Blak-Blakan! KH Al Khaththath: Kalau Orang Idiot Boleh Milih, Nanti Ada Capres Idiot

Sabtu, 2 Maret 2019

Faktakini.com, Jakarta - Sekjen FUI KH Muhammad Al Khaththath mempertanyakan tunagrahita atau keterbelakangan mental memiliki hak pilih.

Karena jika ada orang dengan keterbelakangan mental punya hak pilih, maka ada kemungkinan juga orang dengan gangguan jiwa berhak untuk dipilih dalam kontestasi politik.

Awalnya, Ustadz Al Khaththath meminta penjelasan soal adanya DPT orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) saat audiensi dengan komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Lalu, Wahyu meluruskan pertanyaan Al Khaththath.

"Soal DPT orang gila, menurut beliau, bukan orang gila tapi tunagrahita. Saya tidak persoalkan, nanti Rabu saja (pertemuan selanjutnya). Karena, bukan DPT orang gila tapi idiot," ucap Ustadz Al Khaththath kepada massa di depan kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Jumat (1/3/2019).

Lalu, Ustadz Al Khaththath menyampaikan penjelasan Eggi Sudjana untuk mempertanyakan kebijakan tersebut. Baginya, akan muncul peserta pemilu yang memiliki keterbelakangan mental.

"Kata Bang Eggi, logikanya, kalau bisa memilih maka bisa juga dipilih. Nanti akan muncul caleg gila, capres gila, cawapres gila. Kemudian, kalau idiot boleh memilih, boleh juga ada caleg idiot, capres idiot, cawapres idiot," ucapnya.

Untuk itulah, dia akan kembali bertanya soal DPT tunagrahita saat audiensi dengan KPU pada Rabu (6/3). "Oleh karena itu nanti akan kita bahas detail hari Rabu," ucapnya.

KPU memang memasukkan tunagrahita atau disabilitas mental masuk dalam daftar pemilih dan menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2019. KPU mengatakan pemilih disabilitas mental tidak diperlakukan istimewa.

"Perlakuannya (terhadap pemilih disabilitas mental) gimana, tidak ada yang istimewa sama saja," ujar komisioner KPU, Viryan Aziz, di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2018).

Viryan mengatakan pendataan pemilih disabilitas mental telah dilakukan sejak pemilu sebelumnya. Dia menjelaskan yang tidak didata dan tidak bisa memilih hanya pemilih yang hak pilihnya telah dicabut.

"Dalam regulasi kepemiluan sejak pemilu tahun 1955 sampai pemilu 2016, seluruh warga negara Indonesia yang 17 tahun atau telah menikah memiliki hak pilih. Termasuk di dalamnya penyandang disabilitas mental, tidak ada larangan, yang dilarang adalah yang dicabut hak pilihnya," kata Viryan.

"Makanya penyandang disabilitas mental didata sebagai pemilih itu bukanlah hal baru, bukan pada pemilu sekarang tapi sejak pemilu sebelumnya," sambungnya.

Sumber: Detik