Survei BPI: Prabowo - Sandi Sudah Unggul Jauh 55,19 Persen, Jokowi - Ma'ruf 36,3 Persen
Jumat, 5 April 2019
Faktakini.com, Jakarta - Lembaga survei Bima Politica Indonesia (BPI) merilis hasil survei elektabilitas pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 01 Jokowi-Ma’ruf Amin dan pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hasil survei yang dilakukan pada 23-29 Maret 2019 dengan metode wawancara tatap muka kepada 1.022 responden yang mewakili 34 provinsi di Indonesia dengan margin of error 3,06 persen, menunjukkan elektabilitas petahana merosot signifikan.
Direktur Eksekutif BPI, Panji Nugraha, menjelaskan, isu keikutsertaan aparat negara dalam politik praktis pilpres, kasus korupsi di pemerintahan terus terungkap menjadi sebab utama elektabilitas Jokowi disalip jauh Prabowo.
BPI mencatat, Jokowi-Ma’ruf memiliki tingkat elektabilitas 36,3 persen, sedangkan Prabowo-Sandi 55,19 persen, sementara itu 8,51 persen belum menentukan pilihan.
“Perubahan elektabilitas kedua kandidat dalam sebulan terakhir bahkan hari-hari terakhir sebelum pemilihan cenderung sangat dinamis dan mengikuti isu per isu,” ujar Panji dalam keterangan persnya, Jumat 5 April 2019.
Bahkan, patut diakui terungkapnya kasus korupsi di Kementerian Agama yang menyeret Ketua Partai PPP Romahurmuzy yang merupakan elite pengusung Jokowi di Pilpres, menjadi bola api bagi petahana. “Kalau kandidat satu pihak pendukungnya korupsi, langsung berdampak pada menurunnya angka elektabilitas, bahkan tidak menutup kemungkinan kandidat lainnya mendapatkan limpahan suara,” katanya.
Lanjut Panji, hasil survei menunjukkan petahana dihadapkan dengan situasi akan ditinggalkan pemilih muda disebabkan terungkapnya kasus hukum dari para partai pendukung. Serta, semakin terungkapnya penggunaan fasilitas negara dalam pemenangan 01.
“Dari sisi demografi, anak-anak muda mulai meninggalkan Jokowi karena menilai pendukungnya selalu meneriakkan Orde Baru ada di kubu sebelah. Namun isu-isu pemanfaatan aparat dan perangkat negara dalam upaya mempertahankan kekuasaan seperti Orde Baru dilakukan oknum-oknum di pemerintahannya. Belum lagi isu korupsi, belum terungkapnya penyerang Novel Baswedan, pendukungnya ada yang di-OTT KPK dan sebagainya,” katanya.
Sumber: Viva
Faktakini.com, Jakarta - Lembaga survei Bima Politica Indonesia (BPI) merilis hasil survei elektabilitas pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 01 Jokowi-Ma’ruf Amin dan pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hasil survei yang dilakukan pada 23-29 Maret 2019 dengan metode wawancara tatap muka kepada 1.022 responden yang mewakili 34 provinsi di Indonesia dengan margin of error 3,06 persen, menunjukkan elektabilitas petahana merosot signifikan.
Direktur Eksekutif BPI, Panji Nugraha, menjelaskan, isu keikutsertaan aparat negara dalam politik praktis pilpres, kasus korupsi di pemerintahan terus terungkap menjadi sebab utama elektabilitas Jokowi disalip jauh Prabowo.
BPI mencatat, Jokowi-Ma’ruf memiliki tingkat elektabilitas 36,3 persen, sedangkan Prabowo-Sandi 55,19 persen, sementara itu 8,51 persen belum menentukan pilihan.
“Perubahan elektabilitas kedua kandidat dalam sebulan terakhir bahkan hari-hari terakhir sebelum pemilihan cenderung sangat dinamis dan mengikuti isu per isu,” ujar Panji dalam keterangan persnya, Jumat 5 April 2019.
Bahkan, patut diakui terungkapnya kasus korupsi di Kementerian Agama yang menyeret Ketua Partai PPP Romahurmuzy yang merupakan elite pengusung Jokowi di Pilpres, menjadi bola api bagi petahana. “Kalau kandidat satu pihak pendukungnya korupsi, langsung berdampak pada menurunnya angka elektabilitas, bahkan tidak menutup kemungkinan kandidat lainnya mendapatkan limpahan suara,” katanya.
Lanjut Panji, hasil survei menunjukkan petahana dihadapkan dengan situasi akan ditinggalkan pemilih muda disebabkan terungkapnya kasus hukum dari para partai pendukung. Serta, semakin terungkapnya penggunaan fasilitas negara dalam pemenangan 01.
“Dari sisi demografi, anak-anak muda mulai meninggalkan Jokowi karena menilai pendukungnya selalu meneriakkan Orde Baru ada di kubu sebelah. Namun isu-isu pemanfaatan aparat dan perangkat negara dalam upaya mempertahankan kekuasaan seperti Orde Baru dilakukan oknum-oknum di pemerintahannya. Belum lagi isu korupsi, belum terungkapnya penyerang Novel Baswedan, pendukungnya ada yang di-OTT KPK dan sebagainya,” katanya.
Sumber: Viva