Survey Polmark: Jokowi Sedang 'Dihukum' Rakyat, Prabowo Berpeluang Menang
Ahad, 10 Maret 2019
Faktakini.com, Jakarta - Founder dan CEO PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah menyebut, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) tengah 'dihukum' rakyatnya. Karena lima tahun memimpin, masih gagal membenahi ekonomi Indonesia.
Dasar statement Eep adalah hasil survei yang digelar lembaganya di bulan Oktober 2018 hingga Febuari 2019 di 73 Dapil se-Indonesia: Elektabilitas Jokowi ternyata masih di bawah 50 persen.
Hal ini lebih disebabkan pada persoalan ekonomi yang belum menyentuh sepenuhnya. Seperti misalnya perbaikan ekonomi yang masih 18,5 persen, masalah lapangan pekerjaan (15,8 persen), dan perbaikan jalan (13,9 persen).
"Kesimpulan umum yang bisa dibuat, setelah dilihat data di 73 Dapil adalah, ternyata Pilpres jauh lebih ketat dibandingkan yang diramalkan oleh para peramal di media massa," kata Eep dalam rilis hasil surveinya yang dikemas dengan Forum Pikiran, Akal, dan Nalar yang digelar PAN di Surabaya, Selasa (5/3) seperti dilansir Merdeka.
Memang betul, masih kata Eep, masih ada undecided voters yang mencapai 33,8 persen. "Mereka yang belum ketahuan pilihannya, atau yang belum menentukan pilihannya tetapi lihatlah data ini, 73 Dapil ini sudah mencakup 92,9 persen pemilih (DPT: 172,008,099)," tegasnya.
Itu artinya (92,9 persen), kata Eep, hampir seluruh pemilih sudah tercakup dalam survei PolMark Indonesia. Namun ternyata, elektabilitas petahana masih di bawah 50 persen.
"Benar bahwa 02 (Prabowo-Sandi) masih tertinggal (25,8 persen), tapi pertarungan belum selesai karena masih ada 33,8 persen undecided voters," sambungnya.
Dari catatan PolMark, selama 10 tahun berkiprah dalam berbagai riset politik elektoral, baik Pilkada maupun Pilpres, kata Eep,
"Jika ada petahanan memiliki elektabilitas yang masih jauh di bawah angka 50 persen pada saat pertarungan tengah berlangsung, maka, artinya para pemilih atau warga sedangkan menghukum yang bersangkutan (petahana)," nilainya.
Hukuman paling ringan, menurut Eep, adalah masih cukup besarnya angka undecided voters. "Hukuman yang lebih berat adalah kalau tidak dilakukan sesuatu oleh yang bersangkutan, maka pada saatnya (coblosan), hukuman berlanjut dengan tidak memilih yang bersangkutan," katanya memperingatkan.
Kembali suami Sandrina Malakiano ini memperingatkan, bahwa data survei yang diperoleh PolMark mulai Oktober 2018-Febuari 2019 ini, status Jokowi masih presiden dan sudah 'kampanye' selama lima tahun dengan bekerja melayani rakyat.
"Jadi dengan demikian, data hukuman dari warga negara tadi cukup sahih untuk dikalimatkan, untuk disampaikan: inilah datanya," kata dia.
Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 40,4 persen dengan pemilih mantap atau tidak akan berubah saat coblosan sekitar 31,5 persen, sedangkan Prabowo-Sandi mencapai 25,8 persen dengan pemilih mantap sekitar 20,5 persen, dan undecided voters mencapai 33,8 persen.
"Jadi kalau mau ambil positifnya, karena yang ada di hadapan saya adalah para petarung, masih ada 48 persen yang sesungguhnya masih diperebutkan untuk Pilpres 2019," katanya sembari menyebut data pemilih yang disurvei PolMark Indonesia.
Selebihnya, Eep menyarankan, dengan kondisi seperti ini, sebetulnya sang penantang yaitu Prabowo-Sandi memiliki peluang menang dengan catatan mampu merebut undecided dan swing voters. "Rentang waktu yang cukup panjang dari 73 survei, barang kali bisa menjadi catatan, data ini masih harus kita diskusikan karena bisa berkembang," saran Eep.
