sertifikat hasil uji, pemesanan itu akan naik 3-4 kali lipat. Padahal kapasitas produksi saat itu hanya 200-300 mobil per bulan. “Kalau pesan sekarang nunggunya tiga tahun. Begitu sangat istimewanya mobil ini,” kata Jokowi bangga.
Faktanya hal itu omong kosong belaka. Jokowi sukses jadi Gubernur DKI Jakarta, mobil Esemka tidak mengikuti jejaknya. Bahkan hingga Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia, juga tak ada kabar produksi mobil tersebut. Yang ada, potongan talkshow Jokowi dengan Suryopratomo di Metro TV tujuh tahun silam itu yang terus beredar di media sosial.
Hingga tiba-tiba, jelang Pilpres 2019, Cawapres pasangan 01 KH Ma’ruf Amin, dengan sangat percaya diri mengumumkan bahwa mobil Esemka akan diluncurkan. Kyai Ma’ruf secara gamblang menyebut bila mobil itu yang merintis adalah Jokowi.
“Bulan Oktober nanti akan diluncurkan mobil nasional bernama Esemka, yang dulu pernah dirintis oleh Pak Jokowi. Akan diproduksi besar-besaran,” kata Kyai Ma’ruf Amin di Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Jember, Kamis, 27 September 2018, seperti dilansir Tempo.co.
Semua orang penasaran dengan pernyataan Kyai Ma’ruf. Mereka sudah lama merindukan keluarnya mobil Esemka. Semua orang deg-degan menunggu. September berakhir, segera memasuki Oktober. Hari demi hari di bulan Oktober dinanti. Namun, saat kalender memasuki pekan akhir Oktober, mobil yang dinanti belum juga menampakkan diri. Pabriknya saat dikunjungi sepi. Tak ada aktivitas apa-apa. Halaman pabrik di Kawasan Industri River Green, Cileungsi, Bogor, justru dipenuhi ratusan mobil merek China, Geely. Pun demikian pabrik untuk perakitan di Boyolali, juga belum ada aktivitas produksi.
Maka, wartawan pun menanyakan kepada Presiden Jokowi. Jokowi mengelak, dia mengatakan produksi mobil Esemka bukan urusannya lagi. Pemerintah, kata Jokowi, tidak ikut campur masaah produksi.
Jokowi ngeles. Saat menjadi Walikota Solo, dia mengaku hanya mendorong agar mobil itu lulus uji emisi. Bukan membuat.
“Mau diproduksi atau tidak produksi, bukan urusan kita lagi. Masa presiden mau buat pabrik sendiri, bikin pabrik Esemka sendiri. Itu urusan orang industri. Saya nggak ada urusan. Nggak ada urusan pemerintah,” kata Jokowi kepada wartawan, Kamis 25 Oktober 2018 lalu.
Penjelasan Jokowi sangat terang benderang. Maka yang mestinya malu adalah Kyai Ma’ruf Amin. Di media sosial, mantan Rais Aam PBNU ini jadi bahan ledekan. Respon masyarakat melalui medos sulit untuk dicegah. Marwahnya jatuh.
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) M. Said Didu tak segan-segan mengatakan bila Esemka adalah awal dari semua kebohongan.
“Maka di Twitter saya katakan ingin bikin patung anti kebohongan. Esemka itu awal dari semua kebohongan. Untuk mengingatkan bahwa negara tidak boleh produksi kebohongan,” ujar Said Didu, Rabu (23/01).
Sebelumnya, saat menghadiri diskusi ‘Jejak-jejak Kebohongan Jokowi’ di Sekretariat Nasional Prabowo-Sandiaga, Selasa (22/1), Said sudah menyebut Jokowi sebagai pembohong besar. Alasannya, karena Jokowi dianggap mengingkari janji yang disampaikan pada kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014-2019 lalu.
“Janji kampanye kalau dilaksanakan dan tidak tercapai itu bukan kebohongan, tetapi kalau tidak dilaksanakan atau malah melaksanakan hal yang sebaliknya itu kebohongan,” ujar Said.
Said mengungkapkan Jokowi pernah menyatakan tidak akan impor pada saat kampanye dulu. Kemudian, Jokowi juga berjanji tidak akan menambah utang. Dalam perjalanannya, Indonesia masih mengimpor barang dan jasa dari negara lain. Tercatat, impor sepanjang tahun lalu mencapai US$188,63 miliar.
