Operasi Busuk Yang Gagal Tenggelamkan Anies Baswedan
Senin, 11 Maret 2019
Faktakini.com
OPERASI BUSUK YANG GAGAL TENGGELAMKAN ANIES BASWEDAN
Para bandar menggelar rapat akbar. Agendanya pasti akbar. Gak main-main, menusuk jantung Ibu Kota. Bukan Istana, tetapi Balai Kota.
Agenda busuk itu cuma satu: tenggelamkan sang Gubernur. Alasannya juga satu: Anies membuat bisnis gelap gulung tikar. Mereka gak suka cahaya. Tabiat kelompok yang biasa dengan kesuraman dan kegelapan.
Operasi busuk itu dimulai dari menenggelamkan sang mantan Menteri Pendidikan ini. Caranya gampang: jangan beritakan, kecuali bongkar keburukannya.
Bukannya dalam tiap kunjungan dan kinerja seorang Gubernur selalu ada reporter yang ditugaskan mendampingi dan meliput? Benar. Tugas saja. Tetap liputan. Tapi hasil liputan itu hanya membeku di meja redaktur. Jangan sampai ada yang diberitakan.
Wajar jika kawan-kawan di belakang Pak Gubernur ada yang berseloroh: wartawan mah ramai, tapi berita tak ada yang naik.
Sangat mencolok perbedaannya dengan Gubernur provinsi sebelah yang selalu diberitakan bahkan sejak berencana. Dia membuat desain, diberitakan. Wakilnya berencana mengundang Ustadz Abdul Somad, diberitakan. Sudut taman tentang tokoh tukang pacaran dan tawuran, diramaikan.
Nah, operasi busuk kepada sang Gubernur jago menulis ini, tampaknya berhasil. Berita tentangnya sangat minim. Cek saja kalau tidak percaya. Baca media mainstream dalam sepekan. Tandai berapa kali berita tentang Anies Baswedan. Kalau ada, paling dua. Kok dua? Satu tak solutif, lebih sering heboh tapi gak ada hasil.
Apakah Anies benar-benar tenggelam? Ya gaklah. Kan kaidahnya jelas: siapa bersama rakyat, ummat, dan ulama, serta orang-orang baik maka dia akan selalu dikenang dan menang.
Ia tak perlu mempromosikan diri. Karena para malaikatlah yang akan menggerakkan jemari kebanyakan manusia untuk mencari tahu tentangnya.
Tetapi tetap saja, harus ada ikhtiar. Maka Anies dengan sadar mengoptimalkan media sosial yang dimilikinya.
Cek postingannya, semua tentang kinerja atau keteladanan. Berbeda jauh dengan Gubernur Akan yang romantis-romantisan saat banjir mengepung salah satu kabupaten di provinsinya. Kok beda? Kan postingan menunjukkan kelasnya.
Akhirnya para konspirator kian kelabakan. Setelah reklamasi ditutup, hotel maksiat dihentikan, air akan dikembalikan ke negara untuk rakyat, serta ratusan kinerja lainnya, mereka harus menelan ludah, menggigit jari, dan berteriak ke media soal rotasi ribuan jabatan di tingkat kecamatan dan kelurahan di seluruh Ibu Kota. Mereka sok mempertanyakan kemungkinan lelang jabatan juga indikasi adanya kolusi dan nepotisme.
Padahal, kemarahan mereka bukan karena itu. Lah kan mereka komplotan? Cek data caleg dan pejabat pelaku korupsi, mereka juaranya.
Terus, ngapain mereka ramai? Selalu karena ada kepentingannya yang dijegal. Emang kepentingan apaan?
Rotasi besar-besaran sang Gubernur demi mengamankan suara rakyat. Karena adanya indikasi kecurangan yang diembuskan.
Wajar jika marah. Karena panik dan semakin yakin kalah.
Kasihan ya. Lelah-lelah menggelontorkan dana, eh dibatalkan oleh dua langkah: kertas dan tanda tangan.
Ini baru tanda tangan yang benar, bukan tanda tangan dari sosok yang tidak membaca apa yang ditandatangani.
Selamat, Pak Anies. Kami mendukungmu sampai Indonesia Menang.
