Ini Alasan Ketua Rabithah Alawiyah Habib Zein Bin Smith Keluar Dari Musytasyar PBNU

Kecewa NU Kini Tak Sejalan Dengan Aspirasi Umat Islam, Habib Zein Bin Smith Mundur Dari Mustasyar PBNU

Kamis, 7 Maret 2019

Faktakini.com, Jakarta - Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zein bin Umar bin Smith menyatakan mundur dari jabatannya sebagai salah satu Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk periode kepengurusan saat ini. 

Mustasyar adalah jajaran dewan penasehat syuriah. Biasanya, posisi ini terdiri atas para ulama sepuh NU yang tidak hanya dituakan dalam konteks usia, tetapi juga kedalaman ilmu pengetahuan, agama, dan spiritualnya.

Dalam pernyataan tertulisnya yang ditujukan kepada seluruh pengurus DPP, DPW dan DPC Rabithah Alawiyah, Habib Zein Umar mengatakan bahwa posisi tersebut merupakan kehormatan yang harus dijaga. 

Ia mengaku mengundurkan diri dari jabatannya karena menyikapi perkembangan dan langkah-langkah PBNU selama kepengurusan saat ini.

"Saya berpendapat ada hal-hal yang tidak sejalan dengan aspirasi umat Islam. Lebih-lebih seringnya pengurus PBNU mengeluarkan pernyataan- pernyataan yang kurang bijak," demikian pernyataan Habib Zein dalam keterangan rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (6/3).

Pernyataan-penyataan tersebut, menurutnya, telah menimbulkan reaksi dan kegaduhan di kalangan umat Islam serta pihak lainnya. Sehingga, hal itu dinilai dapat merugikan wibawa organisasi.

Selain itu, sebagai mustasyar, Habin Zein mengungkapkan bahwa ia juga tidak dapat berfungsi dengan benar dalam memberikan saran dan nasihat kepada organisasi ini. Karena itu, dengan pertimbangan yang panjang, Kiai Zen memutuskan untuk mengajukan surat pengunduran diri sebagai mustasyar PBNU terhitung sejak 28 Jumadil Akhir 1440 H/5 Maret 2019.

Meskipun demikian, Ketua Umum Rabithah Alawiyah ini mengatakan akan tetap menjalin silaturahim dengan para kyai, masyaikh, ulama, para pimpinan pondok pesantren di lingkungan NU. Ia juga akan tetap menjalin silaturahim dengan berbagai lembaga dakwah maupun pimpinan organisasi masyarakat (ormas) Islam. Sehingga, kata dia, terjalin saling pengertian yang baik.

"Semoga kita selalu diberikan petunjuk oleh Allah SWT, dan diberi kemampuan untuk mengatakan yang haq walaupun hal itu pahit," katanya.

Sebelumnya, Munas Alim Ulama NU di Banjar, Jawa Barat, telah menghasilkan salah satu keputusan yang telah menimbulkan kegaduhan. Hal itu terkait larangan penyebutan kata 'kafir' kepada non-Muslim. Hal itu kemudian memancing reaksi dari kalangan umat Islam.