Tak hanya itu, nominal utang juga terus menumpuk. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, selama empat tahun pemerintahan Jokowi, utang pemerintah bertambah Rp1.814,66 triliun menjadi Rp4.416,37 triliun sampai akhir September 2018. “Soal tidak akan utang dan impor pangan adalah bohong besar,” ujarnya.
Mengenai kedaulatan pangan yang dijanjikan Jokowi pada 2014, juga disorot mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli. Menurut Rizal, janji Jokowi bertolak belakang dengan kebijakannya saat ini. Pemerintah masih saja melakukan impor pangan, sekalipun kebutuhan pangan dari dalam negeri sudah mencukupi.
Atas alasan itu, Rizal menilai jika Jokowi kembali berjanji untuk mewujudkan kedaulatan pangan pada debat kedua pilpres, maka itu jelas tidak akan kredibel.
“Mohon maaf Pak Jokowi, anda tidak kredibel. Jangan lagi beri janji-janji baru. Indonesia adalah negara yang besar memerlukan pemimpin yang jujur dan berintegritas,” ungkap Rizal di kediamannya di kawasan Bangka, Kemang, Jakarta, Sabtu 16 Februari 2019.
Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini meminta Jokowi tahu diri dan tidak lagi mengumbar janji soal kedaulatan pangan. “Pemimpin yang sudah sangat sering berbohong tidak layak untuk membuat janji-janji baru, fair dong?” tegasnya.
Hoaks Freeport
Untuk menjawab isu antek asing yang mengarah kepada dirinya, Jokowi sering membanggakan pengambilalihan 51,2 persen saham Freeport melalui PT Inalum. Terbaru, Jokowi menyampaikan hal itu dalam pidato pembukaan Tanwir Muhammadiyah ke-51 di Bengkulu, jumat 15 Februari 2019.
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said, menyebut bekas bosnya itu lebay. Menyebut pengambilalihan 51,2 persen saham Freeport sebagai bagian dari nasionalisme, kata Sudirman, merupakan klaim yang berlebihan. Sebab hal itu merupakan transaksi jual beli saham biasa. Apalagi ternyata kontrol manajemen perusahaan masih di tangan bule-bule Amerika.
Sudirman mengaku mendapat informasi itu dari laporan kantor pusat Freeport kepada otoritas pasar modal AS pada 24 Januari 2019. “Cek berita yang dirilis oleh US SEC (Securities and Exchange Commision),” ujar Susirman di Media Center Prabowo-Sandi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu, 16 Februari 2019.
Selain itu, Sudirman menyampaikan, berdasarkan laporan juga disebut kalau 82 persen keuntungan ekonomi Freeport tetap akan mengalir ke kantor pusat perusahaan itu. “82 persen economic benefit, atau keuntungan ekonomi tetap ada di tangan Freeport sampai 2022,” ujarnya.
Grasah-grusuh
Dalam sejarah, baru kali ini seorang Presiden dikoreksi oleh pembantunya di depan umum. Bahkan disebut dengan istilah grasah-grusuh. Tergesa-gesa alias gegabah. Betapa memalukan.
Dua kebijakan yang membuat Jokowi disebut grasah-grusuh. Pertama, tentang rencana pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir (ABB). Kedua, pemberian remisi kepada narapidana otak pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa, I Nyoman Susrama.
Sebagaimana lazimnya, Ustaz Abu harusnya bebas bersyarat pada 23 Desember 2018 lalu. Ustaz Abu sudah menjalani 2/3 dari masa hukuman 15 tahun. Namun, karena Ustaz Abu tidak mau mengikuti persyaratan yang diberikan, maka ia memilih bebas sampai masa hukumannya habis.
Kemudian, datanglah Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga seorang ahli hukum tata Negara Yusril Ihza Mahendra. YIM, kebetulan juga menjadi pengacara pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019 ini.
YIM menyarankan kepada Jokowi agar ‘menganulir’ syarat-syarat itu. Jokowi pun setuju. Demi pertimbangan kemanusiaan, katanya. Seketika dibangun opini bahwa Jokowi cinta ulama. Bukan mengriminalisasi ulama.
