Jatuh Korban Di Bawaslu, Alumni LBH - YLBHI Desak Jokowi Copot Tito dan Wiranto
Jum'at, 24 Mei 2019
Faktakini.net, Jakarta - Alumni LBH-YLBHI mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencopot Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto. Desakan ini muncul sebagai buntut atas situasi terkini sejak Selasa, 21 Mei 2019 hingga Rabu dimana gelombang aksi unjuk rasa terus berlangsung dan benturan dengan aparat keamanan (Kepolisian (Polri) dan Tentara (TNI) terus terjadi, dan telah menimbulkan korban pada masyarat sipil.
“Kedua orang ini dinilai membiarkan aparat represif terhadap demonstran, menerapkan gaya militeristik ala Orde Baru, anti demokrasi dan mengabaikan perlindungan HAM,” kata Koordinator alumni LBH-YLBHI Nursyahbani Katjasungkana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/5/2019).
Pernyataan yang diteken 17 orang alumni LBH-YLBHI ini meminta agar kepada aparat keamanan Polri dan TNI yang diperbantukan, dengan sungguh-sungguh agar mengedepankan cara-cara persuasif dan manusiawai dalam menghadapi massa aksi/demonstran.
“Polri diharapkan tidak melakukan tindakan yang represif dan kontra produktif bagi penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia,” terangnya.
Alumni LBH-YLBHI menilai, informasi timbulnya korban pada masyarakat sipil, mengindikasikan Polri telah melakukan tindakan diluar batas kewajaran, tindakan diluar prosedur penanggulangan aksi massa.
Padahal seharusnya Polri mengedepankan pola-pola yang humanis dan tidak represif, sebagaimana Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Selain meminta Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto dicopot dari jabatannya, alumni meminta kepada massa aksi atau para peserta unjuk rasa menyampaikan aspirasinya secara baik dan bertanggung jawab, dan tidak melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum, apalagi tindakan kekerasan.
“Tindakan kekerasan hanya akan merugikan diri sendiri dan tidak tersalurkannya aspirasi secara benar,” kata Miko Kamal, salah seorang pengacara yang ikut meneken pernyataan ini.
Untuk itu, kepada aksi massa, Alumni LBH-YLBHI menyarankan agar kekecewaan atas hasil pemilu/pilpres disalurkan sesuai kanal-kanal hukum yang tersedia, penyelesaian sesuai mekanisme yang telah disepakati dalam sistem demokrasi.
“Mekanisme Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi adalah cara yang telah kita sepakati dalam sistem Pemilu kita. Itu semua diciptakan agar demokrasi berjalan dengan baik dan terus menjadi baik,” tambahnya.
Patut menjadi perhatian kita semua untuk melakukan evaluasi sistem pemilu ke depan, terutama pemilihan Presiden agar berjalan dengan jurdil, sebagaimana saat ini dicurigai adanya ketidaknetralan aparatur negara, serta keberpihakan aparat penegak hukum, pemanfaatan fasilitas oleh patahana serta ketidakadilan lainnya akibat adanya presidential treshold.
Alumni LBH-YLBHI meminta kepada Presiden RI, agar tidak diam pada situasi seperti ini, berikan kepastian keamanan dan perlindungan HAM pada rakyatnya, jika situasi bentrok terus terjadi, maka sesungguhnya korbannya adalah rakyat, dan presdien harus bertanggung jawab.
“Komnas HAM segera membentuk Tim Investigasi meninggalnya para pengunjuk rasa. Dan mengimbau kepada semua pihak agar menghentikan tindakan represif, tindakan kekerasan, apapun alasannya, kekerasan bukan solusi di era demokrasi,” terangnya.
Foto: Tito dan Wiranto
Sumber: pikiranumat.com
Faktakini.net, Jakarta - Alumni LBH-YLBHI mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencopot Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto. Desakan ini muncul sebagai buntut atas situasi terkini sejak Selasa, 21 Mei 2019 hingga Rabu dimana gelombang aksi unjuk rasa terus berlangsung dan benturan dengan aparat keamanan (Kepolisian (Polri) dan Tentara (TNI) terus terjadi, dan telah menimbulkan korban pada masyarat sipil.
“Kedua orang ini dinilai membiarkan aparat represif terhadap demonstran, menerapkan gaya militeristik ala Orde Baru, anti demokrasi dan mengabaikan perlindungan HAM,” kata Koordinator alumni LBH-YLBHI Nursyahbani Katjasungkana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/5/2019).
Pernyataan yang diteken 17 orang alumni LBH-YLBHI ini meminta agar kepada aparat keamanan Polri dan TNI yang diperbantukan, dengan sungguh-sungguh agar mengedepankan cara-cara persuasif dan manusiawai dalam menghadapi massa aksi/demonstran.
“Polri diharapkan tidak melakukan tindakan yang represif dan kontra produktif bagi penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia,” terangnya.
Alumni LBH-YLBHI menilai, informasi timbulnya korban pada masyarakat sipil, mengindikasikan Polri telah melakukan tindakan diluar batas kewajaran, tindakan diluar prosedur penanggulangan aksi massa.
Padahal seharusnya Polri mengedepankan pola-pola yang humanis dan tidak represif, sebagaimana Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Selain meminta Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto dicopot dari jabatannya, alumni meminta kepada massa aksi atau para peserta unjuk rasa menyampaikan aspirasinya secara baik dan bertanggung jawab, dan tidak melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum, apalagi tindakan kekerasan.
“Tindakan kekerasan hanya akan merugikan diri sendiri dan tidak tersalurkannya aspirasi secara benar,” kata Miko Kamal, salah seorang pengacara yang ikut meneken pernyataan ini.
Untuk itu, kepada aksi massa, Alumni LBH-YLBHI menyarankan agar kekecewaan atas hasil pemilu/pilpres disalurkan sesuai kanal-kanal hukum yang tersedia, penyelesaian sesuai mekanisme yang telah disepakati dalam sistem demokrasi.
“Mekanisme Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi adalah cara yang telah kita sepakati dalam sistem Pemilu kita. Itu semua diciptakan agar demokrasi berjalan dengan baik dan terus menjadi baik,” tambahnya.
Patut menjadi perhatian kita semua untuk melakukan evaluasi sistem pemilu ke depan, terutama pemilihan Presiden agar berjalan dengan jurdil, sebagaimana saat ini dicurigai adanya ketidaknetralan aparatur negara, serta keberpihakan aparat penegak hukum, pemanfaatan fasilitas oleh patahana serta ketidakadilan lainnya akibat adanya presidential treshold.
Alumni LBH-YLBHI meminta kepada Presiden RI, agar tidak diam pada situasi seperti ini, berikan kepastian keamanan dan perlindungan HAM pada rakyatnya, jika situasi bentrok terus terjadi, maka sesungguhnya korbannya adalah rakyat, dan presdien harus bertanggung jawab.
“Komnas HAM segera membentuk Tim Investigasi meninggalnya para pengunjuk rasa. Dan mengimbau kepada semua pihak agar menghentikan tindakan represif, tindakan kekerasan, apapun alasannya, kekerasan bukan solusi di era demokrasi,” terangnya.
Foto: Tito dan Wiranto
Sumber: pikiranumat.com