Tegas! Sebutan Kafir Dilarang, Gerindra: Itu Perlawanan Terhadap Al-Qur'an!

Senin, 4 Maret 2019

Faktakini.com, Jakarta - Hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019, memutuskan beberapa persoalan bangsa.

Salah satu yang memantik kontroversi adalah larangan penggunaan istilah kafir pada orang di luar Islam.

Menanggapi hal ini, Politisi Partai Gerindra, Muhammad Syafi'i menyebut, keputusan itu merupakan perlawanan terhadap Al-Quran. Selain itu, tidak ada alasan untuk tidak setuju dengan Alquran, ditinjau dari sisi apapun.

"Menurut pandangan saya, sebuah perlawanan terhadap pedoman Al-Qur'an. Itu sudah diatur Allah dalam Al-Qur'an. Tidak ada alasan untuk tidak setuju (dengan Al-Qur'an) ditinjau dari sisi apapun, untuk tetap menggunakan istilah kafir. Kafir dalam bahasa Alquran itu kan, maknanya menutup diri dari ajaran Qur'an," kata Syafi'i, saat dihubungi VIVA, Senin 4 Maret 2019.

Menurut Juru Kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno ini, ada yang aneh dari keputusan itu. Dia juga menilai, ada unsur politiknya.

"Selain tidak setuju, saya juga merasa aneh dengan keputusan tersebut. Ada apa di balik keputusan itu? Saya kira, ini hanya buat unsur politik," kata Anggota Komisi III DPR RI itu.

Sebelumnya, Munas Alim Ulama NU yang terselenggara di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, merekomendasikan usulan kepada warga Nahdliyin tak menggunakan sebutan kafir untuk warga negara yang bukan memeluk agama Islam.

Karena, menurut para Abdul Moqsith Ghozali cs itu,, kata kafir dianggap mengandung unsur kekerasan teologis. Kesepakatan tersebut, bukan berarti menghapus kata kafir. Hanya saja, penyebutan kafir di Indonesia dirasa tidak bijak, karena dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, ada keterlibatan aktif warga negara non muslim.

Foto: Anggota Komisi III DPR, Muhammad Syafii

Sumber: Viva