Asyari Usman: Sandiaga Berpose 1 Jari di Bali, Politik Santun dan Santai
Kamis, 11 April 2019
Faktakini.com
Sandiaga Berpose 1 Jari di Bali, Politik Santun dan Santai
By Asyari Usman
Di pantai Lovina, Bali, kemarin (9 April 2019), Sandiaga Uno berolahraga pagi. Di tengah kesibukan beliau berkampanye pilpres. Di satu lokasi, Bang Sandi bertemu dengan para pendukung Jokowi yang sedang membawa spanduk paslonpres 01.
Dahsyatnya “leadership mentality” (mentalitas kepemimpinan) Sandi, dia santai saja berfoto dengan para pendukung Jokowi sambil berpose 1 jari. Sandi ikut mengacungkan 1 jari. Semua tersenyum. Bahkan para pendukung Jokowi mengajak Sandi ‘ngopi bareng.
Senyum Sandi di tengah acungan 1 jari dan spanduk Jokowi-Ma’ruf, meluncur natural. Tidak terlihat rasa terpaksa. Apalagi rasa ‘terancam’.
Alhamdulillah. Hebat. Sandi menyalami belasan pendukung Jokowi yang sedang memajangkan spanduk 01. Luar biasa. Sandi tidak melihat mereka sebagai lawan. Melainkan sebagai ‘kawan’ yang belum bisa diyakinkan tentang urgensi perubahan. Tentang masa depan yang lebih baik. Tentang Indonesia yang akan berdaulat penuh.
Hanya politisi NasDem, Irma Chaniago, saja yang masih tampak ‘iri hati’. Politisi kesayangan Surya Paloh ini bagaikan tersengat listrik 500 voltase mendengar kabar bahwa Sandi berani mengacungkan 1 jari bersama para pendukung Jokowi. Boro-boro mencarikan kata-kata yang sifatnya apresiatif, Irma malah mencemooh bahwa Sandi sudah kehabisan gaya.
Kehabisan gaya?
Irma mengira Sandiaga Uno itu sama dengan Pak Jokowi yang senantiasa menggaya-gayakan diri beliau di depan publik. Supaya tampak milenial. Supaya kelihatan bersahaja. Padahal, hobi Pak Jokowi ini naik kereta kencana. Kereta para raja.
Kalau Pak Jokowi yang dikatakan Irma kahabisan gaya, seratus persen benar. Pakai jaket milenial, trainer milenial. Sampai memaksakan diri mengendarai sepedamotor milenial di acara pembukaan Asian Games 2018 meskipun sarat kontrovesi. Potong rambut di bawah pohon, dlsb.
Setelah kehabisan gaya milenial, akhirnya Jokowi berusaha menunjukkan ‘gaya keras’. Mungkin mencoba meniru-niru ‘watak keras’ Pak Prabowo yang sudah sangat muak dengan korupsi, penipuan, pembohongan, perampokan kekayaan negara, dsb.
Muncullah Jokowi dengan frasa keras yang menjadi viral itu, “Akan saya lawan”. Entah mau melawan siapa, tidak jelas. Kalau Pak Prabowo sangat jelas kepada siapa beliau merasa sangat jengkel. Beliau jengkel kepada para koruptor dan maling kekayaan negara.
Jadi, Bu Irma, acungan 1 jari Sandiaga Uno di tengah para pendukung Jokowi di Bali itu, lebih pas kalau Anda tafsirkan sebagai kesantunan dalam berpolitik. Politik yang bertema mempersatukan. Bukan politik yang memecah-belah seperti yang dilakukan oleh kubu paslon 01.
Semua dipecah-belah. Polisi, tentara, pegawai negeri, pegawai BUMN, guru, ormas-ormas, umat Islam, dsb. Alhamdulillah sekali, hanya segelintir orang mengikuti politik pecah-belah itu. Sebagian besar mereka tak mempan dipecah-pecah.
ASN bilang mereka hanya mengiyakan apa kata atasan saja. Dan atasan pun mengatakan mereka hanya menjalankan perintah saja. Para pegawai, karyawan dan personel alat negara sangat mengerti situasi yang ada. Mereka adalah orang-orang yang memiliki intelektualitas. Mereka tak sudi dibelah-belah.
Pendekatan gaya Luhut atau gaya Hendro sudah tak mempan lagi. Mereka merindukan pendekatan ‘gaya Sandi’. Selalu respek kepada semua orang, baik lawan politik maupun kawan politik. Pendekatan ‘kita’, bukan ‘kami’.
Sandi membawakan tema kebersamaan dalam kalimat “akan kami rangkul semuanya”. Bukan pendekatan “akan saya lawan semuanya”.
Tidak hanya Sandi. Pak Prabowo pun juga menawarkan kebersamaan. Dalam pidato kebangsaan 14 Januari 2019, beliau mengatakan bahwa para pakar yang hebat-hebat di kubu lawan akan diajak ke dalam pemerintahan Prabowo-Sandi, kelak. Inilah politik menyatukan. Merangkul.
InsyaAllah, satu Indonesia, satu Nusa, satu Bangsa. Inilah tekat Prabowo-Sandi. Dan merekalah yang akan dipilih rakyat di pilpres 17 April nanti.
(Penulis adalah wartawan senior)