Wajib Baca! Pilpres 14 Hari Lagi, Prabowo - Sandi Sudah Tak Terbendung
Kamis, 4 April 2019
Faktakini.com, Jakarta - Hanya kecurangan yang dapat mengalahkan Prabowo-Sandi. Dan, tanda-tanda kecurangan itu makin mendekati Pemilu semakin terasa.
Petjaaahhh. Kata itu yang selalu viral saat foto-foto atau video kegiatan kampanye Prabowo-Sandi di suatu daerah beredar melalui media-media sosial. Jika dikumpulkan dan tidak diberi keterangan tempat dan waktu, akan sangat sulit membedakan foto kampanye Prabowo-Sandi. Sebab di semua titik kampanye selalu penuh dengan lautan massa.
Untuk sekadar menyebut, kampanye Prabowo di Madura dipenuhi lautan manusia, demikian pula di Cianjur, Bandung, Banten, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Batam, Balikpapan, Samarinda, Pontianak, Mataram, Medan, Aceh, Sidoarjo, dan Padang. Di Madura, lautan massa di Pamekasan, Sumenep dan Sampang, membuat orang yang melihatnya merinding. Bukan hanya merinding soal massa, tetapi juga merinding sebab ada politisi di Jawa Timur yang mengaku akan potong leher bila Prabowo menang di Madura.
Demikian pula dengan kampanye-kampanye dialogis yang dilakukan Sandiaga Uno. Kegiatan Sandi yang sudah melewati 1500 titik kampanye selama masa Pilpres bergaya dialogis dengan peserta dan tempat yang terbatas. Namun di sejumlah daerah, nampaknya kedatangan massa tak dapat dibendung. Di Bima, Nusa Tenggara Barat, kedatangan Sandi disambut lautan manusia sejak di Bandara. Di kota kecil Kotamobagu, Sulut, dan Palopo, Sulsel, Sandi disambut ribuan orang. Di Jakarta, jangan ditanya lagi. Semua GOR yang digunakan Sandi untuk kampanye, penuh.
Acara indoor Sandi bertajuk “Young Entrepreneur Summit 2019” yang digelar di Bandung, Surabaya, Sragen, Makassar dan puncaknya nanti akan digelar di Istora GBK, Senayan, Jakarta, juga selalu dipenuhi ribuan milenial. Kalau Anda menganggap informasi ini berlebihan, ikuti saja instagram atau facebook Sandiaga Uno. Foto-foto dan video kampanye Sandi lengkap diunggah di media sosial itu.
Bukan hanya kampanye di kantong-kantong massa Prabowo-Sandi yang dipenuhi massa, di wilayah yang pada pilpres sebelumnya Prabowo dikalahkan, sambutan warga juga luar biasa. Petjaah. Sebut saja di Manado, Denpasar, Merauke, Sorong, Manokwari, Purwokerto dan Tegal. Jawa Tengah boleh disebut bukan lagi kandang banteng. Mantan Gubernur-wakil gubernur Bibit Waluyo-Rustriningsih juga terang-terangan mendukung Prabowo-Sandi.
Di semua lokasi kampanyenya, Prabowo dan rombongannya selalu diarak oleh ribuan massa. Laki-laki perempuan, tua muda, anak-anak dewasa, emak-emak, semua berhamburan keluar rumah saat Prabowo melintasi jalanan. Semua mengacungkan dua jari dan berebut ingin jabat tangan. Prabowo pun menyapa mereka dengan berdiri di sunroof mobil yang ditumpanginya.
Permintaan foto selfie dan jabat tangan dilayani oleh Prabowo. Bahkan, tak segan-segan ia mengangkat anak kecil, mencium keningnya. Bangga sekali orang tua yang anaknya pernah dicium keningnya oleh Prabowo.
Fenomena baru dalam Pemilu, khususnya Pilpres 2019 ini adalah kebangkitan kaum emak-emak dan milenial pendukung Prabowo. Militansi mereka luar biasa. Padahal, mereka tidak semua anggota partai politik.
