Pidato Jokowi Banyak Overclaim, Ini Kepretan Rizal Ramli
Ahad, 3 Maret 2019
Faktakini.com, Jakarta - Ekonom senior Rizal Ramli kembali mengeluarkan jurus 'kkepret' terhadap pidato Jokowi di Konvensi Rakyat di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/2/2019).
Dia menyebut isi pidato Jokowi bertajuk 'Optimisme Indonesia Maju' mulai dari overclaim, cara receh hingga kerdil.
Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan dalam 4 tahun terakhir pemerintahannya sudah menggelontorkan dana desa hingga Rp 187 triliun. Menurut Rizal Ramli, Jokowi terlalu mengklaim berlebihan atau overclaim.
"Misalnya Presiden Widodo terlalu jumawa yang katakan dana desa dimulai sejak Jokowi. Maaf, dana desa itu amanat UU Desa, alokasi dana desa lebih dari Rp 1 miliar per desa yang disahkan 2013," kata Rizal Ramli dalam jumpa pers di Jalan Tebet Barat Dalam IV, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).
Rizal Ramli mengatakan UU Desa sudah diperjuangkan sejak 2011 yang memakan waktu 3 tahun hingga akhirnya disahkan. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman itu menyayangkan sikap Jokowi yang disebut overclaim.
"Kok bisa-bisanya Pak Jokowi bilang dimulai dari dia alokasi dana desa. Kalau tak ada UU, Presiden Widodo tak bisa bagi-bagi uang, itu bisa kena tuduhan korupsi. Tapi karena ada UU itu Pak Jokowi bisa laksanakan ini," paparnya.
"Jadi kebiasaan untuk overclaim dan sekaligus meniadakan prestasi orang lain ini sikap kurang ksatria," imbuhnya.
Selanjutnya pidato Jokowi yang pamer program baru berupa kartu. Ada tiga kartu baru yang dipamerkan Jokowi, yaitu Kartu Sembako Murah, Kartu Pra-Kerja dan KIP Kuliah.
Rizal Ramli mengkritik program tersebut. Dia menilai 'kartu sakti' Jokowi merupakan cara-cara receh.
"Kami tak setuju cara-cara receh yang hanya memberikan gula-gula tapi tidak memecahkan masalah," ujar pria yang akrab disapa RR di lokasi yang sama.
Dia menawarkan ke Jokowi cara lain yang dianggap lebih efektif untuk mendorong sektor pendidikan menjadi lebih baik. Saran dia, lebih baik Jokowi membuat UU tanah untuk diberikan kepada perguruan tinggi.
"Jadi daripada cara recehan banget, bikin UU pemberian tanah untuk universitas," sebutnya.
'Kepretan' terakhir Rizal Ramli yakni pidato Jokowi yang menyinggung soal pengembalian konsesi lahan. Dalam pidatonya, Jokowi menyatakan bahwa dia menunggu pengembalian konsesi lahan besar kepada negara untuk diberikan kepada rakyat.
Jokowi memang tak menyebutkan identitas yang ia tunggu mengembalikan konsesi lahan. Namun, menurut Rizal Ramli, pengembalian konsesi lahan yang disinggung Jokowi harus berlaku juga terhadap para pemilik konsesi lahan besar yang ada di kubunya.
"Saya mohon maaf, pidato seperti itu menunjukkan Presiden Widodo kerdil karena pemilik tanah paling besar ada di sekitarnya. Kalau mau, semua tanah besar dibagikan ke rakyat," tuturnya.
Rizal Ramli menyayangkan jika pihak yang ditujukan Jokowi hanya merujuk ke satu orang, dalam hal ini Prabowo. Saat inilah mantan Menteri Keuangan itu menyebut kerdil.
"Jadi jangan kerdil jadi presiden, makanya saya mulai kesal. Harusnya kebijakannya berlaku untuk semua, bukan orang per orang," terang Rizal Ramli.
Sumber: Detik
Faktakini.com, Jakarta - Ekonom senior Rizal Ramli kembali mengeluarkan jurus 'kkepret' terhadap pidato Jokowi di Konvensi Rakyat di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/2/2019).
Dia menyebut isi pidato Jokowi bertajuk 'Optimisme Indonesia Maju' mulai dari overclaim, cara receh hingga kerdil.
Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan dalam 4 tahun terakhir pemerintahannya sudah menggelontorkan dana desa hingga Rp 187 triliun. Menurut Rizal Ramli, Jokowi terlalu mengklaim berlebihan atau overclaim.
"Misalnya Presiden Widodo terlalu jumawa yang katakan dana desa dimulai sejak Jokowi. Maaf, dana desa itu amanat UU Desa, alokasi dana desa lebih dari Rp 1 miliar per desa yang disahkan 2013," kata Rizal Ramli dalam jumpa pers di Jalan Tebet Barat Dalam IV, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).
Rizal Ramli mengatakan UU Desa sudah diperjuangkan sejak 2011 yang memakan waktu 3 tahun hingga akhirnya disahkan. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman itu menyayangkan sikap Jokowi yang disebut overclaim.
"Kok bisa-bisanya Pak Jokowi bilang dimulai dari dia alokasi dana desa. Kalau tak ada UU, Presiden Widodo tak bisa bagi-bagi uang, itu bisa kena tuduhan korupsi. Tapi karena ada UU itu Pak Jokowi bisa laksanakan ini," paparnya.
"Jadi kebiasaan untuk overclaim dan sekaligus meniadakan prestasi orang lain ini sikap kurang ksatria," imbuhnya.
Selanjutnya pidato Jokowi yang pamer program baru berupa kartu. Ada tiga kartu baru yang dipamerkan Jokowi, yaitu Kartu Sembako Murah, Kartu Pra-Kerja dan KIP Kuliah.
Rizal Ramli mengkritik program tersebut. Dia menilai 'kartu sakti' Jokowi merupakan cara-cara receh.
"Kami tak setuju cara-cara receh yang hanya memberikan gula-gula tapi tidak memecahkan masalah," ujar pria yang akrab disapa RR di lokasi yang sama.
Dia menawarkan ke Jokowi cara lain yang dianggap lebih efektif untuk mendorong sektor pendidikan menjadi lebih baik. Saran dia, lebih baik Jokowi membuat UU tanah untuk diberikan kepada perguruan tinggi.
"Jadi daripada cara recehan banget, bikin UU pemberian tanah untuk universitas," sebutnya.
'Kepretan' terakhir Rizal Ramli yakni pidato Jokowi yang menyinggung soal pengembalian konsesi lahan. Dalam pidatonya, Jokowi menyatakan bahwa dia menunggu pengembalian konsesi lahan besar kepada negara untuk diberikan kepada rakyat.
Jokowi memang tak menyebutkan identitas yang ia tunggu mengembalikan konsesi lahan. Namun, menurut Rizal Ramli, pengembalian konsesi lahan yang disinggung Jokowi harus berlaku juga terhadap para pemilik konsesi lahan besar yang ada di kubunya.
"Saya mohon maaf, pidato seperti itu menunjukkan Presiden Widodo kerdil karena pemilik tanah paling besar ada di sekitarnya. Kalau mau, semua tanah besar dibagikan ke rakyat," tuturnya.
Rizal Ramli menyayangkan jika pihak yang ditujukan Jokowi hanya merujuk ke satu orang, dalam hal ini Prabowo. Saat inilah mantan Menteri Keuangan itu menyebut kerdil.
"Jadi jangan kerdil jadi presiden, makanya saya mulai kesal. Harusnya kebijakannya berlaku untuk semua, bukan orang per orang," terang Rizal Ramli.
Sumber: Detik