Hanya karena Tidak Ikut Misa, Kepala Sekolah Pukuli Murid Dengan Kayu Di NTT
Rabu, 15 Mei 2019
Faktakini.net, Jakarta - SE (8 tahun) siswi kelas 3 SD Negeri Wae Mamba, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, mengaku dianiaya oleh SS, sang kepala sekolah.
Didampingi ayahnya, korban melapor kepada Kepolisian Resor Manggarai, Selasa, 14 Mei 2019. Selain memeriksa korban, polisi juga mengambil keterangan seorang saksi yang melihat langsung Silvester memukuli sejumlah murid dengan kayu.
SE menuturkan, penganiayaan itu terjadi Senin, 13 Mei, saat jam istirahat pertama kira-kira pukul sepuluh. Siswi asal Golo Bong, Desa Sisir, itu mengaku bahwa ia dan teman-temannya dipukul hanya karena tidak mengikuti misa hari Minggu di sekolah mereka.
“Awalnya kepala sekolah mengumpulkan seluruh murid di halaman sekolah. Tujuannya, untuk memisahkan anak-anak yang ikut misa hari Minggu dan yang tidak. Kami yang tidak pergi misa dipukul satu per satu dengan kayu jambu. Dipukul berkali-kali di kaki dan badan,” kata SE kepada VIVA, sambil memperlihatkan bekas luka di kedua kakinya.
Usai dianiaya, katanya, anak-anak yang kesakitan itu pulang lebih awal karena ketakutan. SE langsung melaporkan kekerasan itu ke orang tuanya.
Ayah korban, Oswaldus Marsin, mengaku tidak terima anaknya disakiti. Dia juga memperlihatkan beberapa foto bocah yang terluka akibat tindakan sang kepala sekolah. Namun Oswaldus menyayangkan sikap para orang tua murid yang tidak berani melaporkan penganiayaan kepada anak-anak mereka pada polisi.
“Ini bukti kekerasan itu. Sampai terluka begini anak-anak kita. Soal orang tua mereka tidak datang melapor, itu urusan mereka, saya urus saya punya anak saja,” kata Oswaldus, sambil memperlihatkan beberapa foto kepada wartawan.
Oswaldus lantas menceritakan bahwa sang kepala sekolah dikenal temperamental dan guru paling ditakuti oleh siswa-siswi SDN Wae Mamba. Karena sikap kasar SS, tidak sedikit murid SDN Wae Mamba pindah ke sekolah lain, bahkan ada yang terpaksa putus sekolah.
Menurutnya, kebijakan seluruh siswa harus misa di sekolah itu aturan yang dibuat sendiri oleh sang kepala sekolah, padahal para murid lazim beribadah di Kapela. Para murid pun sesungguhnya lebih suka mengikuti misa di Kapela.
Tunggu hasil penyelidikan
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai Timur, Basilius Teto, mengaku telah mendapat laporan tentang kekerasan di SDN Wae Mamba. Dia juga telah mengutus stafnya untuk menyelidiki laporn kekerasan itu ke SDN Wae Mamba.
Teto mendukung korban yang melaporkan tindakan kekerasan kepada polisi. Soal langkah yang diambil Dinas terhadap sang kepala sekolah, dia masih menunggu laporan dari staf yang ditugaskan menginvestigasi kasus itu.
“Kita perlu cek kebenaran dulu seperti apa. Kalau memang terjadi seperti itu, memang guru yang bersangkutan perlu diberikan semacam sanksi, tapi kita lihat dulu persoalannya,” kata Teto, dihubungi Selasa malam.
Teto menilai, tindakan sang kepala sekolah, kalau memang terbukti benar, otomatis menimbulkan rasa takut bagi anak didik. SS dinilai telah merusak citra pendidikan di Manggarai Timur yang sedang gencar mengampanyekan program sekolah bahagia.
“Kita sedang merencanakan sekolah bahagia, anak-anak harus merasa at home, artinya, anak-anak tidak mendapat perlakuan seperti itu, tidak boleh ada tekanan. Makanya kita cek kebenaran juga. Guru yang bersangkutan akan kita panggil,” ujarnya.
Foto: Seorang siswi SD korban penganiayaan sang kepala sekolah melapor kepada Polisi di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa, 14 Mei 2019.