Pada kampanye di Medan, Sabtu 23 Februari 2019 lalu, Prabowo sempat ‘curhat’ soal emak-emak ini. Jangan dikira serius, mantan Pangkostrad itu bercanda. Malah terkesan memuji.
“Emak-emak sekalian yang saya cintai. Wah gawat ini emak-emaknya banyak banget, agak kaget saya kenapa orang Sumut tangannya keras-keras semua. Padahal saya ini mantan prajurit komando. Kalau nggak malu saya tadi sudah teriak. Kasih tangan kencang banget. Apalagi emak-emaknya. Tadi ada yang tarik-tarik baju saya. Lho lho lho tumben. Saya kewalahan,” ujar Prabowo.
Bersalaman dengan ribuan orang, ternyata berujung pada insiden, tangan Prabowo terluka. Kena cakaran. Saat kampanye di Jambi, dengan alasan menjaga lukanya, Prabowo disarankan mengenakan sarung tangan. Tak ada yang salah dari sudut apapun. Namun bagi lawan politiknya, tindakan Prabowo menjadi bahan bully-an. Susah mencari celah menyerang program kampanye, sarung tangan pun di-bully.
Selain kebangkitan emak-emak dan milenial, tradisi baru dalam Pemilu yang dicontohkan pasangan 02 ini adalah partisipasi masyarakat. Jika di kubu sebelah mereka memberi kepada rakyat, baik dalam bentuk kaos, sembako, maupun uang, tidak demikian dengan pendukung Prabowo-Sandi.
Kaos, banner, spanduk, diproduksi sendiri oleh para pendukung. Mereka juga berkreasi bukan dengan cetak digital, melainkan membuat secara tradisional dari karung beras. Di Cijantung, Jakarta Timur, pendukung Prabowo-Sandi menyebutnya sebagai spanduk rakyat.
Uang, jangankan menerima dari tim pemenangan, para pendukung Prabowo-Sandi semua urunan untuk menggelar kampanye. Bukan hanya urunan, sebagian dari mereka malah menyerahkan uang yang dimiliki untuk perjuangan Prabowo-Sandi.
Ibu-ibu menyerahkan uang hasil dari menyisihkan uang belanja, mahasiswa menyerahkan uang dari menyisihkan uang sakunya. Seorang ustaz memberikan donasi uang dengan dibungkus surban yang dimilikinya. Tak sedikit pendukung memberikan dompet berikut isinya. Alfian, mahasiswa jurusan Manajemen Universitas Indonesia, Depok, adalah salah satu mahasiswa yang memberikan dompet beserta isinya kepada Sandi, pada awal Januari lalu.
Saat kampanye akbar di Puwokerto, para pendukung berebut memberikan sumbangan secara langsung kepada Prabowo-Sandi. Dalam banyak video yang beredar, fakta ini berkebalikan dengan kampanye partai pendukung lawan yang justru membagi-bagi uang saat kampanye. Juga video orang-orang yang menerima uang untuk diajak kampanye paslon lawan.
Prabowo di Bandung
Bisa dibayangkan, berapa puluh miliar uang yang harus dikeluarkan Prabowo-Sandi untuk satu titik kampanye jika semua yang hadir diukur dengan uang. Mulai dari uang transport, nasi kotak, kaos, dan sewa bus untuk massa. Bersyukur, dukungan rakyat untuk perubahan adalah dukungan yang ikhlas untuk Indonesia Menang.
Terungkap pula, pada debat keempat Capres di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu malam 30 Maret 2019 lalu, rupanya di saku jas Prabowo tersimpang uang Rp50 ribu. Uang itu adalah sumbangan seorang tukang cendol di Bandung yang dititipkan melalui Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Priyo Budi Santoso.
Priyo memberikan uang itu dan menceritakan asal-usul sumbangan itu kepada Prabowo sebelum naik panggung debat. Dalam video yang beredar di akun media sosial Prabowo-Sandi, nampak Prabowo berkaca-kaca dan kemudian menitikkan air mata. “Beliau membawa amanah rakyat di sakunya saat debat keempat Pilpres semalam,” kata Priyo.