Dua hari setelah Jokowi setuju membebaskan ABB, pecahlah perselisihan di Kabinet. Menko Polhukam Wiranto mengeluarkan pernyataan, pembebasan itu masih memerlukan pertimbangan aspek-aspek lain lebih dahulu. Sampai-sampai Wiranto mengatakan bahwa Presiden tidak boleh ‘grasah-grusuh’. Tak boleh tergesa-gesa.
Singkat cerita, batallah rencana pembebasan ABB. YIM angkat tangan. Dia serahkan kembali urusan pembebasan ABB kepada pemerintah. Di media sosial, segera muncul ungkapan Jokowi batal cinta ulama.
Kedua, Keputusan presiden memberikan remisi kepada I Nyoman Susrama, otak intelektual pembunuhan wartawan Radar Bali (Grup Jawa Pos) AA Narendra Prabangsa juga menuai penolakan dari organisasi-organisasi jurnalis. Jika diberikan remisi, diperkirakan lama-lama Susrama akan bebas bersyarat.
“Kami menilai Presiden Jokowi terlalu grasah-grusuh. Tidak cermat. Kurang teliti. Hanya mempertimbangkan aspek pembunuhan oleh pelaku, tanpa mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap profesi wartawan,” ungkap Ketua Umum Forum Jurnalis Muslim (Forjim) Dudi Sya’bani Takdir.
Sebagai informasi, pemberian remisi kepada Susrama tertuang dalam Keppres nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringanan hukuman sesuai Keppres tersebut.
Pembunuhan berencana terhadap jurnalis AA Narendra Prabangsa terjadi pada 11 Februari 2009 silam. Sejak proses penyelidikan hingga pengadilan kasus ini sempat menyita perhatian publik. Saat terjadi kasus pembunuhan itu, Susrama yang merupakan aktor intelektual pembunuhan adalah Caleg PDI Perjuangan untuk Pemilu 2009.
Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, majelis hakim akhirnya memvonis Susrama dengan hukuman penjara seumur hidup. Sementara terdakwa lainnya yang ikut terlibat juga dihukum dari lima tahun hingga 20 tahun. Upaya Susrama untuk banding dan kasasi tak membuahkan hasil. Pada 24 September 2010, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan.
Karena menuai penolakan, kabarnya tepat di Hari Pers Nasional (HPN), 9 Februari 2019 lalu, Jokowi menyatakan telah menandatangani rancangan keputusan presiden (Kepres) yang berisi pembatalan pemberian remisi kepada Susrama.
Mengakhiri Rezim Hoaks
Hoaks telah menjadi karakter rezim petahana. Kondisi ini harus segera disudahi secara sah dan konstitusional, melalui Pemilihan Presiden (Pilpres) 17 April mendatang. Rakyat harus berupaya menggantinya dengan rezim yang lebih amanah, adil dan menyejahterakan masyarakat.
Janji-janji kampanye 2014 bila dikumpulkan atau dikliping, sangatlah tebal. Hingga masa periode jabatan habis, janji tinggalah janji. Rakyat makin susah. Keadilan sulit didapatkan. Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Hukum berlaku untuk lawan, tidak untuk kawan.
Sebagai pengingat dan nasihat untuk penguasa, Rasulullah Saw bersabda: “Setiap pengkhianat diberi panji pada hari kiamat yang diangkat sesuai kadar pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada pengkhianat yang lebih besar pengkhianatannya daripada pemimpin masyarakat (penguasa).” (HR. Muslim, Ahmad, Abu ‘Awanah dan Abu Ya’la). Wallahu a’lam bissawab.
(Shodiq Ramadhan/dbs]
Sumber: Suara-islam.com
Faktakini.com, Jakarta - Hoaks adalah senjata pendukung petahana untuk membela diri. Padahal mereka sendirilah yang gemar memproduksinya.
Rocky Gerung, seorang filsof liberal lulusan sekaligus pernah mengajar di Universitas Indonesia, belakangan sangat popular. Kehadirannya menarik perhatian publik. Di Medan, Sumatera Utara, kedatangan Rocky dalam sebuah diskusi disambut bak seorang artis hendak bernyanyi. Beberapa kampus Muhammadiyah juga mengundangnya untuk mengisi kuliah umum.
Dalam situasi normal, akan sulit seorang Rocky dapat seiring berjalan dengan kelompok-kelompok Islam. Sebab jika dihadapkan vis a vis antara Islam versus Liberal, tentu Rocky berada di barisan Liberal. Tengok saja, dia adalah salah satu anggota Badan Pendiri Setara Institute. Lembaga yang selalu berseberangan dengan kelompok Islam.
