Tegas! Pakar Hukum Pidana Mudzakir: Dalam Hukum Pidana Tak Ada Makar Terhadap Capres
Jum'at, 31 Mei 2019
Faktakini.net, Jakarta - Pakar Hukum Pidana, Prof. Dr. Mudzakir angkat bicara terkait dugaan tindakan makar oleh sejumlah aktivis yang tengah ramai diperbincangkan.
Menurut Mudzakir, di dalam hukum pidana tidak ada makar yang diperuntukan kepada calon presiden.
Hal itu dikatakan Mudzakir ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu melalui sambungan telepon acara 'Kabar Siang' di tvOne, Rabu (29/5/2019).
Mulanya, Mudzakir menjelaskan bahwa tindakan makar sudah diatur dalam Undang-Undang.
Oleh karena itu, ia mengungkapkan bahwa mencoba untuk melakukan makar sudah termasuk dalam tindakan makar.
"Percobaan melakukan makar itu adalah makar," ujar Mudzakir.
"Jadi dengan demikian makar itu sesungguhnya perbuatan percobaan."
"Untuk dikatakan sebagai perbuatan percobaan itu diatur dalam Pasal 53," sambungnya.
Ia mengungkapkan bahwa perbuatan percobaan makar harus meliputi sejumlah syarat.
"Syaratnya ada 3," jelas Mudzakir.
"Pertama, harus niat berbuat jahat."
"Kedua, harus ada permulaan pelaksanaan."
"Ketiga, perbuatan itu harus melawan hukum," sambungnya.
Terkait itu, Mudzakir lantas memberikan penilaian kepada sejumlah aktivis yang ditangkap lantaran diduga telah melakukan makar.
Ia berharap supaya aparat juga harus bisa membuktikan apakah mereka berniat untuk menggulingkan presiden.
"Jadi kalau itu mau dituduhkan sebagai perbuatan makar, berarti harus dibuktikan apakah ada niat untuk menggulingkan presiden, itu satu," ungkap Mudzakir.
"Yang kedua, permulaan pelaksanaan."
"Permulaan pelaksaan itu adalah perbuatan makar yang sesungguhnya tetapi dia tidak berhasil," sambungnya.
Lebih lanjut dirinya menyatakan bahwa tindakan makar harus jelas subjeknya, yakni presiden.
Kemudian, ia menyinggung soal status jabatan dari Joko Widodo (Jokowi).
Mudzakir mengatakan bahwa saat ini, Jokowi bukanlah seorang presiden, melainkan calon presiden.
"Unsurnya apa? Salah satu unsur pokok kalau makar terhadap presiden ya harus terhadap subjeknya presiden," ungkap Mudzakir.
"Nah sekarang ini, statusnya Pak Jokowi hari ini, dia adalah sebagai calon presiden yang kompetisi dengan melalui proses pemilihan presiden."
"Jadi kalau begitu subjek hukumnya ini adalah calon presiden, bukan presiden," tambahnya.
Untuk itu, ia menyarankan supaya aparat mencermati terlebih dahulu tindakan dugaan makar oleh sejumlah aktivis ditujukan kepada siapa, apakah untuk presiden atau calon presiden.
Terakhir, Mudzakir menegaskan bahwa dalam hukum pidana, tidak ada makar yang diperuntukan kepada calon presiden.
"Maka oleh sebab itu sebaiknya harus dicermati terlebih dahulu, ini makar terhadap presiden atau makar terhadap calon presiden," kata Mudzkir.
"Dalam hukum pidana itu tidak ada makar terhadap calon presiden," tegasnya.
Diketahui bahwa ada sejumlah aktivis yang diduga telah melakukan makar Pasca-Pemilu 2019, yakni Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma,
Selain aktivis terdapat pula politisi dan mantan TNI.
Yaitu politisi senior Partai Gerindra Permadi, dan Mayjen TNI (Purn), Kivlan Zen.