Sebelumnya, saat kampanye di Medan, 23 Februari lalu, Prabowo juga menerima bantuan dari bocah usia delapan tahun, Jawa Gendis Queen. Siswi kelas tiga SD Nurul Huda Medan itu menyerahkan celengan, uang hasil jualan coklat, pudding dan candy di sekolahnya kepada Prabowo secara langsung. Prabowo pun menangis. “Terima kasih nak,” kata Prabowo sambil memeluk Gendis di Regale Convention Center, Medan, Sumut.
Litbang Kompas mengumumumkan hasil survei mereka pada 20 Maret lalu. Bagai petir di siang bolong, saat itu Litbang Kompas mengumumkan berdasarkan survei mereka elektabilitas Jokowi-Ma’ruf tinggal 49,2 persen. Sementara Prabowo menanjak naik menjadi 37,4 persen. Margin of error (MoE) 2,2 persen, dan yang menyatakan rahasia 13,4 persen.
Angka ini merupakan tamparan telak bagi kubu petahana. Bagaimana mungkin, petahana yang memiliki segala macam sumber daya untuk pemenangan, ternyata elektabilitasnya di bawah 50 persen. Angka itu menunjukkan separoh lebih penduduk Indonesia tidak ingin lagi memilih Jokowi.
Padahal, angka 49,2 persen itu pun konon masih merupakan angka kompromi. Sebab seperti ditulis Hersubeno Arief, kabarnya salah seorang wartawan Kompas pernah menyampaikan kepada Koordinator Jubir BPN Dahnil Anzhar Simanjuntak bila angka yang belum menentukan pilihan adalah 17 persen.
Berapapun angka yang diumumkan, hasil survei Litbang Kompas ini bagai membuka mata publik. Bahwa lembaga-lembaga survei pro-Istana selama ini telah mempermainkan angka. Kompas juga memberikan arahan, bila hasil Pilpres 17 April mendatang masih akan dipengaruhi oleh rapat umum alias kampanye terbuka. Dan faktanya di lapangan, kampanye terbuka Prabowo-Sandi selalu pecah. Sebaliknya, kampanye yang dilakukan Jokowi-Ma’ruf maupun deklarasi pendukungnya, nampak sepi.
Prabowo di Purwokerto
Sebagai contoh, deklarasi Alumni Perguruan Tinggi Swasta Jabodetabek di Lapangan Tennis Indoor Senayan, ternyata hanya dihadiri seratusan orang saja. Padahal peserta ditargetnya empat ribu orang. Di Jambi, deklarasi relawan Bejo di Aula Kantor PDIP Provinsi Jambi hanya dihadiri 14 orang saja. Kampanye Jokowi di Makassar tak bisa lebih ramai dari Prabowo. Jika ada kampanye Jokowi atau Ma’ruf Amin yang nampak agak ramai, segera beredar gambar atau foto yang menjelaskan bila massa yang dikerahkan adalah massa tenaga kontrak atau honorer di pemerintahan. Juga berderet bus-bus plat merah.
Jika Jokowi-Ma’ruf tak terbendung dan selalu diunggulkan oleh lembaga survei, tetapi Prabowo-Sandi tak terbendung dan unggul di lapangan. Padahal lembaga survei pro-istana sudah meleset hasil survei mereka di Pilkada DKI Jakarta, Jabar dan Jateng.
Jokowi nampaknya sudah tidak menarik lagi. Citra sederhana dan merakyat tampak sudah tidak manjur lagi untuk menghipnotis masyarakat. Apalagi mencitrakan diri milenial, dia jelas kalah pamor dengan Sandiaga Uno.
Kecurangan
Eros Djarot, budayawan sekaligus mantan politisi PDIP yang kemudian mendirikan Partai PNBK, dalam artikel terbarunya menulis kebangetan bila petahana sampai kalah. Menurut Eros, dalam posisinya sebagai petahana, posisi Jokowi sangat diuntungkan. Apalagi, dalam Pilpres ini Jokowi tidak mengambil cuti untuk kampanye.