Namun, karena menghadapi rezim yang ‘tidak sehat’, bertemulah akal sehat Rocky dengan akal sehat kelompok Islam. Sama-sama kritis terhadap penguasa. Sebaliknya, dengan kawan-kawannya yang bukan saja seagama, tapi juga seideologi, Rocky akhirnya berhadapan.
Salah satu gagasan Rocky yang menarik publik adalah mengenai hoaks alias berita bohong. Hoaks, kata Rocky, pelakunya dua: penguasa dan rakyat. Penguasa membuat hoaks demi keperluan berhias. Sementara hoaks dari rakyat sinyal kuat ketidakpercayaan pada penguasa.
Dari dua pelaku hoaks itu, kata Rocky, yang memiliki kemampuan paling dahsyat dalam memproduksi hoaks adalah penguasa. “Hoax terbaik adalah hoax versi penguasa. Peralatan mereka lengkap: statistik, intelijen, editor, panggung, media, Lu tambah sendiri deh,” ujar Rocky.
Pertanyaannya, apakah rezim berkuasa saat ini produsen hoaks?. Istilah hoaks, dalam praktiknya, adalah senjata andalan penguasa untuk menyerang lawan politiknya. Kalah berdebat, adu data, mereka akan menyerang dengan menggunakan kata hoaks. Namun, belakangan ternyata hoaks itu benar-benar diproduksi penguasa.
Hoaks terbaru yang diciptakan oleh pemimpin rezim ini adalah tentang propaganda Rusia. Maksud hati ingin menyerang kubu Capres 02, tetapi malah membuka tabir sendiri. Hoaks teriak hoaks.
Jokowi menyebut ‘propaganda Rusia’ saat kampanye di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada awal Februari lalu. Karena menyebut nama negara lain, kontan hal itu menuai protes dari si empunya Negara. Kedubes Rusia di Jakarta langsung merespon melalui akun Twitter mereka.
Setelah ada pernyataan dari Kedubes Rusia, Jokowi ngeles. Kata dia, istilah itu hanya terminologi dari artikel yang dia baca di Rand Corporation. Wuih, hebat sekali orang yang hobi membaca komik tiba-tiba membaca dokumen Rand Corporation, lembaga think-tank dari Amerika Serikat.
Tak cukup lewat Twitter, Dubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, kemudian menggelar press briefing di kediamannya, Jl Karet Pedurenan No 1, Jakarta Selatan, Rabu (13/2/2019). Dia menegaskan Rusia tidak mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia, termasuk soal pemilu.
Vorobieva mengatakan, istilah ‘propaganda Rusia’ tidak berdasar dan bukan hal yang nyata. Dia menjelaskan istilah itu tidak bersumber dari Rusia, melainkan buatan Amerika Serikat. Istilah itu juga disebutnya tidak berdasarkanrealitas. “Istilah ini diperkenalkan secara salah,” tegasnya.
Bila Kedubes Rusia membantah tuduhan Jokowi secara serius, hal itu tidak dilakukan kubu 02. Capres Prabowo Subianto bahkan menjawab serangan itu hanya dengan nge-vlog bersama Koordinator Jurubicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzhar Simanjuntak. Sambil tertawa, Prabowo mengatakan isu tersebut tidak benar. Prabowo membenarkan candaan Dahniel bila gaya kampanye meraka hanya ala-ala Bojongkoneng.
Sebaliknya, ternyata terungkap, justru yang pernah menggunakan konsultan Amerika Serikat dalam kampanye adalah Jokowi sendiri. Stanley Greenberg namanya. Disebutkan dalam laman political-strategist.com bila Greenberg telah bertindak sebagai ahli jajak pendapat dan ahli strategi politik untuk: Presiden Clinton, Presiden Nelson Mandela, Wakil Presiden Al Gore, Perdana Menteri Tony Blair, Senator A. John Kerry, Kanselir Jerman Gerhard Shroder, Joko Widodo, Presiden Indonesia. Namun, klaim ini belakangan dibantah oleh kubu Jokowi.
