FPI Ungkap Bagi Sembako Dan Kampanye Petahana Di Acara NU Di Tebing Tinggi
Sabtu, 2 Maret 2019
Faktakini.com, Jakarta - Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Ustadz Munarman menyebut ada kegiatan kampanye terselubung berupa pembagian sembako serta ajakan untuk memilih pasangan calon petahana di Pilpres 2019 dalam acara Tabligh Akbar dan Tausiyah Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Utara.
Hal itu merupakan salah satu penyebab kericuhan terjadi saat Gus Muwafiq Tokoh Islam Nusantara berbicara.
Sebelumnya, polisi menangkap sejumlah warga masyarakat lantaran membuat ricuh di acara Tabligh Akbar NU Sumut. Kini, 11 anggota FPI ditetapkan sebagai tersangka.
"Berdasarkan informasi dari lapangan, bahwa peristiwa tersebut bermula dari ada kegiatan kampanye terselubung dengan pembagian sembako dan pesan mengajak memilih pasangan tertentu," ucap Ustadz Munarman melalui siaran pers, Jumat (1/3).
CNNIndonesia.com mengontak Ketua PBNU Robikin Emhas untuk mengklarifikasi temuan FPI tersebut. Robikin mempersilakan publik dan media bertanya langsung ke pihak kepolisian untuk mengonfirmasi lebih detail soal ricuh di acara NU di Sumut.
Robikin tak tahu banyak soal dugaan kampanye terselubung dan bagi-bagi sembako di acara NU di Sumut. "Pertanyaan itu lebih tepat disampaikan ke Bawaslu setempat," kata Robikin.
Ustadz Munarman mengatakan dalam acara tersebut juga ada penceramah (; Gus Muwafiq) yang memfitnah kelompok lain radikal, intoleran serta berbahaya. Penceramah itu juga mendukung pembakaran bendera tauhid serta bersholawat dengan nada dangdut.
Menurut Ustadz Munarman, hal itu membuat sejumlah peserta yang hadir menjadi gusar. Mereka keberatan ketika acara keagamaan diisi dengan kampanye terselubung serta ceramah yang kurang patut. Mereka lantas protes atas itu semua.
"Kegerahan dan protes dari masyarakat justru direspon oleh aparat keamanan dengan melakukan tindakan penangkapan," kata Ustadz Munarman.
Ustadz Munarman menyayangkan ketika polisi langsung mengaitkan pelaku kericuhan dengan FPI. Dia menegaskan bahwa tindakan itu adalah sikap umat Islam yang gusar dengan acara tersebut. Tindakan itu bersifat pribadi bukan atas nama organisasi FPI.
"Kami ingatkan kepada seluruh pihak, agar jangan terus-terusan melakukan labelling dan framing terhadap FPI. Perbuatan pidana adalah perbuatan individual, bukan perbuatan organize crime," kata Ustadz Munarman.
Ustadz Munarman mengatakan pihaknya tengah melakukan investigasi lebih jauh. Nantinya, lanjut Ustadz Munarman, FPI pasti akan memberikan bantuan hukum kepada anggotanya yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Untuk meluruskan agar proses hukum tersebut berkradilan, bukan dijadikan sarana balas dendam apalagi karena kebencian," ujar Ustadz Munarman.
Kericuhan terjadi dalam acara Tabligh Akbar dan Tausiyah Kebangsaan NU di Sumut (27/2). Acara itu dihadiri oleh Kapolda Sumut, Wali Kota Tebing Tinggi, serta sejumlah pemuka agama.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumut Komisaris Besar Polisi Tatan Dirsan Atmaja mengatakan kericuhan di acara itu bermula saat Gus Muwafiq menyampaikan tausiyah pukul 11.40 WIB.
Dia menyebut ada sejumlah orang datang memakai baju #gantipresiden dan minta acara dibubarkan. Mereka juga meneriakkan ganti presiden dan mengacungkan dua jari.
Polisi lantas menangkap delapan orang terduga pelaku kericuhan pada Rabu malam (27/2). Kemudian pada Kamis (28/2), polisi menetapkan 11 orang tersangka setelah melakukan pengembangan kasus.
Tatan mengatakan ke-11 tersangka berinisial MHB, S alias G, FS, AS, AR, SS, OQ, MA, AD, E alias I, RP. Semuanya berasal dari organisasi FPI Tebing Tinggi.
Dari hasil gelar perkara, kata dia, telah terpenuhi unsur tindak pidananya dan telah cukup alat bukti untuk dilakukan penahanan. Seluruh tersangka itu dijerat dengan Pasal 160 subsidair Pasal 175 jo Pasal 55, dan Pasal 56 KUHP.
"Para pelaku dipersangkakan melakukan tindak pidana penghasutan dan atau melakukan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan dan atau turut serta melakukan, menyuruh melakukan, membantu terjadinya tindak pidana," ujarnya.
