Maut! Tanggapi Wiranto, BPN: Jerat Pelaku Korupsi Dan Pemilu Curang Dengan UU Terorisme!

Selasa, 26 Maret 2019

Faktakini.com, Jakarta -
Direktorat Advokasi dan Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga tak sepakat dengan gagasan Menko Polhukam Wiranto terkait pelaku hoax bisa dijerat UU Terorisme. BPN justru meminta tindak pidana korupsi dan kecurangan pemilu yang bisa dijerat UU Terorisme.

"Pernyataan Menkopolhukam Wiranto agar pelaku penyebar hoax dijerat dengan UU Terorisme menunjukkan bahwa beliau tidak paham aturan perundang-undangan," kata jubir Direktorat Advokasi BPN, Habiburokhman, dalam kegiatan launching petisi agar pelaku korupsi dan kecurangan pemilu ditindak UU Anti Terorisme di Jalan Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (26/3/2019).

Habiburokhman menilai pernyataan Wiranto bertentangan dengan aturan yang lain. Menurut Habiburokhman, pernyataan Wiranto yang menyamakan hoax dengan terorisme tak mempunyai argumen yang lengkap.

"Pernyataan tersebut bertentangan dengan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme, yang mengatur definisi terorisme mensyaratkan adanya kekerasan fisik dan menimbulkan kehancuran fisik dan korban yang bersifat massal," ujar dia.

Dalam pemahaman Habiburokhman, ada dua tindak pidana lain yang sama daya rusaknya dengan terorisme, yakni korupsi dan kecurangan pemilu. Karena itu, dia bersama sejumlah tokoh lain menginisiasi petisi agar dua tindak pidana tersebut diperlakukan sama dengan teroris.

"Hari ini kami akan menginisiasi petisi agar pelaku tindak pidana korupsi dan pelaku kecurangan pemilu diperlakukan sama dengan teroris, yaitu dikenakan tindakan tegas, penjagaan ekstraketat dan penanganan supercepat. Kita tahu bahwa korupsi di negeri kita sudah stadium 4 alias sangat memprihatinkan, bahkan pimpinan partai koalisi petahana bisa tertangkap OTT KPK terkait jual-beli jabatan di Kementerian Agama," imbuh Habiburokhman.

"Sementara kecurangan pemilu sama bahayanya dengan korupsi, demokrasi yang kita bangun bertahun-tahun bisa hancur kalau kita tidak tegas terhadap pelaku kecurangan pemilu," sambung dia.

Baca juga: Tentang Pasal Terorisme untuk Pelaku Hoax Politik

Ketua Dewan Pembina ACTA itu mengatakan petisi tersebut akan disampaikan kepada DPR. Selanjutnya, dia meminta DPR memfasilitasi aturan yang dapat mengatur soal tindak pidana korupsi dan kecurangan pemilu sama dengan terorisme.

"Petisi ini akan kami sampaikan ke DPR setelah terlebih dahulu kami sosialisasikan ke berbagai elemen masyarakat. Selanjutnya, DPR kami harap akan merumuskan peraturan perundang-undangan yang mengakomodir substansi petisi ini," ujarnya.

Baca juga: Said Aqil Dukung Wiranto soal UU Terorisme Bisa Jerat Penyebar Hoax

Lebih jauh, Habiburokhman menilai korupsi dan kecurangan pemilu perlu ditindak tegas. Hal itu disebabkan oleh daya rusak yang diakibatkan oleh kedua tindak pidana itu sama dengan terorisme.

"Kita ingin benar-benar ada tindakan yang keras, pra-persidangan, pra-penuntutan, dan sebelum peradilan, jadi perlakuan yang keras terhadap pelaku korupsi ini. Itu spiritnya. Karena apa? Kalau rujukannya, referensinya adalah daya rusak, ini sama. Korupsi itu bahkan lebih merusak dari pada hoax. Hoax merusak, benar, tapi korupsi juga," ujar dia.

Dia juga mengusulkan teknis penanganan pihak yang terjerat korupsi. Bagi Habiburokhman, koruptor yang terjerat OTT tak hanya diborgol, tapi juga dikawal ketat seperti teroris.

"Makanya ini kita sampaikan ya, bahwa satu, misalnya mulai dari penanganan pertama tindak pidana korupsi. Setelah OTT, kita ingin bukan hanya diborgol atau pake baju tahanan, tapi dijaga ketat layaknya teroris, kanan-kiri depannya," imbuhnya.

"Supaya jadi efek ke masyarakat. Di luar negeri begitu, di China gitu kan ya, pelaku tipikor di jaga orang bersenjata, mukanya ditutup penutup muka itu sehingga benar-benar, inilah penjahat. Inilah orang jahat yang diduga mencuri uang rakyat. Pakai sebo ya," sambung Habiburokhman.

Selain itu, Habiburokhman meminta agar para pelaku dihukum dengan hukuman yang berat layaknya para teroris.

"Tahanan terorisme kan rata-rata di atas 5 tahun. Kalau misalnya Anda korupsi, punya kekayaan hampir RP 500 miliar, dipenjara 2-3 tahun, begitu keluar bisa di-cover. Makanya sanksinya harus berat," tuturnya.

Foto: Habiburokhman saat berorasi di acara Condet Bersholawat di Lapangan Batu Ampar, Ahadv (24/3/2019)

Sumber:: Detik

Posting Komentar untuk "Maut! Tanggapi Wiranto, BPN: Jerat Pelaku Korupsi Dan Pemilu Curang Dengan UU Terorisme! "