Wakil Ketua MPR: Pemilu 2019 Terburuk Sejak Reformasi
Rabu, 23 April 2019
Faktakini.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai penyelenggaraan Pemilu 2019 yang digelar antara pilpres dan pileg merupakan proses pesta demokrasi terburuk yang pernah digelar pasca reformasi.
"Saya sudah menyatakan itu sebelum Pak Bambang [Widjojanto] menyatakan itu, saya sudah menyatakan ini adalah [pemilu] terburuk sepanjang zaman reformasi," kata Hidayat saat ditemui di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Selasa (23/4).
Hidayat yang juga merupakan Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyatakan buruknya penyelenggaraan Pemilu 2019 dapat dilihat dalam beberapa indikator. Salah satunya dari segi persiapan dan pelaksanaannya masih banyak ditemukan permasalahan di lapangan.
Ia lantas menyinggung pernyataan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang pernah menyebut sekitar 17 juta warga yang tak mendapatkan undangan untuk mencoblos saat hari pemungutan suara, Rabu 17 April lalu.
"KPU juga pernah menyatakan tidak kurang ada 2.500 TPS yang tidak bisa menyelenggarakan pencoblosan pada tanggal 17 [April]," kata dia.
Hidayat melanjutkan, indikator lain kegagalan Pemilu 2019, yakni dugaan penggelembungan suara yang ditemukan masyarakat saat proses perhitungan suara.
Ia menilai KPU sendiri kurang responsif untuk menyelidiki potensi penggelembungan suara yang dilakukan pihak tak bertanggung jawab di Pemilu 2019. Hal itu tentu membuat masyarakat memviralkan dugaan tersebut ke media sosial ketimbang melaporkannya ke KPU.
"KPU mengharap itu tidak diviralkan di media sosial tapi berharap itu disampaikan ke KPU. Lah mereka sudah menyampaikan ke KPU tidak ada perubahan yang memadai, yang kemudian ramai di media sosial," kata dia.
Belum lagi kejadian-kejadian lain, misalnya pembakaran kotak dan surat suara di Jambi yang melibatkan salah satu caleg.
"Semuanya menandakan betapa penyelenggaraan pemilu memang memerlukan perbaikan," kata dia.
Foto: Hidayat Nur Wahid
Sumber: CNNI
Faktakini.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai penyelenggaraan Pemilu 2019 yang digelar antara pilpres dan pileg merupakan proses pesta demokrasi terburuk yang pernah digelar pasca reformasi.
"Saya sudah menyatakan itu sebelum Pak Bambang [Widjojanto] menyatakan itu, saya sudah menyatakan ini adalah [pemilu] terburuk sepanjang zaman reformasi," kata Hidayat saat ditemui di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Selasa (23/4).
Hidayat yang juga merupakan Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyatakan buruknya penyelenggaraan Pemilu 2019 dapat dilihat dalam beberapa indikator. Salah satunya dari segi persiapan dan pelaksanaannya masih banyak ditemukan permasalahan di lapangan.
Ia lantas menyinggung pernyataan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang pernah menyebut sekitar 17 juta warga yang tak mendapatkan undangan untuk mencoblos saat hari pemungutan suara, Rabu 17 April lalu.
"KPU juga pernah menyatakan tidak kurang ada 2.500 TPS yang tidak bisa menyelenggarakan pencoblosan pada tanggal 17 [April]," kata dia.
Hidayat melanjutkan, indikator lain kegagalan Pemilu 2019, yakni dugaan penggelembungan suara yang ditemukan masyarakat saat proses perhitungan suara.
Ia menilai KPU sendiri kurang responsif untuk menyelidiki potensi penggelembungan suara yang dilakukan pihak tak bertanggung jawab di Pemilu 2019. Hal itu tentu membuat masyarakat memviralkan dugaan tersebut ke media sosial ketimbang melaporkannya ke KPU.
"KPU mengharap itu tidak diviralkan di media sosial tapi berharap itu disampaikan ke KPU. Lah mereka sudah menyampaikan ke KPU tidak ada perubahan yang memadai, yang kemudian ramai di media sosial," kata dia.
Belum lagi kejadian-kejadian lain, misalnya pembakaran kotak dan surat suara di Jambi yang melibatkan salah satu caleg.
"Semuanya menandakan betapa penyelenggaraan pemilu memang memerlukan perbaikan," kata dia.
Foto: Hidayat Nur Wahid
Sumber: CNNI