Menurut Eros, karena Jokowi petahana, maka berbagai fasilitas Negara yang melekat pada jabatannya dapat dengan mudah diakses untuk digunakan berkampanye. Meskipun secara resmi penggunaan fasilitas Negara dilarang, tetapi berbagai cara bisa ditempuh. “Hanya diperlukan sedikit kecerdasan agar semua dapat berjalan lancar dan bebas dari ‘sempritan’ pihak Bawaslu,” tulis Eros.
Dan benarlah apa yang ditulis Eros. Itulah yang terjadi di lapangan. Penggunaan fasilitas Negara, mobilisasi aparat, hingga kebijakan-kebijakan lain yang menguntungkan petahana semua dilakukan. Terbaru, aparat kepolisian yang seharusnya netral juga diindikasikan turut diseret untuk pemenangan petahana. Pengakuan mantan Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, adalah salah satu bukti adanya pengarahan dari Kapolres kepada Kapolsek untuk mememenangkan 01. Sayangnya, pengakuan itu kemudian diralat.
Demikian pula dengan acara kolosal yang digelar kepolisian bertajuk “Millenial Road Safety Festival” di hampir seluruh daerah di Indonesia, juga dengan mudah bisa dibaca sebagai bagian dari kampanye Jokowi.
Di Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, Bali, Ahad 17 Februari lalu, Gubernur Bali I Wayan Koster terang-terangan mengajak milenial yang ikut acara itu untuk memilih Jokowi. Walaupun selesai acara, Kapolda Bali Irjen Pol Reinhard Petrus Golose meralat bila tujuan acara tersebut bukanlah untuk kampanye.
Dengan kekuasaan dan aparat yang dimiliki, kubu petahana juga bisa menghambat kampanye lawan. Tidak sekali dua kali hambatan itu dirasakan Prabowo-Sandi. Saat hendak ke Pandeglang, Banten, helikopter Prabowo tidak dapat izin untuk mendarat di Alun-alun Pandeglang. Akhirnya Prabowo mendarat di Serang. Padahal tujuan Prabowo ke Pandeglang bukan untuk kampanye, melainkan berkunjung ke kediaman ulama Banten Abuya Murtadho di Kecamatan Cadasari, Pandeglang.
Saat kampanye di Bogor, Prabowo tidak diizinkan menggunakan Stadion Pakansari oleh Pemkab Bogor. Padahal pada Pilkada 2018 lalu, pasangan Bupati-Wakil Bupati terpilih diusung oleh Gerindra.
Di Jawa Tengah, menurut Ketua BPN Jateng Abdul Wachid, Prabowo-Sandi tidak dapat izin untuk menggelar kampanye di Semarang dan Magelang. Akhirnya kampanye akbar untuk wilayah Jateng akan dipusatkan di Stadion Sri Wedari, Solo, pada 10 April mendatang.
Belum lagi persekusi yang dialami Cawapres Sandiaga Uno. Sandi mengalami persekusi dari pendukung Jokowi di Wonogiri, Jawa Tengah. Bukan hanya disoraki pendukung Jokowi di pinggir jalan, Sandi bahkan “diusir” oleh konvoi mobil PDIP saat meninggalkan wilayah Wonogiri pada Selasa 29 Januari lalu.
Di Denpasar, Bali, kedatangan Sandi juga disambut penolakan pendukung Jokowi pada Sabtu, 23 Februari lalu. Meski dipersekusi dan ditolak, Sandi tetap berpikir positif. “Saya lihat bukan penolakan, tapi penyambutan,” kata dia.
Ini baru urusan teknis kampanye. Belum termasuk urusan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang hingga kini terus dipersoalkan oleh BPN. Sebagai informasi, BPN masih mempersoalkan 17,5 juta DPT yang dinilai bermasalah.
Prabowo-Sandi tidak terbendung adalah fakta. Kemenangan insyaallah nampak di depan mata. Karena itu sedini mungkin mantan Ketua MPR Amien Rais memberikan peringatan keras. Menurut Amien, jika nanti terbukti terjadi kecurangan yang terstruktur, sistemik dan massif (TSM) dalam pelaksanaan pemilu, maka pihaknya tidak akan membawanya ke Mahkamah Konstitusi lagi, sebagaimana pernah dilakukan pada Pilpres 2014 lalu. Tapi, people power. Wallahu a’lam.