Sumber: Portal-rakyat
Faktakini.com, Jakarta - Founder dan CEO PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah menyebut, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) tengah 'dihukum' rakyatnya. Karena lima tahun memimpin, masih gagal membenahi ekonomi Indonesia.
Dasar statement Eep adalah hasil survei yang digelar lembaganya di bulan Oktober 2018 hingga Febuari 2019 di 73 Dapil se-Indonesia: Elektabilitas Jokowi ternyata masih di bawah 50 persen.
Hal ini lebih disebabkan pada persoalan ekonomi yang belum menyentuh sepenuhnya. Seperti misalnya perbaikan ekonomi yang masih 18,5 persen, masalah lapangan pekerjaan (15,8 persen), dan perbaikan jalan (13,9 persen).
"Kesimpulan umum yang bisa dibuat, setelah dilihat data di 73 Dapil adalah, ternyata Pilpres jauh lebih ketat dibandingkan yang diramalkan oleh para peramal di media massa," kata Eep dalam rilis hasil surveinya yang dikemas dengan Forum Pikiran, Akal, dan Nalar yang digelar PAN di Surabaya, Selasa (5/3) seperti dilansir Merdeka.
Memang betul, masih kata Eep, masih ada undecided voters yang mencapai 33,8 persen. "Mereka yang belum ketahuan pilihannya, atau yang belum menentukan pilihannya tetapi lihatlah data ini, 73 Dapil ini sudah mencakup 92,9 persen pemilih (DPT: 172,008,099)," tegasnya.
Itu artinya (92,9 persen), kata Eep, hampir seluruh pemilih sudah tercakup dalam survei PolMark Indonesia. Namun ternyata, elektabilitas petahana masih di bawah 50 persen.
"Benar bahwa 02 (Prabowo-Sandi) masih tertinggal (25,8 persen), tapi pertarungan belum selesai karena masih ada 33,8 persen undecided voters," sambungnya.
Dari catatan PolMark, selama 10 tahun berkiprah dalam berbagai riset politik elektoral, baik Pilkada maupun Pilpres, kata Eep,
"Jika ada petahanan memiliki elektabilitas yang masih jauh di bawah angka 50 persen pada saat pertarungan tengah berlangsung, maka, artinya para pemilih atau warga sedangkan menghukum yang bersangkutan (petahana)," nilainya.
Hukuman paling ringan, menurut Eep, adalah masih cukup besarnya angka undecided voters. "Hukuman yang lebih berat adalah kalau tidak dilakukan sesuatu oleh yang bersangkutan, maka pada saatnya (coblosan), hukuman berlanjut dengan tidak memilih yang bersangkutan," katanya memperingatkan.
Kembali suami Sandrina Malakiano ini memperingatkan, bahwa data survei yang diperoleh PolMark mulai Oktober 2018-Febuari 2019 ini, status Jokowi masih presiden dan sudah 'kampanye' selama lima tahun dengan bekerja melayani rakyat.
"Jadi dengan demikian, data hukuman dari warga negara tadi cukup sahih untuk dikalimatkan, untuk disampaikan: inilah datanya," kata dia.
Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 40,4 persen dengan pemilih mantap atau tidak akan berubah saat coblosan sekitar 31,5 persen, sedangkan Prabowo-Sandi mencapai 25,8 persen dengan pemilih mantap sekitar 20,5 persen, dan undecided voters mencapai 33,8 persen.
"Jadi kalau mau ambil positifnya, karena yang ada di hadapan saya adalah para petarung, masih ada 48 persen yang sesungguhnya masih diperebutkan untuk Pilpres 2019," katanya sembari menyebut data pemilih yang disurvei PolMark Indonesia.
Selebihnya, Eep menyarankan, dengan kondisi seperti ini, sebetulnya sang penantang yaitu Prabowo-Sandi memiliki peluang menang dengan catatan mampu merebut undecided dan swing voters. "Rentang waktu yang cukup panjang dari 73 survei, barang kali bisa menjadi catatan, data ini masih harus kita diskusikan karena bisa berkembang," saran Eep.
Sumber: Portal-rakyat