Para Ulama Dan Ormas Islam Minta Komnas HAM Bentuk TPF Kerusuhan 22 Mei
Jum'at, 24 Mei 2019
Faktakini.net, Jakarta - Para ulama, tokoh, dan aktivis mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam kerusuhan di Jakarta 22 Mei lalu. Akibat terjadinya bentrokan dan penyerangan yang diduga dilakukan pihak aparat kepolisian (Brimob), sejauh ini telah resmi dinyatakan 8 orang tewas dan lebih dari 200 orang lainnya luka-luka.
Sekjen Forum Umat Islam (FUI), KH Muhammad al-Khaththath menyatakan, aparat telah melampaui kewenangan dan tugasnya, termasuk ketika memukul mundur masyarakat.
“Kalau dikatakan pukul mundur, kenapa jauh sekali pukul mundurnya. Kami juga menemukan dengan 1 SSK di Thamrin City, tidak ada demonstran yang dikejar, tapi seperti menyisir lokasi,” kata Kyai al-Khaththath dalam audiensi dengan Komnas HAM di Jakarta, Jumat (24/5).
Kyai Al-Khaththath juga menyayangkan penyisiran oleh personel kepolisian sampai ke masjid dan wilayah permukiman warga. Padahal, selama ini umat Islam sudah biasa menggunakan masjid-masjid di sekitar Jakarta Pusat ketika ada aksi-aksi keumatan.
“Ini sangat berlebihan. Karena itu, kami minta Komnas HAM melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM,” ujarnya.
Dia juga menyayangkan adanya peluru tajam yang digunakan aparat dalam pengamanan aksi yang menyebabkan delapan orang meninggal dunia. Angka tersebut belum termasuk masyarakat yang luka-luka dan dinyatakan tidak ada kabarnya.
“Insiden ini sangat menyakiti nurani masyarakat dan kami akan membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk bisa disinergikan dengan Komnas HAM,” ucapnya.
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Komando Pemenangan Prabowo-Sandi (Koppasandi), Mursalin, menduga kerusuhan kemarin memang telah direncanakan untuk menghilangkan jejak-jejak kecurangan pemilu dan menakut-nakuti masyarakat. “Ini sesuatu yang tidak bisa diabaikan,” kata dia.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyatakan, instansinya telah membentuk tim pemantau pemilu untuk meninjau proses Pemilu 2019. Salah satunya tim pemantau untuk mengusut meninggalnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) secara massal.
“Dari 50 keluarga (almarhum KPPS) yang kami temui, tidak satupun bersedia untuk diautopsi. Kami tidak mungkin memaksa. Maka satu-satunya pegangan kami adalah hasil dari dokter atau rumah sakit bersangkutan,” kata Taufan. (AIJ)
Foto: Pertemuan para Ulama dan Ormas Islam dengan Komnas HAM hari ini
Sumber: Indonesiainside.id