Dari hoaks ke hoaks
Wakil Ketua DPR Fadli Zon, pada November 2014 lalu telah menulis sebuah buku “100 Janji Jokowi-JK”. Jika janji-janji rezim berkuasa saat ini ditagih, tinggal lihat buku itu saja. Mana janji yang ditepati dan mana pula janji-janji yang tidak terlaksana atau bahkan diingkari.
Di antara hoaks yang paling ramai digunakan oleh pendukung oposisi, adalah mengenai produksi mobil Esemka. Ingat, pada 2012 lalu, mobil Esemka inilah yang mengantarkan Jokowi ke Jakarta.
Dalam talkshow Economic Challenges di Metro TV Februari 2012 lalu, Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai Walikota Solo mengatakan, sudah lebih dari enam ribu unit mobil Esemka dipesan. Dia bahkan dengan pede-nya memprediksi bila pihaknya sudah memegang sertifikat hasil uji, pemesanan itu akan naik 3-4 kali lipat. Padahal kapasitas produksi saat itu hanya 200-300 mobil per bulan. “Kalau pesan sekarang nunggunya tiga tahun. Begitu sangat istimewanya mobil ini,” kata Jokowi bangga.
Faktanya hal itu omong kosong belaka. Jokowi sukses jadi Gubernur DKI Jakarta, mobil Esemka tidak mengikuti jejaknya. Bahkan hingga Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia, juga tak ada kabar produksi mobil tersebut. Yang ada, potongan talkshow Jokowi dengan Suryopratomo di Metro TV tujuh tahun silam itu yang terus beredar di media sosial.
Hingga tiba-tiba, jelang Pilpres 2019, Cawapres pasangan 01 KH Ma’ruf Amin, dengan sangat percaya diri mengumumkan bahwa mobil Esemka akan diluncurkan. Kyai Ma’ruf secara gamblang menyebut bila mobil itu yang merintis adalah Jokowi.
“Bulan Oktober nanti akan diluncurkan mobil nasional bernama Esemka, yang dulu pernah dirintis oleh Pak Jokowi. Akan diproduksi besar-besaran,” kata Kyai Ma’ruf Amin di Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Jember, Kamis, 27 September 2018, seperti dilansir Tempo.co.
Semua orang penasaran dengan pernyataan Kyai Ma’ruf. Mereka sudah lama merindukan keluarnya mobil Esemka. Semua orang deg-degan menunggu. September berakhir, segera memasuki Oktober. Hari demi hari di bulan Oktober dinanti. Namun, saat kalender memasuki pekan akhir Oktober, mobil yang dinanti belum juga menampakkan diri. Pabriknya saat dikunjungi sepi. Tak ada aktivitas apa-apa. Halaman pabrik di Kawasan Industri River Green, Cileungsi, Bogor, justru dipenuhi ratusan mobil merek China, Geely. Pun demikian pabrik untuk perakitan di Boyolali, juga belum ada aktivitas produksi.
Maka, wartawan pun menanyakan kepada Presiden Jokowi. Jokowi mengelak, dia mengatakan produksi mobil Esemka bukan urusannya lagi. Pemerintah, kata Jokowi, tidak ikut campur masaah produksi.
Jokowi ngeles. Saat menjadi Walikota Solo, dia mengaku hanya mendorong agar mobil itu lulus uji emisi. Bukan membuat.
“Mau diproduksi atau tidak produksi, bukan urusan kita lagi. Masa presiden mau buat pabrik sendiri, bikin pabrik Esemka sendiri. Itu urusan orang industri. Saya nggak ada urusan. Nggak ada urusan pemerintah,” kata Jokowi kepada wartawan, Kamis 25 Oktober 2018 lalu.
Penjelasan Jokowi sangat terang benderang. Maka yang mestinya malu adalah Kyai Ma’ruf Amin. Di media sosial, mantan Rais Aam PBNU ini jadi bahan ledekan. Respon masyarakat melalui medos sulit untuk dicegah. Marwahnya jatuh.
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) M. Said Didu tak segan-segan mengatakan bila Esemka adalah awal dari semua kebohongan.
“Maka di Twitter saya katakan ingin bikin patung anti kebohongan. Esemka itu awal dari semua kebohongan. Untuk mengingatkan bahwa negara tidak boleh produksi kebohongan,” ujar Said Didu, Rabu (23/01).