Pirman
Pecinta Keluarga Sejati.
Faktakini.com
OPERASI BUSUK YANG GAGAL TENGGELAMKAN ANIES BASWEDAN
Para bandar menggelar rapat akbar. Agendanya pasti akbar. Gak main-main, menusuk jantung Ibu Kota. Bukan Istana, tetapi Balai Kota.
Agenda busuk itu cuma satu: tenggelamkan sang Gubernur. Alasannya juga satu: Anies membuat bisnis gelap gulung tikar. Mereka gak suka cahaya. Tabiat kelompok yang biasa dengan kesuraman dan kegelapan.
Operasi busuk itu dimulai dari menenggelamkan sang mantan Menteri Pendidikan ini. Caranya gampang: jangan beritakan, kecuali bongkar keburukannya.
Bukannya dalam tiap kunjungan dan kinerja seorang Gubernur selalu ada reporter yang ditugaskan mendampingi dan meliput? Benar. Tugas saja. Tetap liputan. Tapi hasil liputan itu hanya membeku di meja redaktur. Jangan sampai ada yang diberitakan.
Wajar jika kawan-kawan di belakang Pak Gubernur ada yang berseloroh: wartawan mah ramai, tapi berita tak ada yang naik.
Sangat mencolok perbedaannya dengan Gubernur provinsi sebelah yang selalu diberitakan bahkan sejak berencana. Dia membuat desain, diberitakan. Wakilnya berencana mengundang Ustadz Abdul Somad, diberitakan. Sudut taman tentang tokoh tukang pacaran dan tawuran, diramaikan.
Nah, operasi busuk kepada sang Gubernur jago menulis ini, tampaknya berhasil. Berita tentangnya sangat minim. Cek saja kalau tidak percaya. Baca media mainstream dalam sepekan. Tandai berapa kali berita tentang Anies Baswedan. Kalau ada, paling dua. Kok dua? Satu tak solutif, lebih sering heboh tapi gak ada hasil.
Apakah Anies benar-benar tenggelam? Ya gaklah. Kan kaidahnya jelas: siapa bersama rakyat, ummat, dan ulama, serta orang-orang baik maka dia akan selalu dikenang dan menang.
Ia tak perlu mempromosikan diri. Karena para malaikatlah yang akan menggerakkan jemari kebanyakan manusia untuk mencari tahu tentangnya.
Tetapi tetap saja, harus ada ikhtiar. Maka Anies dengan sadar mengoptimalkan media sosial yang dimilikinya.
Cek postingannya, semua tentang kinerja atau keteladanan. Berbeda jauh dengan Gubernur Akan yang romantis-romantisan saat banjir mengepung salah satu kabupaten di provinsinya. Kok beda? Kan postingan menunjukkan kelasnya.
Akhirnya para konspirator kian kelabakan. Setelah reklamasi ditutup, hotel maksiat dihentikan, air akan dikembalikan ke negara untuk rakyat, serta ratusan kinerja lainnya, mereka harus menelan ludah, menggigit jari, dan berteriak ke media soal rotasi ribuan jabatan di tingkat kecamatan dan kelurahan di seluruh Ibu Kota. Mereka sok mempertanyakan kemungkinan lelang jabatan juga indikasi adanya kolusi dan nepotisme.
Padahal, kemarahan mereka bukan karena itu. Lah kan mereka komplotan? Cek data caleg dan pejabat pelaku korupsi, mereka juaranya.
Terus, ngapain mereka ramai? Selalu karena ada kepentingannya yang dijegal. Emang kepentingan apaan?
Rotasi besar-besaran sang Gubernur demi mengamankan suara rakyat. Karena adanya indikasi kecurangan yang diembuskan.
Wajar jika marah. Karena panik dan semakin yakin kalah.
Kasihan ya. Lelah-lelah menggelontorkan dana, eh dibatalkan oleh dua langkah: kertas dan tanda tangan.
Ini baru tanda tangan yang benar, bukan tanda tangan dari sosok yang tidak membaca apa yang ditandatangani.
Selamat, Pak Anies. Kami mendukungmu sampai Indonesia Menang.
Pirman
Pecinta Keluarga Sejati.