Foto: Profesor Doktor Mudzakir SH
Sumber: tribunnews.com
Faktakini.net, Jakarta - Pakar Hukum Pidana, Prof. Dr. Mudzakir angkat bicara terkait dugaan tindakan makar oleh sejumlah aktivis yang tengah ramai diperbincangkan.
Menurut Mudzakir, di dalam hukum pidana tidak ada makar yang diperuntukan kepada calon presiden.
Hal itu dikatakan Mudzakir ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu melalui sambungan telepon acara 'Kabar Siang' di tvOne, Rabu (29/5/2019).
Mulanya, Mudzakir menjelaskan bahwa tindakan makar sudah diatur dalam Undang-Undang.
Oleh karena itu, ia mengungkapkan bahwa mencoba untuk melakukan makar sudah termasuk dalam tindakan makar.
"Percobaan melakukan makar itu adalah makar," ujar Mudzakir.
"Jadi dengan demikian makar itu sesungguhnya perbuatan percobaan."
"Untuk dikatakan sebagai perbuatan percobaan itu diatur dalam Pasal 53," sambungnya.
Ia mengungkapkan bahwa perbuatan percobaan makar harus meliputi sejumlah syarat.
"Syaratnya ada 3," jelas Mudzakir.
"Pertama, harus niat berbuat jahat."
"Kedua, harus ada permulaan pelaksanaan."
"Ketiga, perbuatan itu harus melawan hukum," sambungnya.
Terkait itu, Mudzakir lantas memberikan penilaian kepada sejumlah aktivis yang ditangkap lantaran diduga telah melakukan makar.
Ia berharap supaya aparat juga harus bisa membuktikan apakah mereka berniat untuk menggulingkan presiden.
"Jadi kalau itu mau dituduhkan sebagai perbuatan makar, berarti harus dibuktikan apakah ada niat untuk menggulingkan presiden, itu satu," ungkap Mudzakir.
"Yang kedua, permulaan pelaksanaan."
"Permulaan pelaksaan itu adalah perbuatan makar yang sesungguhnya tetapi dia tidak berhasil," sambungnya.
Lebih lanjut dirinya menyatakan bahwa tindakan makar harus jelas subjeknya, yakni presiden.
Kemudian, ia menyinggung soal status jabatan dari Joko Widodo (Jokowi).
Mudzakir mengatakan bahwa saat ini, Jokowi bukanlah seorang presiden, melainkan calon presiden.
"Unsurnya apa? Salah satu unsur pokok kalau makar terhadap presiden ya harus terhadap subjeknya presiden," ungkap Mudzakir.
"Nah sekarang ini, statusnya Pak Jokowi hari ini, dia adalah sebagai calon presiden yang kompetisi dengan melalui proses pemilihan presiden."
"Jadi kalau begitu subjek hukumnya ini adalah calon presiden, bukan presiden," tambahnya.
Untuk itu, ia menyarankan supaya aparat mencermati terlebih dahulu tindakan dugaan makar oleh sejumlah aktivis ditujukan kepada siapa, apakah untuk presiden atau calon presiden.
Terakhir, Mudzakir menegaskan bahwa dalam hukum pidana, tidak ada makar yang diperuntukan kepada calon presiden.
"Maka oleh sebab itu sebaiknya harus dicermati terlebih dahulu, ini makar terhadap presiden atau makar terhadap calon presiden," kata Mudzkir.
"Dalam hukum pidana itu tidak ada makar terhadap calon presiden," tegasnya.
Diketahui bahwa ada sejumlah aktivis yang diduga telah melakukan makar Pasca-Pemilu 2019, yakni Eggi Sudjana dan Lieus Sungkharisma,
Selain aktivis terdapat pula politisi dan mantan TNI.
Yaitu politisi senior Partai Gerindra Permadi, dan Mayjen TNI (Purn), Kivlan Zen.
Foto: Profesor Doktor Mudzakir SH
Sumber: tribunnews.com