Sumber: CNNI
Faktakini.com, Jakarta - Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Ustadz Munarman menyebut ada kegiatan kampanye terselubung berupa pembagian sembako serta ajakan untuk memilih pasangan calon petahana di Pilpres 2019 dalam acara Tabligh Akbar dan Tausiyah Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Utara.
Hal itu merupakan salah satu penyebab kericuhan terjadi saat Gus Muwafiq Tokoh Islam Nusantara berbicara.
Sebelumnya, polisi menangkap sejumlah warga masyarakat lantaran membuat ricuh di acara Tabligh Akbar NU Sumut. Kini, 11 anggota FPI ditetapkan sebagai tersangka.
"Berdasarkan informasi dari lapangan, bahwa peristiwa tersebut bermula dari ada kegiatan kampanye terselubung dengan pembagian sembako dan pesan mengajak memilih pasangan tertentu," ucap Ustadz Munarman melalui siaran pers, Jumat (1/3).
CNNIndonesia.com mengontak Ketua PBNU Robikin Emhas untuk mengklarifikasi temuan FPI tersebut. Robikin mempersilakan publik dan media bertanya langsung ke pihak kepolisian untuk mengonfirmasi lebih detail soal ricuh di acara NU di Sumut.
Robikin tak tahu banyak soal dugaan kampanye terselubung dan bagi-bagi sembako di acara NU di Sumut. "Pertanyaan itu lebih tepat disampaikan ke Bawaslu setempat," kata Robikin.
Ustadz Munarman mengatakan dalam acara tersebut juga ada penceramah (; Gus Muwafiq) yang memfitnah kelompok lain radikal, intoleran serta berbahaya. Penceramah itu juga mendukung pembakaran bendera tauhid serta bersholawat dengan nada dangdut.
Menurut Ustadz Munarman, hal itu membuat sejumlah peserta yang hadir menjadi gusar. Mereka keberatan ketika acara keagamaan diisi dengan kampanye terselubung serta ceramah yang kurang patut. Mereka lantas protes atas itu semua.
"Kegerahan dan protes dari masyarakat justru direspon oleh aparat keamanan dengan melakukan tindakan penangkapan," kata Ustadz Munarman.
Ustadz Munarman menyayangkan ketika polisi langsung mengaitkan pelaku kericuhan dengan FPI. Dia menegaskan bahwa tindakan itu adalah sikap umat Islam yang gusar dengan acara tersebut. Tindakan itu bersifat pribadi bukan atas nama organisasi FPI.
"Kami ingatkan kepada seluruh pihak, agar jangan terus-terusan melakukan labelling dan framing terhadap FPI. Perbuatan pidana adalah perbuatan individual, bukan perbuatan organize crime," kata Ustadz Munarman.
Ustadz Munarman mengatakan pihaknya tengah melakukan investigasi lebih jauh. Nantinya, lanjut Ustadz Munarman, FPI pasti akan memberikan bantuan hukum kepada anggotanya yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Untuk meluruskan agar proses hukum tersebut berkradilan, bukan dijadikan sarana balas dendam apalagi karena kebencian," ujar Ustadz Munarman.
Kericuhan terjadi dalam acara Tabligh Akbar dan Tausiyah Kebangsaan NU di Sumut (27/2). Acara itu dihadiri oleh Kapolda Sumut, Wali Kota Tebing Tinggi, serta sejumlah pemuka agama.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumut Komisaris Besar Polisi Tatan Dirsan Atmaja mengatakan kericuhan di acara itu bermula saat Gus Muwafiq menyampaikan tausiyah pukul 11.40 WIB.
Dia menyebut ada sejumlah orang datang memakai baju #gantipresiden dan minta acara dibubarkan. Mereka juga meneriakkan ganti presiden dan mengacungkan dua jari.
Polisi lantas menangkap delapan orang terduga pelaku kericuhan pada Rabu malam (27/2). Kemudian pada Kamis (28/2), polisi menetapkan 11 orang tersangka setelah melakukan pengembangan kasus.
Tatan mengatakan ke-11 tersangka berinisial MHB, S alias G, FS, AS, AR, SS, OQ, MA, AD, E alias I, RP. Semuanya berasal dari organisasi FPI Tebing Tinggi.
Dari hasil gelar perkara, kata dia, telah terpenuhi unsur tindak pidananya dan telah cukup alat bukti untuk dilakukan penahanan. Seluruh tersangka itu dijerat dengan Pasal 160 subsidair Pasal 175 jo Pasal 55, dan Pasal 56 KUHP.
"Para pelaku dipersangkakan melakukan tindak pidana penghasutan dan atau melakukan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan dan atau turut serta melakukan, menyuruh melakukan, membantu terjadinya tindak pidana," ujarnya.
Sumber: CNNI