La Ode Ombudsman: Kerusuhan 22 Mei Karena Wiranto Gunakan Cara Orba, Selalu Menggertak!
Sabtu, 25 Mei 2019
Faktakini.net, Jakarta - Komisioner Ombudsman RI Laode Ida menyalahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto atas kerusuhan 22 Mei 2019. Menurut Laode, Wiranto menggunakan cara-cara represif, bukan cara-cara yang merangkul masyarakat.
"Pemerintah harusnya menyadari kondisi masyarakat terbelah, maka diperlukan langkah yang harus menciptakan harmoni. Sementara yang dilakukan pemerintah adalah menggertak. Wiranto memakai gaya orba," ujar Laode saat dihubungi pada Jumat, 24 Mei 2019.
Menurut Laode, tampil sebagai musuh masyarakat saat kerusuhan 22 Mei. "Penanganan demonstran yang menggunakan senjata peluru tajam dan kekerasan. Ini dilematis sekaligus memprihatinkan," ujar dia.
Menyusul kerusuhan tersebut, ujar Laode, pemerintah juga membahas media sosial seperti WhatsApp, Instagram, dan Twitter yang sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Sikap pemerintah ini dianggap tidak hanya berlebihan, tapi juga menimbulkan masalah baru.
Menurut Laode, yang harus dilakukan dalam waktu dekat adalah para tokoh bangsa melakukan rekonsiliasi politik nasional. "Dan tidak bisa tokoh seperti Wiranto yang melakukan rekonsiliasi," ujar dia.
Aksi unjuk rasa yang berlokasi di depan Gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa lalu, berujung pada aksi kekerasan pada Rabu, 22 Mei 2019. Data pemerintah provinsi DKI mencatat terdapat 8 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Dalam sejumlah video yang beredar, tampak polisi melakukan kekerasan terhadap sejumlah pihak, termasuk relawan kemanusiaan. Empat orang relawan lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa mengaku menjadi korban kekerasan oleh polisi saat rusuh 22 Mei di kawasan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat.
"Salah satunya dipukul dan membuat luka sobek di bagian kepala, yang lainnya setelah dikumpulkan juga dipukul, diinjek, dipentung," ujar Direktur Program Dompet Dhuafa Bambang Suherman saat dihubungi Tempo, Kamis, 23 Mei 2019.
Foto: Komisioner Ombudsman RI Laode Ida
Sumber: tempo.co
Faktakini.net, Jakarta - Komisioner Ombudsman RI Laode Ida menyalahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto atas kerusuhan 22 Mei 2019. Menurut Laode, Wiranto menggunakan cara-cara represif, bukan cara-cara yang merangkul masyarakat.
"Pemerintah harusnya menyadari kondisi masyarakat terbelah, maka diperlukan langkah yang harus menciptakan harmoni. Sementara yang dilakukan pemerintah adalah menggertak. Wiranto memakai gaya orba," ujar Laode saat dihubungi pada Jumat, 24 Mei 2019.
Menurut Laode, tampil sebagai musuh masyarakat saat kerusuhan 22 Mei. "Penanganan demonstran yang menggunakan senjata peluru tajam dan kekerasan. Ini dilematis sekaligus memprihatinkan," ujar dia.
Menyusul kerusuhan tersebut, ujar Laode, pemerintah juga membahas media sosial seperti WhatsApp, Instagram, dan Twitter yang sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Sikap pemerintah ini dianggap tidak hanya berlebihan, tapi juga menimbulkan masalah baru.
Menurut Laode, yang harus dilakukan dalam waktu dekat adalah para tokoh bangsa melakukan rekonsiliasi politik nasional. "Dan tidak bisa tokoh seperti Wiranto yang melakukan rekonsiliasi," ujar dia.
Aksi unjuk rasa yang berlokasi di depan Gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa lalu, berujung pada aksi kekerasan pada Rabu, 22 Mei 2019. Data pemerintah provinsi DKI mencatat terdapat 8 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Dalam sejumlah video yang beredar, tampak polisi melakukan kekerasan terhadap sejumlah pihak, termasuk relawan kemanusiaan. Empat orang relawan lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa mengaku menjadi korban kekerasan oleh polisi saat rusuh 22 Mei di kawasan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat.
"Salah satunya dipukul dan membuat luka sobek di bagian kepala, yang lainnya setelah dikumpulkan juga dipukul, diinjek, dipentung," ujar Direktur Program Dompet Dhuafa Bambang Suherman saat dihubungi Tempo, Kamis, 23 Mei 2019.
Foto: Komisioner Ombudsman RI Laode Ida
Sumber: tempo.co