Sesepuh NU KH Choirul Anam: NU Lumpuh Gara-Gara Jokowi
Rabu, 27 Februari 2019
Faktakini.com, Jakarta - Mantan Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur, Choirul Anam atau Cak Anam, menduga ada kepentingan politik yang menunggangi dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, pada Rabu, 27 Februari 2019.
Cak Anam mengkritik Munas NU dengan atasnama Ketua Pergerakan Penganut Khittah Nahdliyah atau PPKN, yang dia sebut dengan NU kultural. Kritik itu juga dia tuangkan dalam sebuah buku karyanya berjudul NU Jadi Tumbal Politik Kekuasaan. Buku itu dibedah di Gedung Astranawa Surabaya pada Selasa, 26 Februari 2019.
"Sebetulnya PPKN mau kirim surat [kepada panitia Munas-Konbes NU], tapi pengalaman dua kali berkirim surat [ke PBNU], itu selalu tak dibalas, karena itu saya bicara melalui media. Karena itu saya berharap media menyuarakan apa adanya, menyuarakan suaranya NU kultural," kata pendiri Partai Kebangkitan Nasional Ulama itu sebelum bedah buku.
Ada beberapa hal disampaikan Cak Anam tentang Munas-Konbes NU.
"Bahwa Munas dan Konbes sebetulnya harus membahas persoalan-persoalan keagamaan maupun keorganisasian yang menyangkut kebutuhan umat. Karena forum tertinggi setelah Muktamar, di anggaran dasarnya begitu," katanya.
Munas, dia mengingatkan, membahas persoalan umat, sedangkan Konbes membahas masalah keorganisasian, seperti yang sudah diputuskan di Muktamar Jombang.
"Isinya apa, satu, rais aam-nya kini kosong. Enggak ada orangnya, ditinggal melompat sama Kiai Ma'ruf. Ini harus dibahas di Munas, mengganti atau mengangkat rais aam yang baru," katanya.
Miftahul Akhyar yang menggantikan Ma'ruf Amin sebagai Penjabat Rais Aam NU, kata Cak Anam, tidak sesuai dengan Anggaran Dasar NU.
"Di Anggaran Dasar itu, Wakil Rais Aam bisa menjadi Penjabat Rais Aam, jika Rais Aamnya berhalangan tetap. Tafsir berhalangan tetap dicontohkan ketika KH Bisri Syansuri wafat pada tahun 1980, digantikan Kiai Ali Maksum, melalui Munas Kaliurang," ujarnya.
Yang terjadi kini, katanya, Ma'ruf Amin tidak berhalangan tetap karena masih ada dan mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
"Yang terjadi tukar tempat, Rais Aam-nya jadi Mustasyar, wakilnya naik jadi Rais Aam. Ini akal-akalan saja. Termasuk PB NU ini pelanggaran berat," katanya.
Melihat itu, Cak Anam menduga NU secara struktural sudah ditunggangi oleh kepentingan politik. Dia juga menyebut Nahdliyin kini terpecah-belah karena itu.
"Nahdliyin terus saling curiga. Kenapa? Gara-gara Jokowi mencomot Rais Aam tanpa musyawarah. Itu jantungnya NU diambil. Berarti lumpuh. Ini yang jadi persoalan," ujarnya.
Cak Anam juga menduga Munas-Konbes NU kali ini kental dengan nuansa politiknya. Dia menyebut indikatornya ialah pembukaan yang akan dihadiri Presiden Jokowi dan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Kalau Munas ini hanya supaya Jokowi buka, JK menutup, itu apa artinya. Munas ini harus mengangkat rais aam yang baru. Rais aam di NU itu sakral," katanya.
Sumber: Viva
Faktakini.com, Jakarta - Mantan Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur, Choirul Anam atau Cak Anam, menduga ada kepentingan politik yang menunggangi dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, pada Rabu, 27 Februari 2019.
Cak Anam mengkritik Munas NU dengan atasnama Ketua Pergerakan Penganut Khittah Nahdliyah atau PPKN, yang dia sebut dengan NU kultural. Kritik itu juga dia tuangkan dalam sebuah buku karyanya berjudul NU Jadi Tumbal Politik Kekuasaan. Buku itu dibedah di Gedung Astranawa Surabaya pada Selasa, 26 Februari 2019.
"Sebetulnya PPKN mau kirim surat [kepada panitia Munas-Konbes NU], tapi pengalaman dua kali berkirim surat [ke PBNU], itu selalu tak dibalas, karena itu saya bicara melalui media. Karena itu saya berharap media menyuarakan apa adanya, menyuarakan suaranya NU kultural," kata pendiri Partai Kebangkitan Nasional Ulama itu sebelum bedah buku.
Ada beberapa hal disampaikan Cak Anam tentang Munas-Konbes NU.
"Bahwa Munas dan Konbes sebetulnya harus membahas persoalan-persoalan keagamaan maupun keorganisasian yang menyangkut kebutuhan umat. Karena forum tertinggi setelah Muktamar, di anggaran dasarnya begitu," katanya.
Munas, dia mengingatkan, membahas persoalan umat, sedangkan Konbes membahas masalah keorganisasian, seperti yang sudah diputuskan di Muktamar Jombang.
"Isinya apa, satu, rais aam-nya kini kosong. Enggak ada orangnya, ditinggal melompat sama Kiai Ma'ruf. Ini harus dibahas di Munas, mengganti atau mengangkat rais aam yang baru," katanya.
Miftahul Akhyar yang menggantikan Ma'ruf Amin sebagai Penjabat Rais Aam NU, kata Cak Anam, tidak sesuai dengan Anggaran Dasar NU.
"Di Anggaran Dasar itu, Wakil Rais Aam bisa menjadi Penjabat Rais Aam, jika Rais Aamnya berhalangan tetap. Tafsir berhalangan tetap dicontohkan ketika KH Bisri Syansuri wafat pada tahun 1980, digantikan Kiai Ali Maksum, melalui Munas Kaliurang," ujarnya.
Yang terjadi kini, katanya, Ma'ruf Amin tidak berhalangan tetap karena masih ada dan mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
"Yang terjadi tukar tempat, Rais Aam-nya jadi Mustasyar, wakilnya naik jadi Rais Aam. Ini akal-akalan saja. Termasuk PB NU ini pelanggaran berat," katanya.
Melihat itu, Cak Anam menduga NU secara struktural sudah ditunggangi oleh kepentingan politik. Dia juga menyebut Nahdliyin kini terpecah-belah karena itu.
"Nahdliyin terus saling curiga. Kenapa? Gara-gara Jokowi mencomot Rais Aam tanpa musyawarah. Itu jantungnya NU diambil. Berarti lumpuh. Ini yang jadi persoalan," ujarnya.
Cak Anam juga menduga Munas-Konbes NU kali ini kental dengan nuansa politiknya. Dia menyebut indikatornya ialah pembukaan yang akan dihadiri Presiden Jokowi dan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Kalau Munas ini hanya supaya Jokowi buka, JK menutup, itu apa artinya. Munas ini harus mengangkat rais aam yang baru. Rais aam di NU itu sakral," katanya.
Sumber: Viva