Sumber: viva.co.id
Faktakini.net, Jakarta - SE (8 tahun) siswi kelas 3 SD Negeri Wae Mamba, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, mengaku dianiaya oleh SS, sang kepala sekolah.
Didampingi ayahnya, korban melapor kepada Kepolisian Resor Manggarai, Selasa, 14 Mei 2019. Selain memeriksa korban, polisi juga mengambil keterangan seorang saksi yang melihat langsung Silvester memukuli sejumlah murid dengan kayu.
SE menuturkan, penganiayaan itu terjadi Senin, 13 Mei, saat jam istirahat pertama kira-kira pukul sepuluh. Siswi asal Golo Bong, Desa Sisir, itu mengaku bahwa ia dan teman-temannya dipukul hanya karena tidak mengikuti misa hari Minggu di sekolah mereka.
“Awalnya kepala sekolah mengumpulkan seluruh murid di halaman sekolah. Tujuannya, untuk memisahkan anak-anak yang ikut misa hari Minggu dan yang tidak. Kami yang tidak pergi misa dipukul satu per satu dengan kayu jambu. Dipukul berkali-kali di kaki dan badan,” kata SE kepada VIVA, sambil memperlihatkan bekas luka di kedua kakinya.
Usai dianiaya, katanya, anak-anak yang kesakitan itu pulang lebih awal karena ketakutan. SE langsung melaporkan kekerasan itu ke orang tuanya.
Ayah korban, Oswaldus Marsin, mengaku tidak terima anaknya disakiti. Dia juga memperlihatkan beberapa foto bocah yang terluka akibat tindakan sang kepala sekolah. Namun Oswaldus menyayangkan sikap para orang tua murid yang tidak berani melaporkan penganiayaan kepada anak-anak mereka pada polisi.
“Ini bukti kekerasan itu. Sampai terluka begini anak-anak kita. Soal orang tua mereka tidak datang melapor, itu urusan mereka, saya urus saya punya anak saja,” kata Oswaldus, sambil memperlihatkan beberapa foto kepada wartawan.
Oswaldus lantas menceritakan bahwa sang kepala sekolah dikenal temperamental dan guru paling ditakuti oleh siswa-siswi SDN Wae Mamba. Karena sikap kasar SS, tidak sedikit murid SDN Wae Mamba pindah ke sekolah lain, bahkan ada yang terpaksa putus sekolah.
Menurutnya, kebijakan seluruh siswa harus misa di sekolah itu aturan yang dibuat sendiri oleh sang kepala sekolah, padahal para murid lazim beribadah di Kapela. Para murid pun sesungguhnya lebih suka mengikuti misa di Kapela.
Tunggu hasil penyelidikan
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai Timur, Basilius Teto, mengaku telah mendapat laporan tentang kekerasan di SDN Wae Mamba. Dia juga telah mengutus stafnya untuk menyelidiki laporn kekerasan itu ke SDN Wae Mamba.
Teto mendukung korban yang melaporkan tindakan kekerasan kepada polisi. Soal langkah yang diambil Dinas terhadap sang kepala sekolah, dia masih menunggu laporan dari staf yang ditugaskan menginvestigasi kasus itu.
“Kita perlu cek kebenaran dulu seperti apa. Kalau memang terjadi seperti itu, memang guru yang bersangkutan perlu diberikan semacam sanksi, tapi kita lihat dulu persoalannya,” kata Teto, dihubungi Selasa malam.
Teto menilai, tindakan sang kepala sekolah, kalau memang terbukti benar, otomatis menimbulkan rasa takut bagi anak didik. SS dinilai telah merusak citra pendidikan di Manggarai Timur yang sedang gencar mengampanyekan program sekolah bahagia.
“Kita sedang merencanakan sekolah bahagia, anak-anak harus merasa at home, artinya, anak-anak tidak mendapat perlakuan seperti itu, tidak boleh ada tekanan. Makanya kita cek kebenaran juga. Guru yang bersangkutan akan kita panggil,” ujarnya.
Foto: Seorang siswi SD korban penganiayaan sang kepala sekolah melapor kepada Polisi di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa, 14 Mei 2019.
Sumber: viva.co.id