Tegas! Gus Najih Putra KH Maimoen Zubair Tetap Menolak Aliran "Islam Nusantara"
Jum'at, 15 Februari 2019
Faktakini.com
KH. Muhammad Najih MZ. Tetap Menolak Islam Nusantara
MENJAWAB PENYESATAN OPINI PUBLIK DAN PENCEMARAN NAMA BAIK BELIAU OLEH SITUS MUSLIMMODERAT.COM DAN LAINNYA
Mulai digulirkannya konsep Islam Nusantara dalam ruang-ruang diskusi dan media-media publik hingga akhirnya diresmikan sebagai istilah resmi yang diusung oleh Nahdlatul Ulama di bawah pimpinan Ketua PBNU Said Aqil Siradj, KH. Muhammad Najih Maimoen sedari awal sudah menolak istilah tersebut.
Sampai sekarang pun beliau tetap istiqamah dengan keyakinannya tersebut, dikarenakan Islam Nusantara dicetuskan dan didakwahkan oleh tokoh-tokoh yang sudah dikenal berpaham liberal bahkan Syi’ah hingga seringkali mereka pun berlomba-lomba menginjeksikan paham-paham sesat dan menyesatkan di tengah-tengah masyarakat atas nama Islam Nusantara.
Ketika beliau diundang oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim untuk menjadi pemakalah dalam acara seminar nasional Islam Nusantara di Universitas Negeri Malang (UM) Sabtu kemarin (13 Februari 2016), KH. Muhammad Najih Maimoen tetap tegas menolak Islam Nusantara karena merupakan istilah yang syubhat (kabur) yang dikhawatirkan menjadi gerbong besar liberalisasi dan Syi’ahisasi umat Islam di Indonesia oleh para pemasarnya.
Namun, di tengah sikap tegas dan istiqamah beliau tersebut, umat Islam dikejutkan dengan pemberitaan di media-media elektronik yang mengatakan bahwa KH. Muhammad Najih Maimoen mendukung Islam Nusantara.
Dalam situs muslimmoderat.com, penulis berita bernama Doel Hamid (atau Gus Hamid Pati seperti diwartakan oleh nu.or.id) menyebutkan pernyataan Abah Najih (sapaan para santri beliau) “mendukung Islam Nusantara”.
Berikut kutipan langsung tulisan tersebut dari situs muslimmoderat.com yang diberi tajuk “[Hasil Seminar] Gus Najih Maimun mendukung Islam Nusantara”:
.....
[Hasil Seminar] Gus Najih Maimun mendukung Islam Nusantara
MuslimModerat.com –
Malang, 13/2/16, Pusat Pengembangan Kehidupan Beragama (P2KB), Lembaga Pengembangan Pembelajaran (P3) Universitas Negeri Malang (UM) bekerjasama dengan Pengurus Wilayah NU Jawa Timur menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Islam Nusantara: Meneguhkan Moderatisme, Mengikis Ekstrimisme dalam Beragama” hadir sebagai Keynote Speaker KH. Najih Maemun Sarang (Gus Najih) dan KH. Miftakhul Akhyar (Wakil Rois Am Syuriah PBNU)
Pihak Panitia menghadirkan Gus Najih karena beliau dianggap sebagai tokoh NU yang kurang setuju dengan Islam Nusantara, Pengasuh PP al Anwar ini dicitrakan oleh media sebagai tokoh yang getol mengkritik para ulama, ternyata bukan seperti yang dicitrakan, putra KH. Maemun Zubaer Sarang ini menunjukkan sikap yang sebaliknya “Saya mendukung Islam Nusantara yang penting tidak ditunggangi oleh kepentingan Liberal, Syi’ah dan Golongan Sesat Lainnya.”