[Shodiq Ramadhan]
Sumber: suara-islam.com
Faktakini.com, Jakarta - Hanya kecurangan yang dapat mengalahkan Prabowo-Sandi. Dan, tanda-tanda kecurangan itu makin mendekati Pemilu semakin terasa.
Petjaaahhh. Kata itu yang selalu viral saat foto-foto atau video kegiatan kampanye Prabowo-Sandi di suatu daerah beredar melalui media-media sosial. Jika dikumpulkan dan tidak diberi keterangan tempat dan waktu, akan sangat sulit membedakan foto kampanye Prabowo-Sandi. Sebab di semua titik kampanye selalu penuh dengan lautan massa.
Untuk sekadar menyebut, kampanye Prabowo di Madura dipenuhi lautan manusia, demikian pula di Cianjur, Bandung, Banten, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Batam, Balikpapan, Samarinda, Pontianak, Mataram, Medan, Aceh, Sidoarjo, dan Padang. Di Madura, lautan massa di Pamekasan, Sumenep dan Sampang, membuat orang yang melihatnya merinding. Bukan hanya merinding soal massa, tetapi juga merinding sebab ada politisi di Jawa Timur yang mengaku akan potong leher bila Prabowo menang di Madura.
Demikian pula dengan kampanye-kampanye dialogis yang dilakukan Sandiaga Uno. Kegiatan Sandi yang sudah melewati 1500 titik kampanye selama masa Pilpres bergaya dialogis dengan peserta dan tempat yang terbatas. Namun di sejumlah daerah, nampaknya kedatangan massa tak dapat dibendung. Di Bima, Nusa Tenggara Barat, kedatangan Sandi disambut lautan manusia sejak di Bandara. Di kota kecil Kotamobagu, Sulut, dan Palopo, Sulsel, Sandi disambut ribuan orang. Di Jakarta, jangan ditanya lagi. Semua GOR yang digunakan Sandi untuk kampanye, penuh.
Acara indoor Sandi bertajuk “Young Entrepreneur Summit 2019” yang digelar di Bandung, Surabaya, Sragen, Makassar dan puncaknya nanti akan digelar di Istora GBK, Senayan, Jakarta, juga selalu dipenuhi ribuan milenial. Kalau Anda menganggap informasi ini berlebihan, ikuti saja instagram atau facebook Sandiaga Uno. Foto-foto dan video kampanye Sandi lengkap diunggah di media sosial itu.
Bukan hanya kampanye di kantong-kantong massa Prabowo-Sandi yang dipenuhi massa, di wilayah yang pada pilpres sebelumnya Prabowo dikalahkan, sambutan warga juga luar biasa. Petjaah. Sebut saja di Manado, Denpasar, Merauke, Sorong, Manokwari, Purwokerto dan Tegal. Jawa Tengah boleh disebut bukan lagi kandang banteng. Mantan Gubernur-wakil gubernur Bibit Waluyo-Rustriningsih juga terang-terangan mendukung Prabowo-Sandi.
Di semua lokasi kampanyenya, Prabowo dan rombongannya selalu diarak oleh ribuan massa. Laki-laki perempuan, tua muda, anak-anak dewasa, emak-emak, semua berhamburan keluar rumah saat Prabowo melintasi jalanan. Semua mengacungkan dua jari dan berebut ingin jabat tangan. Prabowo pun menyapa mereka dengan berdiri di sunroof mobil yang ditumpanginya.
Permintaan foto selfie dan jabat tangan dilayani oleh Prabowo. Bahkan, tak segan-segan ia mengangkat anak kecil, mencium keningnya. Bangga sekali orang tua yang anaknya pernah dicium keningnya oleh Prabowo.
Fenomena baru dalam Pemilu, khususnya Pilpres 2019 ini adalah kebangkitan kaum emak-emak dan milenial pendukung Prabowo. Militansi mereka luar biasa. Padahal, mereka tidak semua anggota partai politik.
Pada kampanye di Medan, Sabtu 23 Februari 2019 lalu, Prabowo sempat ‘curhat’ soal emak-emak ini. Jangan dikira serius, mantan Pangkostrad itu bercanda. Malah terkesan memuji.