Sebelumnya, saat menghadiri diskusi ‘Jejak-jejak Kebohongan Jokowi’ di Sekretariat Nasional Prabowo-Sandiaga, Selasa (22/1), Said sudah menyebut Jokowi sebagai pembohong besar. Alasannya, karena Jokowi dianggap mengingkari janji yang disampaikan pada kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014-2019 lalu.
“Janji kampanye kalau dilaksanakan dan tidak tercapai itu bukan kebohongan, tetapi kalau tidak dilaksanakan atau malah melaksanakan hal yang sebaliknya itu kebohongan,” ujar Said.
Said mengungkapkan Jokowi pernah menyatakan tidak akan impor pada saat kampanye dulu. Kemudian, Jokowi juga berjanji tidak akan menambah utang. Dalam perjalanannya, Indonesia masih mengimpor barang dan jasa dari negara lain. Tercatat, impor sepanjang tahun lalu mencapai US$188,63 miliar.
Tak hanya itu, nominal utang juga terus menumpuk. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, selama empat tahun pemerintahan Jokowi, utang pemerintah bertambah Rp1.814,66 triliun menjadi Rp4.416,37 triliun sampai akhir September 2018. “Soal tidak akan utang dan impor pangan adalah bohong besar,” ujarnya.
Mengenai kedaulatan pangan yang dijanjikan Jokowi pada 2014, juga disorot mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli. Menurut Rizal, janji Jokowi bertolak belakang dengan kebijakannya saat ini. Pemerintah masih saja melakukan impor pangan, sekalipun kebutuhan pangan dari dalam negeri sudah mencukupi.
Atas alasan itu, Rizal menilai jika Jokowi kembali berjanji untuk mewujudkan kedaulatan pangan pada debat kedua pilpres, maka itu jelas tidak akan kredibel.
“Mohon maaf Pak Jokowi, anda tidak kredibel. Jangan lagi beri janji-janji baru. Indonesia adalah negara yang besar memerlukan pemimpin yang jujur dan berintegritas,” ungkap Rizal di kediamannya di kawasan Bangka, Kemang, Jakarta, Sabtu 16 Februari 2019.
Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini meminta Jokowi tahu diri dan tidak lagi mengumbar janji soal kedaulatan pangan. “Pemimpin yang sudah sangat sering berbohong tidak layak untuk membuat janji-janji baru, fair dong?” tegasnya.
Hoaks Freeport
Untuk menjawab isu antek asing yang mengarah kepada dirinya, Jokowi sering membanggakan pengambilalihan 51,2 persen saham Freeport melalui PT Inalum. Terbaru, Jokowi menyampaikan hal itu dalam pidato pembukaan Tanwir Muhammadiyah ke-51 di Bengkulu, jumat 15 Februari 2019.
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said, menyebut bekas bosnya itu lebay. Menyebut pengambilalihan 51,2 persen saham Freeport sebagai bagian dari nasionalisme, kata Sudirman, merupakan klaim yang berlebihan. Sebab hal itu merupakan transaksi jual beli saham biasa. Apalagi ternyata kontrol manajemen perusahaan masih di tangan bule-bule Amerika.
Sudirman mengaku mendapat informasi itu dari laporan kantor pusat Freeport kepada otoritas pasar modal AS pada 24 Januari 2019. “Cek berita yang dirilis oleh US SEC (Securities and Exchange Commision),” ujar Susirman di Media Center Prabowo-Sandi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu, 16 Februari 2019.
Selain itu, Sudirman menyampaikan, berdasarkan laporan juga disebut kalau 82 persen keuntungan ekonomi Freeport tetap akan mengalir ke kantor pusat perusahaan itu. “82 persen economic benefit, atau keuntungan ekonomi tetap ada di tangan Freeport sampai 2022,” ujarnya.
Grasah-grusuh
Dalam sejarah, baru kali ini seorang Presiden dikoreksi oleh pembantunya di depan umum. Bahkan disebut dengan istilah grasah-grusuh. Tergesa-gesa alias gegabah. Betapa memalukan.
Dua kebijakan yang membuat Jokowi disebut grasah-grusuh. Pertama, tentang rencana pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir (ABB). Kedua, pemberian remisi kepada narapidana otak pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa, I Nyoman Susrama.