KH. Miftakhul Akhyar menjelaskan dengan baik apa itu Islam Nusantara, Islam nusantara bagaikan setetes air yang menjadi bagaikan dari air laut (Qotrul Ma’ Minal Bahri)”Islam Nusantara 100% Islam Ahlussunnah Waljama’ah, Islam Nusantara adalah Islam yang menerapkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat, toleran, tawazun, I’tidal, Islam yang mengajak kedamaian.(Doel Hamid)
.....
Demikian pemberitaan media muslimmoderat.com tentang hasil Seminar Nasional Islam Nusantara di UM Malang tersebut. Dalam beberapa akun media sosial juga memuat pernyataan serupa yang mengklaim KH. Muhammad Najih Maimoen taslim dengan istilah Islam Nusantara.
Akun facebook bernama Dafid Fuadi menulis hal berikut dalam statusnya:
“Setidaknya pasca kegiatan Bahtsul Masail tentang Islam Nusantara di UM kemarin, sudah ada pencerahan bagus. Islam Nusantara yg dikhawatirkan akan menjadi kendaraan bagi sekte Syi’ah dan Liberal, sudah terjawab oleh ketegasan dari para ulama’ yg hadir pada waktu itu (Kyai Muhib, Kyai Syafruddin, Kyai Farihin dan kyai yg lain).
Bahwa, Islam Nusantara ini adalah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang steril dari wahabi, syi’ah dan liberal.
Dalam hal penegasan ini, kita harus berterimakasih kpd Gus Najih Maimun dengan masukan2nya terhadap NU.
Maka dari itu, menurut hemat saya, persoalam Islam Nusantara sudah taslim dan sudah diFatihai oleh kyai2. Karena memang setiap individu punya hak dgn idealismenya, bagi yang kontra dgn Islam Nusantara, tidak usah terlalu memaksakan pendapat2nya.
Demikian pula, bagi yg pro dengan Islam Nusantara tidak perlu jg memaksakan kpd yg kontra untuk searah berfikir dengannya. Jika sama2 memaksakan, khawatir yang timbul dari hanya dari nafsu dan sikap agama yang memalukan.”
Dalam akun FB lain bernama Achmad Shampton Masduqie juga menyebutkan: ”Bila yang dimaksud Islam Nusantara adalah orang Islam yang ada dinusantara yang membawa tradisi ahlussunnah wal jamaah santun dan tidak merubah aqidah asy ariyah maturidiyah, tidak menoleransi ajaran liberalisme dan syiah… Maka saya menerima istilah ini.” KH.Najieh Maimoen Zubair”
Melihat isi warta tersebut, terdapat beberapa hal yang harus ditanggapi secara serius karena ini menyangkut nama baik seorang figur ulama yang dikenal sangat istiqamah dengan Ahlussunnah wal Jama’ah dan getol menjawab berbagai penyimpangan kaum liberal-sekuler, Syi’ah, Wahabi, dan pemikiran-pemikiran sesat lainnya.
Pertama, penulis warta bernama Doel Hamid tersebut secara serampangan menyimpulkan bahwa KH. Muhammad Najih Maimoen ternyata mendukung Islam Nusantara dengan hanya bermodal satu kutipan ucapan beliau saja.
Padahal, bagi orang-orang yang mengikuti seminar nasional tersebut dari awal pasti mendengar bahwa Abah Najih beberapa kali menyatakan secara eksplisit menolak istilah Islam Nusantara tersebut.
Di awal penyampaiannya, KH. Muhammad Najih mengatakan:
Di tengah pembahasan beliau mengungkapkan:
“Kami kurang setuju Islam Nusantara, karena Islam artinya kebenaran. Padahal perbedaan-perbedaan yang terjadi ada yang benar, ada yang kurang benar. Ada yang salah, ada yang syubhat, ada juga yang sesat. Siti Jenar mazhabnya Syi’ah dan Wahdatul Wujud. Islam yang benar adalah ma ana alaihi wa ashabi.”