“Emak-emak sekalian yang saya cintai. Wah gawat ini emak-emaknya banyak banget, agak kaget saya kenapa orang Sumut tangannya keras-keras semua. Padahal saya ini mantan prajurit komando. Kalau nggak malu saya tadi sudah teriak. Kasih tangan kencang banget. Apalagi emak-emaknya. Tadi ada yang tarik-tarik baju saya. Lho lho lho tumben. Saya kewalahan,” ujar Prabowo.
Bersalaman dengan ribuan orang, ternyata berujung pada insiden, tangan Prabowo terluka. Kena cakaran. Saat kampanye di Jambi, dengan alasan menjaga lukanya, Prabowo disarankan mengenakan sarung tangan. Tak ada yang salah dari sudut apapun. Namun bagi lawan politiknya, tindakan Prabowo menjadi bahan bully-an. Susah mencari celah menyerang program kampanye, sarung tangan pun di-bully.
Selain kebangkitan emak-emak dan milenial, tradisi baru dalam Pemilu yang dicontohkan pasangan 02 ini adalah partisipasi masyarakat. Jika di kubu sebelah mereka memberi kepada rakyat, baik dalam bentuk kaos, sembako, maupun uang, tidak demikian dengan pendukung Prabowo-Sandi.
Kaos, banner, spanduk, diproduksi sendiri oleh para pendukung. Mereka juga berkreasi bukan dengan cetak digital, melainkan membuat secara tradisional dari karung beras. Di Cijantung, Jakarta Timur, pendukung Prabowo-Sandi menyebutnya sebagai spanduk rakyat.
Uang, jangankan menerima dari tim pemenangan, para pendukung Prabowo-Sandi semua urunan untuk menggelar kampanye. Bukan hanya urunan, sebagian dari mereka malah menyerahkan uang yang dimiliki untuk perjuangan Prabowo-Sandi.
Ibu-ibu menyerahkan uang hasil dari menyisihkan uang belanja, mahasiswa menyerahkan uang dari menyisihkan uang sakunya. Seorang ustaz memberikan donasi uang dengan dibungkus surban yang dimilikinya. Tak sedikit pendukung memberikan dompet berikut isinya. Alfian, mahasiswa jurusan Manajemen Universitas Indonesia, Depok, adalah salah satu mahasiswa yang memberikan dompet beserta isinya kepada Sandi, pada awal Januari lalu.
Saat kampanye akbar di Puwokerto, para pendukung berebut memberikan sumbangan secara langsung kepada Prabowo-Sandi. Dalam banyak video yang beredar, fakta ini berkebalikan dengan kampanye partai pendukung lawan yang justru membagi-bagi uang saat kampanye. Juga video orang-orang yang menerima uang untuk diajak kampanye paslon lawan.
Prabowo di Bandung
Bisa dibayangkan, berapa puluh miliar uang yang harus dikeluarkan Prabowo-Sandi untuk satu titik kampanye jika semua yang hadir diukur dengan uang. Mulai dari uang transport, nasi kotak, kaos, dan sewa bus untuk massa. Bersyukur, dukungan rakyat untuk perubahan adalah dukungan yang ikhlas untuk Indonesia Menang.
Terungkap pula, pada debat keempat Capres di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu malam 30 Maret 2019 lalu, rupanya di saku jas Prabowo tersimpang uang Rp50 ribu. Uang itu adalah sumbangan seorang tukang cendol di Bandung yang dititipkan melalui Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Priyo Budi Santoso.
Priyo memberikan uang itu dan menceritakan asal-usul sumbangan itu kepada Prabowo sebelum naik panggung debat. Dalam video yang beredar di akun media sosial Prabowo-Sandi, nampak Prabowo berkaca-kaca dan kemudian menitikkan air mata. “Beliau membawa amanah rakyat di sakunya saat debat keempat Pilpres semalam,” kata Priyo.