Sebagaimana lazimnya, Ustaz Abu harusnya bebas bersyarat pada 23 Desember 2018 lalu. Ustaz Abu sudah menjalani 2/3 dari masa hukuman 15 tahun. Namun, karena Ustaz Abu tidak mau mengikuti persyaratan yang diberikan, maka ia memilih bebas sampai masa hukumannya habis.
Kemudian, datanglah Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga seorang ahli hukum tata Negara Yusril Ihza Mahendra. YIM, kebetulan juga menjadi pengacara pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019 ini.
YIM menyarankan kepada Jokowi agar ‘menganulir’ syarat-syarat itu. Jokowi pun setuju. Demi pertimbangan kemanusiaan, katanya. Seketika dibangun opini bahwa Jokowi cinta ulama. Bukan mengriminalisasi ulama.
Dua hari setelah Jokowi setuju membebaskan ABB, pecahlah perselisihan di Kabinet. Menko Polhukam Wiranto mengeluarkan pernyataan, pembebasan itu masih memerlukan pertimbangan aspek-aspek lain lebih dahulu. Sampai-sampai Wiranto mengatakan bahwa Presiden tidak boleh ‘grasah-grusuh’. Tak boleh tergesa-gesa.
Singkat cerita, batallah rencana pembebasan ABB. YIM angkat tangan. Dia serahkan kembali urusan pembebasan ABB kepada pemerintah. Di media sosial, segera muncul ungkapan Jokowi batal cinta ulama.
Kedua, Keputusan presiden memberikan remisi kepada I Nyoman Susrama, otak intelektual pembunuhan wartawan Radar Bali (Grup Jawa Pos) AA Narendra Prabangsa juga menuai penolakan dari organisasi-organisasi jurnalis. Jika diberikan remisi, diperkirakan lama-lama Susrama akan bebas bersyarat.
“Kami menilai Presiden Jokowi terlalu grasah-grusuh. Tidak cermat. Kurang teliti. Hanya mempertimbangkan aspek pembunuhan oleh pelaku, tanpa mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap profesi wartawan,” ungkap Ketua Umum Forum Jurnalis Muslim (Forjim) Dudi Sya’bani Takdir.
Sebagai informasi, pemberian remisi kepada Susrama tertuang dalam Keppres nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringanan hukuman sesuai Keppres tersebut.
Pembunuhan berencana terhadap jurnalis AA Narendra Prabangsa terjadi pada 11 Februari 2009 silam. Sejak proses penyelidikan hingga pengadilan kasus ini sempat menyita perhatian publik. Saat terjadi kasus pembunuhan itu, Susrama yang merupakan aktor intelektual pembunuhan adalah Caleg PDI Perjuangan untuk Pemilu 2009.
Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, majelis hakim akhirnya memvonis Susrama dengan hukuman penjara seumur hidup. Sementara terdakwa lainnya yang ikut terlibat juga dihukum dari lima tahun hingga 20 tahun. Upaya Susrama untuk banding dan kasasi tak membuahkan hasil. Pada 24 September 2010, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan.
Karena menuai penolakan, kabarnya tepat di Hari Pers Nasional (HPN), 9 Februari 2019 lalu, Jokowi menyatakan telah menandatangani rancangan keputusan presiden (Kepres) yang berisi pembatalan pemberian remisi kepada Susrama.
Mengakhiri Rezim Hoaks
Hoaks telah menjadi karakter rezim petahana. Kondisi ini harus segera disudahi secara sah dan konstitusional, melalui Pemilihan Presiden (Pilpres) 17 April mendatang. Rakyat harus berupaya menggantinya dengan rezim yang lebih amanah, adil dan menyejahterakan masyarakat.
Janji-janji kampanye 2014 bila dikumpulkan atau dikliping, sangatlah tebal. Hingga masa periode jabatan habis, janji tinggalah janji. Rakyat makin susah. Keadilan sulit didapatkan. Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Hukum berlaku untuk lawan, tidak untuk kawan.
Sebagai pengingat dan nasihat untuk penguasa, Rasulullah Saw bersabda: “Setiap pengkhianat diberi panji pada hari kiamat yang diangkat sesuai kadar pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada pengkhianat yang lebih besar pengkhianatannya daripada pemimpin masyarakat (penguasa).” (HR. Muslim, Ahmad, Abu ‘Awanah dan Abu Ya’la). Wallahu a’lam bissawab.
(Shodiq Ramadhan/dbs]
Sumber: Suara-islam.com