Ketika menanggapi pertanyaan dari audien, KH. Muhammad Najih menegaskan kembali pernyataannya di atas:
“Bahasa Islam Nusantara ini adalah istilah yang mengkaburkan. Masak ada Islam Amerika, Islam Eropa, dan Islam Nusantara? Kan jadi bingung asalnya Islam darimana. Padahal, Walisongo saja masih khilaf tentang masalah-masalah perkara yang aslinya dari Hindu Budha. Jadi, kami menolak istilah itu dan kami takut karena bahasa yang syubhat ini nanti ditunggangi oleh kaum liberal seperti yang telah saya tulis. Makalah kami ini adalah contoh-ontoh yang mesti didengar oleh Pak Miftahul Akhyar, Pak Ma’ruf Amin dan Lembaga Syuriah yang katanya getol mengawasi sepak terjang tanfidziyyah yang banyak berpaham liberal itu. Bahkan ketua umumnya (Said Aqil Siradj, pen.) sudah liberal sekali. Tidak hormat lagi dengan KH. Hasyim Asy’ari, bahkan Syi’ah dianggap Ahlussunnah karena memiliki kitab-kitab Hadits, padahal Hadits-haditsnya sangat berbeda dengan Shahih Bukhari Muslim.
Tapi kalau dipaksakan, saya menerima dengan syarat harus steril dari kaum Liberal, Syi’ah, Wahabi, dan lainnya. Saya bisa menerima kalau munkar-munkar itu bisa dihilangkan,” tutur Abah Najih dengan tegas.
Dari beberapa pernyataan KH. Muhammad Najih diatas, dapat disimpulkan bahwa beliau tetap tegas menolak konsep Islam Nusantara. Situs muslimmoderat.com hanya mengambil sepotong-sepotong pernyataan Abah Najih di atas, lalu dengan serampangan menulis kesimpulan salah dan menyesatkan bahwa “KH. Muhammad Najih Maimoen mendukung Islam Nusantara”.
Kedua, dalam makalah yang beliau tulis dan diterima oleh peserta seminar nasional Islam Nusantara tersebut, KH. Muhammad Najih secara jelas memaparkan penolakannya terhadap
istilah Islam Nusantara dan membeberkan berbagai penyimpangan-penyimpangan para pengusungnya.
Dalam prolog makalah tersebut ditulis:
“Kaum Liberal secara struktural dan terorganisir bergerak ingin mengacak-acak dan merubah tatanan ideologi NU, yaitu ideologi Sunni, Asya ’irah dan Maturidiyah, berpegang pada al-Qur’an dan Hadits serta qaul-qaul ulama salafus sholih dalam bermadzhab empat, diganti menjadi ideologi liberal ala Islam Nusantara sebagai bentuk kelangsungan ide Gus Dur “Pribumisasi Islam”. Lewat Islam Nusantara mereka ingin menghidupkan kembali sistem Hindu-Budha ala Majapahit. Ada aroma komunis di balik wacana Islam Nusantara.”
Di tempat lain ditulis:
“Islam Nusantara sebenarnya gambaran Islam yang tidak perlu dipermasalahkan. Islam tahlilan, yasinan, ziarah kubur, tawassul, muludan dan lain sebagainya, inilah Islam Nusantara, sebuah tatanan yang sudah baku dan mengakar di tengah-tengah umat. Sebuah syari’at dan ajaran Islam yang dibawa para Walisongo untuk meng-Islamkan Nusantara. Masalahnya, kalau tiba-tiba istilah tersebut sekarang dimunculkan lagi, diobok-diobok dan digembar-gemborkan oleh beberapa tokoh dan orang-orang yang mempunyai rekam sepak terjang yang menyimpang dari Syari’at dan mempunyai raport merah dalam berakidah, ini perlu dicurigai dan diwaspadai. Kalau mereka mengatakan bahwa Islam Nusantara hadir untuk melestarikan dan menjaga budaya dan tradisi nahdliyin, sebagaimana yang dipahami dan dipublikasikan kepada para kiai dan tokoh masyarakat, itu merupakan pengelabuhan dan sebuah kebohongan besar. Namun bukan hanya itu, Islam Nusantara sebenarnya “wajah baru” dari proyek Liberalisasi Islam di Indonesia.”
