Akhirnya Terungkap! Israel Berada Dibalik Penggulingan Presiden Mesir Mohamed Morsi
Jumat, 5 April 2019
Faktakini.com, Tel Aviv - Seorang jenderal Israel mengungkapkan bahwa pemerintah Israel berada di balik kudeta tahun 2013 di Mesir yang menggulingkan Presiden Mohamed Morsi.
Brigadir Jenderal Aryeh Eldad menulis dalam sebuah artikel di surat kabar Maariv, seperti dilansir Press TV, Jumat (5/4/2019), pejabat-pejabat intelijen Israel punya alasan untuk percaya bahwa Morsi "bermaksud membatalkan perjanjian perdamaian dengan Israel dan mengirimkan lebih banyak pasukan militer Mesir ke Semenanjung Sinai."
Pada tahun 1978, Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin menandatangani perjanjian damai Camp David, yang salah satunya mengharuskan Israel untuk menarik seluruh pasukan dari Semenanjung Sinai serta membatasi jumlah pasukan Mesir yang bisa dikerahkan ke wilayah tersebut.
Perjanjian damai tersebut juga menyerukan resolusi konflik Israel-Palestina.
Menurut Eldad, ketika para pejabat Israel mengetahui rencana Morsi tersebut, mereka menjadikan penggulingan Morsi sebagai prioritas dan menggantinya dengan Presiden saat ini, Abdel Fattah el-Sisi yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan Mesir sebelum kudeta.
"Pada tahap itu, Israel segera dan bersedia mengaktifkan cara-cara diplomatik, dan mungkin cara-cara yang lebih hebat, untuk menjadikan Abdel Fatah al-Sisi berkuasa di Mesir, dan meyakinkan pemerintahan AS di bawah Presiden Barack Obama untuk tidak menentang langkah ini," tulis jenderal Israel itu dalam artikel di Maariv.
Sisi berkuasa pada tahun 2014, setahun setelah memimpin kudeta militer terhadap Morsi. Saat ini dia menikmati dukungan di parlemen Mesir, yang beberapa waktu lalu menyetujui perubahan konstitusional yang bisa memperpanjang masa kepresidennya hingga tahun 2034.
Morsi sendiri saat ini tengah menjalani hukuman penjara 20 tahun atas dakwaan memerintahkan penangkapan dan penyiksaan para demonstran, juga hukuman 25 tahun penjara atas dakwaan menyampaikan informasi intelijen kepada Qatar dan hukuman 3 tahun atas penghinaan pengadilan.
Foto: Mohammed Mursi
Sumber: Detik
Faktakini.com, Tel Aviv - Seorang jenderal Israel mengungkapkan bahwa pemerintah Israel berada di balik kudeta tahun 2013 di Mesir yang menggulingkan Presiden Mohamed Morsi.
Brigadir Jenderal Aryeh Eldad menulis dalam sebuah artikel di surat kabar Maariv, seperti dilansir Press TV, Jumat (5/4/2019), pejabat-pejabat intelijen Israel punya alasan untuk percaya bahwa Morsi "bermaksud membatalkan perjanjian perdamaian dengan Israel dan mengirimkan lebih banyak pasukan militer Mesir ke Semenanjung Sinai."
Pada tahun 1978, Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin menandatangani perjanjian damai Camp David, yang salah satunya mengharuskan Israel untuk menarik seluruh pasukan dari Semenanjung Sinai serta membatasi jumlah pasukan Mesir yang bisa dikerahkan ke wilayah tersebut.
Perjanjian damai tersebut juga menyerukan resolusi konflik Israel-Palestina.
Menurut Eldad, ketika para pejabat Israel mengetahui rencana Morsi tersebut, mereka menjadikan penggulingan Morsi sebagai prioritas dan menggantinya dengan Presiden saat ini, Abdel Fattah el-Sisi yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan Mesir sebelum kudeta.
"Pada tahap itu, Israel segera dan bersedia mengaktifkan cara-cara diplomatik, dan mungkin cara-cara yang lebih hebat, untuk menjadikan Abdel Fatah al-Sisi berkuasa di Mesir, dan meyakinkan pemerintahan AS di bawah Presiden Barack Obama untuk tidak menentang langkah ini," tulis jenderal Israel itu dalam artikel di Maariv.
Sisi berkuasa pada tahun 2014, setahun setelah memimpin kudeta militer terhadap Morsi. Saat ini dia menikmati dukungan di parlemen Mesir, yang beberapa waktu lalu menyetujui perubahan konstitusional yang bisa memperpanjang masa kepresidennya hingga tahun 2034.
Morsi sendiri saat ini tengah menjalani hukuman penjara 20 tahun atas dakwaan memerintahkan penangkapan dan penyiksaan para demonstran, juga hukuman 25 tahun penjara atas dakwaan menyampaikan informasi intelijen kepada Qatar dan hukuman 3 tahun atas penghinaan pengadilan.
Foto: Mohammed Mursi
Sumber: Detik