Sebelumnya, saat kampanye di Medan, 23 Februari lalu, Prabowo juga menerima bantuan dari bocah usia delapan tahun, Jawa Gendis Queen. Siswi kelas tiga SD Nurul Huda Medan itu menyerahkan celengan, uang hasil jualan coklat, pudding dan candy di sekolahnya kepada Prabowo secara langsung. Prabowo pun menangis. “Terima kasih nak,” kata Prabowo sambil memeluk Gendis di Regale Convention Center, Medan, Sumut.
Litbang Kompas mengumumumkan hasil survei mereka pada 20 Maret lalu. Bagai petir di siang bolong, saat itu Litbang Kompas mengumumkan berdasarkan survei mereka elektabilitas Jokowi-Ma’ruf tinggal 49,2 persen. Sementara Prabowo menanjak naik menjadi 37,4 persen. Margin of error (MoE) 2,2 persen, dan yang menyatakan rahasia 13,4 persen.
Angka ini merupakan tamparan telak bagi kubu petahana. Bagaimana mungkin, petahana yang memiliki segala macam sumber daya untuk pemenangan, ternyata elektabilitasnya di bawah 50 persen. Angka itu menunjukkan separoh lebih penduduk Indonesia tidak ingin lagi memilih Jokowi.
Padahal, angka 49,2 persen itu pun konon masih merupakan angka kompromi. Sebab seperti ditulis Hersubeno Arief, kabarnya salah seorang wartawan Kompas pernah menyampaikan kepada Koordinator Jubir BPN Dahnil Anzhar Simanjuntak bila angka yang belum menentukan pilihan adalah 17 persen.
Berapapun angka yang diumumkan, hasil survei Litbang Kompas ini bagai membuka mata publik. Bahwa lembaga-lembaga survei pro-Istana selama ini telah mempermainkan angka. Kompas juga memberikan arahan, bila hasil Pilpres 17 April mendatang masih akan dipengaruhi oleh rapat umum alias kampanye terbuka. Dan faktanya di lapangan, kampanye terbuka Prabowo-Sandi selalu pecah. Sebaliknya, kampanye yang dilakukan Jokowi-Ma’ruf maupun deklarasi pendukungnya, nampak sepi.
Prabowo di Purwokerto
Sebagai contoh, deklarasi Alumni Perguruan Tinggi Swasta Jabodetabek di Lapangan Tennis Indoor Senayan, ternyata hanya dihadiri seratusan orang saja. Padahal peserta ditargetnya empat ribu orang. Di Jambi, deklarasi relawan Bejo di Aula Kantor PDIP Provinsi Jambi hanya dihadiri 14 orang saja. Kampanye Jokowi di Makassar tak bisa lebih ramai dari Prabowo. Jika ada kampanye Jokowi atau Ma’ruf Amin yang nampak agak ramai, segera beredar gambar atau foto yang menjelaskan bila massa yang dikerahkan adalah massa tenaga kontrak atau honorer di pemerintahan. Juga berderet bus-bus plat merah.
Jika Jokowi-Ma’ruf tak terbendung dan selalu diunggulkan oleh lembaga survei, tetapi Prabowo-Sandi tak terbendung dan unggul di lapangan. Padahal lembaga survei pro-istana sudah meleset hasil survei mereka di Pilkada DKI Jakarta, Jabar dan Jateng.
Jokowi nampaknya sudah tidak menarik lagi. Citra sederhana dan merakyat tampak sudah tidak manjur lagi untuk menghipnotis masyarakat. Apalagi mencitrakan diri milenial, dia jelas kalah pamor dengan Sandiaga Uno.
Kecurangan
Eros Djarot, budayawan sekaligus mantan politisi PDIP yang kemudian mendirikan Partai PNBK, dalam artikel terbarunya menulis kebangetan bila petahana sampai kalah. Menurut Eros, dalam posisinya sebagai petahana, posisi Jokowi sangat diuntungkan. Apalagi, dalam Pilpres ini Jokowi tidak mengambil cuti untuk kampanye.
Menurut Eros, karena Jokowi petahana, maka berbagai fasilitas Negara yang melekat pada jabatannya dapat dengan mudah diakses untuk digunakan berkampanye. Meskipun secara resmi penggunaan fasilitas Negara dilarang, tetapi berbagai cara bisa ditempuh. “Hanya diperlukan sedikit kecerdasan agar semua dapat berjalan lancar dan bebas dari ‘sempritan’ pihak Bawaslu,” tulis Eros.