Dengan ini, jelaslah bahwa baik dalam ucapan ataupun tulisannya, KH. Muhammad Najih menegaskan bahwa dirinya menolak Islam Nusantara karena menjadi gerbang besar liberalisasi dan Syi’ahisasi Islam di Indonesia.
Ketiga, pernyataan bahwa Islam Nusantara sudah taslim dan di”Fatihahi” oleh kyai-kyai merupakan kesimpulan yang terlalu cepat dan tidak sesuai fakta. Pernyataan ini seolah juga mengesankan bahwa semua kyai NU termasuk KH. Muhammad Najih Maimoen telah sepakat menerima Islam Nusantara. Padahal, faktanya masih banyak kyai-kyai NU yang tetap tegas menolak Islam Nusantara bahkan hingga seminar nasional tersebut berakhir. KH. Muhammad Najih sejak awal sudah menolak Islam Nusantara. Sehari setelah seminar nasional Islam Nusantara selesai, pada hari Ahad (14/02/2016) KH. Luthfi Bashori dalam akun facebooknya memposting foto beliau dengan tulisan:
“Meski kami hidup di Nusantara, kami tetap Islam Aswaja”.
Begitu pula kyai-kyai seperti Buya Yahya, Idrus Ramli, dan sebagainya masih istiqamah menolak Islam Nusantara. Jadi, pernyataan bahwa Islam Nusantara diterima oleh kyai-kyai adalah kesimpulan yang tidak berdasar, apalagi jika ujung-ujungnya diembel-embeli dengan ajakan untuk tidak saling memaksakan kehendak antara yang pro dan kontra.
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa penyimpulan situs muslimmoderat.comdan beberapa media sosial lainnya bahwa Abah Najih menerima Islam Nusantara jelas merupakan penyesatan opini publik dengan kesimpulan-kesimpulan dangkal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya. Entah karena keterbatasan informasi yang diterima, penulis berita tersebut tidak sepantasnya menulis berita yang didapat dari informasi sepotong-sepotong tersebut sehingga menimbulkan interpretasi yang salah, apalagi ketika dipertanggungjawabkan amanah ilmiahnya di depan publik.
Namun jika tulisan ini dibuat karena ada niat mengundang sensasi, mencari popularitas publik, atau karena mendapat amplop dari tangan-tangan nakal, sungguh Anda telah melakukan pembohongan dan pencemaran nama baik ulama. Na’udzubillahi min dzalika.
Adapun ketika KH. Muhammad Najih Maimoen menggunakan bahasa “Menerima Islam Nusantara dengan syarat…”, maka hal tersebut hanyalah ungkapan diplomasi agar tidak dicap radikal atau Wahabi oleh orang-orang yang tidak setuju dengan beliau.
Faktanya, konsep Islam Nusantara tersebut sudah tidak bisa lepas lagi dari tokoh-tokoh berpaham Liberal dan Syi’ah yang dengan mudah memasarkan kesesatan-kesesatan berpikirnya melalui jargon Islam Nusantara, seperti Sa’id Aqil Siradj, Ulil Abshar Abdala, Azyumardi Azra dst….
Hakikatnya, Islam Nusantara hanyalah menjadi slogan saja yang isinya adalah liberalisasi, sekularisasi, dan Syi’ahisasi tokoh-tokoh yang mencetuskan, mengusung, dan mendakwahkanya kepada umat Islam khususnya warga Nahdliyyin. Oleh karena itulah, KH. Muhammad Najih Maimoen tetap tegas menolak konsep Islam Nusantara. Wallaahu A’lam.
Link video Seminar:
https://youtu.be/Re3Q3K_9qX0
https://youtu.be/YDh5_w7_dQk
https://youtu.be/FHedMz61gYU
https://youtu.be/oFF4jozNawk
https://youtu.be/TLqmqdGFxEQ
Faktakini.com
KH. Muhammad Najih MZ. Tetap Menolak Islam Nusantara
MENJAWAB PENYESATAN OPINI PUBLIK DAN PENCEMARAN NAMA BAIK BELIAU OLEH SITUS MUSLIMMODERAT.COM DAN LAINNYA
Mulai digulirkannya konsep Islam Nusantara dalam ruang-ruang diskusi dan media-media publik hingga akhirnya diresmikan sebagai istilah resmi yang diusung oleh Nahdlatul Ulama di bawah pimpinan Ketua PBNU Said Aqil Siradj, KH. Muhammad Najih Maimoen sedari awal sudah menolak istilah tersebut.
Sampai sekarang pun beliau tetap istiqamah dengan keyakinannya tersebut, dikarenakan Islam Nusantara dicetuskan dan didakwahkan oleh tokoh-tokoh yang sudah dikenal berpaham liberal bahkan Syi’ah hingga seringkali mereka pun berlomba-lomba menginjeksikan paham-paham sesat dan menyesatkan di tengah-tengah masyarakat atas nama Islam Nusantara.
Ketika beliau diundang oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim untuk menjadi pemakalah dalam acara seminar nasional Islam Nusantara di Universitas Negeri Malang (UM) Sabtu kemarin (13 Februari 2016), KH. Muhammad Najih Maimoen tetap tegas menolak Islam Nusantara karena merupakan istilah yang syubhat (kabur) yang dikhawatirkan menjadi gerbong besar liberalisasi dan Syi’ahisasi umat Islam di Indonesia oleh para pemasarnya.
Namun, di tengah sikap tegas dan istiqamah beliau tersebut, umat Islam dikejutkan dengan pemberitaan di media-media elektronik yang mengatakan bahwa KH. Muhammad Najih Maimoen mendukung Islam Nusantara.
Dalam situs muslimmoderat.com, penulis berita bernama Doel Hamid (atau Gus Hamid Pati seperti diwartakan oleh nu.or.id) menyebutkan pernyataan Abah Najih (sapaan para santri beliau) “mendukung Islam Nusantara”.
Berikut kutipan langsung tulisan tersebut dari situs muslimmoderat.com yang diberi tajuk “[Hasil Seminar] Gus Najih Maimun mendukung Islam Nusantara”:
.....
[Hasil Seminar] Gus Najih Maimun mendukung Islam Nusantara
MuslimModerat.com –
Malang, 13/2/16, Pusat Pengembangan Kehidupan Beragama (P2KB), Lembaga Pengembangan Pembelajaran (P3) Universitas Negeri Malang (UM) bekerjasama dengan Pengurus Wilayah NU Jawa Timur menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Islam Nusantara: Meneguhkan Moderatisme, Mengikis Ekstrimisme dalam Beragama” hadir sebagai Keynote Speaker KH. Najih Maemun Sarang (Gus Najih) dan KH. Miftakhul Akhyar (Wakil Rois Am Syuriah PBNU)
Pihak Panitia menghadirkan Gus Najih karena beliau dianggap sebagai tokoh NU yang kurang setuju dengan Islam Nusantara, Pengasuh PP al Anwar ini dicitrakan oleh media sebagai tokoh yang getol mengkritik para ulama, ternyata bukan seperti yang dicitrakan, putra KH. Maemun Zubaer Sarang ini menunjukkan sikap yang sebaliknya “Saya mendukung Islam Nusantara yang penting tidak ditunggangi oleh kepentingan Liberal, Syi’ah dan Golongan Sesat Lainnya.”
KH. Miftakhul Akhyar menjelaskan dengan baik apa itu Islam Nusantara, Islam nusantara bagaikan setetes air yang menjadi bagaikan dari air laut (Qotrul Ma’ Minal Bahri)”Islam Nusantara 100% Islam Ahlussunnah Waljama’ah, Islam Nusantara adalah Islam yang menerapkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat, toleran, tawazun, I’tidal, Islam yang mengajak kedamaian.(Doel Hamid)
.....