Dan benarlah apa yang ditulis Eros. Itulah yang terjadi di lapangan. Penggunaan fasilitas Negara, mobilisasi aparat, hingga kebijakan-kebijakan lain yang menguntungkan petahana semua dilakukan. Terbaru, aparat kepolisian yang seharusnya netral juga diindikasikan turut diseret untuk pemenangan petahana. Pengakuan mantan Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, adalah salah satu bukti adanya pengarahan dari Kapolres kepada Kapolsek untuk mememenangkan 01. Sayangnya, pengakuan itu kemudian diralat.
Demikian pula dengan acara kolosal yang digelar kepolisian bertajuk “Millenial Road Safety Festival” di hampir seluruh daerah di Indonesia, juga dengan mudah bisa dibaca sebagai bagian dari kampanye Jokowi.
Di Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, Bali, Ahad 17 Februari lalu, Gubernur Bali I Wayan Koster terang-terangan mengajak milenial yang ikut acara itu untuk memilih Jokowi. Walaupun selesai acara, Kapolda Bali Irjen Pol Reinhard Petrus Golose meralat bila tujuan acara tersebut bukanlah untuk kampanye.
Dengan kekuasaan dan aparat yang dimiliki, kubu petahana juga bisa menghambat kampanye lawan. Tidak sekali dua kali hambatan itu dirasakan Prabowo-Sandi. Saat hendak ke Pandeglang, Banten, helikopter Prabowo tidak dapat izin untuk mendarat di Alun-alun Pandeglang. Akhirnya Prabowo mendarat di Serang. Padahal tujuan Prabowo ke Pandeglang bukan untuk kampanye, melainkan berkunjung ke kediaman ulama Banten Abuya Murtadho di Kecamatan Cadasari, Pandeglang.
Saat kampanye di Bogor, Prabowo tidak diizinkan menggunakan Stadion Pakansari oleh Pemkab Bogor. Padahal pada Pilkada 2018 lalu, pasangan Bupati-Wakil Bupati terpilih diusung oleh Gerindra.
Di Jawa Tengah, menurut Ketua BPN Jateng Abdul Wachid, Prabowo-Sandi tidak dapat izin untuk menggelar kampanye di Semarang dan Magelang. Akhirnya kampanye akbar untuk wilayah Jateng akan dipusatkan di Stadion Sri Wedari, Solo, pada 10 April mendatang.
Belum lagi persekusi yang dialami Cawapres Sandiaga Uno. Sandi mengalami persekusi dari pendukung Jokowi di Wonogiri, Jawa Tengah. Bukan hanya disoraki pendukung Jokowi di pinggir jalan, Sandi bahkan “diusir” oleh konvoi mobil PDIP saat meninggalkan wilayah Wonogiri pada Selasa 29 Januari lalu.
Di Denpasar, Bali, kedatangan Sandi juga disambut penolakan pendukung Jokowi pada Sabtu, 23 Februari lalu. Meski dipersekusi dan ditolak, Sandi tetap berpikir positif. “Saya lihat bukan penolakan, tapi penyambutan,” kata dia.
Ini baru urusan teknis kampanye. Belum termasuk urusan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang hingga kini terus dipersoalkan oleh BPN. Sebagai informasi, BPN masih mempersoalkan 17,5 juta DPT yang dinilai bermasalah.
Prabowo-Sandi tidak terbendung adalah fakta. Kemenangan insyaallah nampak di depan mata. Karena itu sedini mungkin mantan Ketua MPR Amien Rais memberikan peringatan keras. Menurut Amien, jika nanti terbukti terjadi kecurangan yang terstruktur, sistemik dan massif (TSM) dalam pelaksanaan pemilu, maka pihaknya tidak akan membawanya ke Mahkamah Konstitusi lagi, sebagaimana pernah dilakukan pada Pilpres 2014 lalu. Tapi, people power. Wallahu a’lam.
[Shodiq Ramadhan]
Sumber: suara-islam.com