Demikian pemberitaan media muslimmoderat.com tentang hasil Seminar Nasional Islam Nusantara di UM Malang tersebut. Dalam beberapa akun media sosial juga memuat pernyataan serupa yang mengklaim KH. Muhammad Najih Maimoen taslim dengan istilah Islam Nusantara.
Akun facebook bernama Dafid Fuadi menulis hal berikut dalam statusnya:
“Setidaknya pasca kegiatan Bahtsul Masail tentang Islam Nusantara di UM kemarin, sudah ada pencerahan bagus. Islam Nusantara yg dikhawatirkan akan menjadi kendaraan bagi sekte Syi’ah dan Liberal, sudah terjawab oleh ketegasan dari para ulama’ yg hadir pada waktu itu (Kyai Muhib, Kyai Syafruddin, Kyai Farihin dan kyai yg lain).
Bahwa, Islam Nusantara ini adalah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang steril dari wahabi, syi’ah dan liberal.
Dalam hal penegasan ini, kita harus berterimakasih kpd Gus Najih Maimun dengan masukan2nya terhadap NU.
Maka dari itu, menurut hemat saya, persoalam Islam Nusantara sudah taslim dan sudah diFatihai oleh kyai2. Karena memang setiap individu punya hak dgn idealismenya, bagi yang kontra dgn Islam Nusantara, tidak usah terlalu memaksakan pendapat2nya.
Demikian pula, bagi yg pro dengan Islam Nusantara tidak perlu jg memaksakan kpd yg kontra untuk searah berfikir dengannya. Jika sama2 memaksakan, khawatir yang timbul dari hanya dari nafsu dan sikap agama yang memalukan.”
Dalam akun FB lain bernama Achmad Shampton Masduqie juga menyebutkan: ”Bila yang dimaksud Islam Nusantara adalah orang Islam yang ada dinusantara yang membawa tradisi ahlussunnah wal jamaah santun dan tidak merubah aqidah asy ariyah maturidiyah, tidak menoleransi ajaran liberalisme dan syiah… Maka saya menerima istilah ini.” KH.Najieh Maimoen Zubair”
Melihat isi warta tersebut, terdapat beberapa hal yang harus ditanggapi secara serius karena ini menyangkut nama baik seorang figur ulama yang dikenal sangat istiqamah dengan Ahlussunnah wal Jama’ah dan getol menjawab berbagai penyimpangan kaum liberal-sekuler, Syi’ah, Wahabi, dan pemikiran-pemikiran sesat lainnya.
Pertama, penulis warta bernama Doel Hamid tersebut secara serampangan menyimpulkan bahwa KH. Muhammad Najih Maimoen ternyata mendukung Islam Nusantara dengan hanya bermodal satu kutipan ucapan beliau saja.
Padahal, bagi orang-orang yang mengikuti seminar nasional tersebut dari awal pasti mendengar bahwa Abah Najih beberapa kali menyatakan secara eksplisit menolak istilah Islam Nusantara tersebut.
Di awal penyampaiannya, KH. Muhammad Najih mengatakan:
“Kami belum setuju istilah Islam Nusantara, kami setuju Ulama Nusantara”.
Di tengah pembahasan beliau mengungkapkan:
“Kami kurang setuju Islam Nusantara, karena Islam artinya kebenaran. Padahal perbedaan-perbedaan yang terjadi ada yang benar, ada yang kurang benar. Ada yang salah, ada yang syubhat, ada juga yang sesat. Siti Jenar mazhabnya Syi’ah dan Wahdatul Wujud. Islam yang benar adalah ma ana alaihi wa ashabi.”
Ketika menanggapi pertanyaan dari audien, KH. Muhammad Najih menegaskan kembali pernyataannya di atas:
“Bahasa Islam Nusantara ini adalah istilah yang mengkaburkan. Masak ada Islam Amerika, Islam Eropa, dan Islam Nusantara? Kan jadi bingung asalnya Islam darimana. Padahal, Walisongo saja masih khilaf tentang masalah-masalah perkara yang aslinya dari Hindu Budha. Jadi, kami menolak istilah itu dan kami takut karena bahasa yang syubhat ini nanti ditunggangi oleh kaum liberal seperti yang telah saya tulis. Makalah kami ini adalah contoh-ontoh yang mesti didengar oleh Pak Miftahul Akhyar, Pak Ma’ruf Amin dan Lembaga Syuriah yang katanya getol mengawasi sepak terjang tanfidziyyah yang banyak berpaham liberal itu. Bahkan ketua umumnya (Said Aqil Siradj, pen.) sudah liberal sekali. Tidak hormat lagi dengan KH. Hasyim Asy’ari, bahkan Syi’ah dianggap Ahlussunnah karena memiliki kitab-kitab Hadits, padahal Hadits-haditsnya sangat berbeda dengan Shahih Bukhari Muslim.
Tapi kalau dipaksakan, saya menerima dengan syarat harus steril dari kaum Liberal, Syi’ah, Wahabi, dan lainnya. Saya bisa menerima kalau munkar-munkar itu bisa dihilangkan,” tutur Abah Najih dengan tegas.
Dari beberapa pernyataan KH. Muhammad Najih diatas, dapat disimpulkan bahwa beliau tetap tegas menolak konsep Islam Nusantara. Situs muslimmoderat.com hanya mengambil sepotong-sepotong pernyataan Abah Najih di atas, lalu dengan serampangan menulis kesimpulan salah dan menyesatkan bahwa “KH. Muhammad Najih Maimoen mendukung Islam Nusantara”.
Kedua, dalam makalah yang beliau tulis dan diterima oleh peserta seminar nasional Islam Nusantara tersebut, KH. Muhammad Najih secara jelas memaparkan penolakannya terhadap
istilah Islam Nusantara dan membeberkan berbagai penyimpangan-penyimpangan para pengusungnya.
Dalam prolog makalah tersebut ditulis:
“Kaum Liberal secara struktural dan terorganisir bergerak ingin mengacak-acak dan merubah tatanan ideologi NU, yaitu ideologi Sunni, Asya ’irah dan Maturidiyah, berpegang pada al-Qur’an dan Hadits serta qaul-qaul ulama salafus sholih dalam bermadzhab empat, diganti menjadi ideologi liberal ala Islam Nusantara sebagai bentuk kelangsungan ide Gus Dur “Pribumisasi Islam”. Lewat Islam Nusantara mereka ingin menghidupkan kembali sistem Hindu-Budha ala Majapahit. Ada aroma komunis di balik wacana Islam Nusantara.”
Di tempat lain ditulis:
“Islam Nusantara sebenarnya gambaran Islam yang tidak perlu dipermasalahkan. Islam tahlilan, yasinan, ziarah kubur, tawassul, muludan dan lain sebagainya, inilah Islam Nusantara, sebuah tatanan yang sudah baku dan mengakar di tengah-tengah umat. Sebuah syari’at dan ajaran Islam yang dibawa para Walisongo untuk meng-Islamkan Nusantara. Masalahnya, kalau tiba-tiba istilah tersebut sekarang dimunculkan lagi, diobok-diobok dan digembar-gemborkan oleh beberapa tokoh dan orang-orang yang mempunyai rekam sepak terjang yang menyimpang dari Syari’at dan mempunyai raport merah dalam berakidah, ini perlu dicurigai dan diwaspadai. Kalau mereka mengatakan bahwa Islam Nusantara hadir untuk melestarikan dan menjaga budaya dan tradisi nahdliyin, sebagaimana yang dipahami dan dipublikasikan kepada para kiai dan tokoh masyarakat, itu merupakan pengelabuhan dan sebuah kebohongan besar. Namun bukan hanya itu, Islam Nusantara sebenarnya “wajah baru” dari proyek Liberalisasi Islam di Indonesia.”
Dengan ini, jelaslah bahwa baik dalam ucapan ataupun tulisannya, KH. Muhammad Najih menegaskan bahwa dirinya menolak Islam Nusantara karena menjadi gerbang besar liberalisasi dan Syi’ahisasi Islam di Indonesia.
Ketiga, pernyataan bahwa Islam Nusantara sudah taslim dan di”Fatihahi” oleh kyai-kyai merupakan kesimpulan yang terlalu cepat dan tidak sesuai fakta. Pernyataan ini seolah juga mengesankan bahwa semua kyai NU termasuk KH. Muhammad Najih Maimoen telah sepakat menerima Islam Nusantara. Padahal, faktanya masih banyak kyai-kyai NU yang tetap tegas menolak Islam Nusantara bahkan hingga seminar nasional tersebut berakhir. KH. Muhammad Najih sejak awal sudah menolak Islam Nusantara. Sehari setelah seminar nasional Islam Nusantara selesai, pada hari Ahad (14/02/2016) KH. Luthfi Bashori dalam akun facebooknya memposting foto beliau dengan tulisan:
“Meski kami hidup di Nusantara, kami tetap Islam Aswaja”.
Begitu pula kyai-kyai seperti Buya Yahya, Idrus Ramli, dan sebagainya masih istiqamah menolak Islam Nusantara. Jadi, pernyataan bahwa Islam Nusantara diterima oleh kyai-kyai adalah kesimpulan yang tidak berdasar, apalagi jika ujung-ujungnya diembel-embeli dengan ajakan untuk tidak saling memaksakan kehendak antara yang pro dan kontra.
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa penyimpulan situs muslimmoderat.comdan beberapa media sosial lainnya bahwa Abah Najih menerima Islam Nusantara jelas merupakan penyesatan opini publik dengan kesimpulan-kesimpulan dangkal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya. Entah karena keterbatasan informasi yang diterima, penulis berita tersebut tidak sepantasnya menulis berita yang didapat dari informasi sepotong-sepotong tersebut sehingga menimbulkan interpretasi yang salah, apalagi ketika dipertanggungjawabkan amanah ilmiahnya di depan publik.
Namun jika tulisan ini dibuat karena ada niat mengundang sensasi, mencari popularitas publik, atau karena mendapat amplop dari tangan-tangan nakal, sungguh Anda telah melakukan pembohongan dan pencemaran nama baik ulama. Na’udzubillahi min dzalika.
Adapun ketika KH. Muhammad Najih Maimoen menggunakan bahasa “Menerima Islam Nusantara dengan syarat…”, maka hal tersebut hanyalah ungkapan diplomasi agar tidak dicap radikal atau Wahabi oleh orang-orang yang tidak setuju dengan beliau.
Faktanya, konsep Islam Nusantara tersebut sudah tidak bisa lepas lagi dari tokoh-tokoh berpaham Liberal dan Syi’ah yang dengan mudah memasarkan kesesatan-kesesatan berpikirnya melalui jargon Islam Nusantara, seperti Sa’id Aqil Siradj, Ulil Abshar Abdala, Azyumardi Azra dst….
Hakikatnya, Islam Nusantara hanyalah menjadi slogan saja yang isinya adalah liberalisasi, sekularisasi, dan Syi’ahisasi tokoh-tokoh yang mencetuskan, mengusung, dan mendakwahkanya kepada umat Islam khususnya warga Nahdliyyin. Oleh karena itulah, KH. Muhammad Najih Maimoen tetap tegas menolak konsep Islam Nusantara. Wallaahu A’lam.
Link video Seminar:
https://youtu.be/Re3Q3K_9qX0
https://youtu.be/YDh5_w7_dQk
https://youtu.be/FHedMz61gYU
https://youtu.be/oFF4jozNawk
https://youtu.be/TLqmqdGFxEQ